BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
merupakan salah satu perusahaan baja terbesar di Indonesia yang berlokasi di
Cilegon-Banten. Perusahaan ini bergerak dibidang produksi dan penjualan besi
dan baja, yang didirikan pada tahun 1970. Perusahaan memiliki kapasitas
produksi baja kasar sebesar 2,45 juta ton per tahun. Kapasitas ini digunakan
untuk mendukung produksi komoditi perusahaan yaitu berupa baja lembaran panas,
baja lembaran dingin, batang kawat, pipa spiral, pipa ERW, baja tulangan dan
baja profil. Selain memasarkan produknya secara nasional, PT Krakatau Steel
(Persero) Tbk memasarkan produknya secara internasional. Sehingga dengan
keahliannya dalam memproduksi baja, perusahaan menguatkan posisinya sebagai
salah satu industri strategis di Indonesia. Berbagai penghargaan pun diperoleh
perusahaan sebagai salah satu industri strategis di Indonesia.
Selain tangible aset perusahaan juga
harus bisa mengelola intangible asset, yaitu inovasi dalam pengaplikasian aset
pengetahuan yang dimiliki karyawan agar bisa dikelola ataupun dimanfaatkan
secara lebih baik oleh perusahaan. Maka diterapkan knowledge management atau
manajemen pengetahuan yang berbasis sistem informasi, yang dilaksanakan dengan
menggunakan tools knowledge management dan knowledge sharing dalam digital
library atau web-site intranet PT Krakatau Steel. Proses aktifitas dan
pengembangan karyawan ini merupakan perwujudan dari SECI model yang merupakan
bagian dari manajemen pengetahuan. Melalui SECI model pengetahuan dikonversikan
menjadi informasi dan data kompeten untuk dikelola, sehingga setiap karyawan
bisa mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi knowledge yang
dimilikinya, serta dapat mengakses knowledge yang dibutuhkannya guna meningkatkan
kemampuan atau kompetensi diri. Penerapan manajemen pengetahuan berbasis
informasi yang baru diterapkan pada tahun 2009 oleh PT Krakatau Steel ini mampu
membawa perusahaan lolos terseleksi menjadi salah satu finalis dari 96
perusahaan yang masuk dalam nominasi di acara Indonesian MAKE (Most Admired
Knowledge Enterpise) Study 2011 (Lampiran 2). Indonesian Most Admired Knowledge
Enterpise (MAKE) Study 2011 merupakan studi tentang perusahaan berbasis
pengetahuan yang paling dikagumi di Indonesia dan diselenggarakan oleh Dunamis
Organization Services sejak tahun 2005. Meskipun belum pernah berhasil
memenangkan kompetisi ini, namun dengan lolosnya PT Krakatau Steel (Persero)
Tbk menjadi finalis telah menandakan adanya perubahan kearah positif dan lebih
baik lagi dari sebelumnya. Kebutuhan akan kemampuan perusahaan untuk
beradaptasi serta penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mencapai visi
dan misi perusahaan menjadikan sumber daya manusia merupakan aset paling
berharga bagi organisasi, karena dengan kemampuan yang dimilikinya organisasi
dapat menjalankan seluruh kegiatan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Maka
dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam mengelola aset
pengetahuan yang dimiliki perusahaan guna menghasilkan keunggulan bersaing
perusahaan.
Kebutuhan akan
kemampuan perusahaan untuk beradaptasi serta penggunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk mencapai visi dan misi perusahaan menjadikan sumber daya
manusia merupakan aset paling berharga bagi organisasi, karena dengan kemampuan
yang dimilikinya organisasi dapat menjalankan seluruh kegiatan guna mencapai
tujuan yang diinginkan. Maka dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi dalam mengelola aset pengetahuan yang dimiliki perusahaan guna
menghasilkan keunggulan bersaing perusahaan. Penerapan manajemen pengetahuan
melalui SECI Model merupakan kegiatan organisasi dalam mengelola pengetahuan
sebagai aset, dimana dalam berbagai strateginya ada penyaluran pengetahuan yang
tepat kepada orang yang tepat dan dalam waktu yang cepat, sehingga mereka bisa
saling berinteraksi, berbagi pengetahuan dan mengaplikasikannya dalam pekerjaan
sehari-hari. Manajemen pengetahuan yang baik dalam organisasi akan mampu
menciptakan sustainability dari pengetahuan tersebut, karena semakin banyak
pengetahuan yang dapat diidentifikasi dan dimiliki, organisasi akan semakin
banyak melakukan proses pembelajaran dan tentunya akan mempengaruhi kompetensi
karyawan yang ada didalamnya. Kompetensi karyawan juga akan menentukan
keberhasilan suatu perusahaan dalam mengimplementasikan strateginya untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, kegiatan penelitian ini
dilakukan untuk mengidentifikasi manajemen pengetahuan melalui SECI Model,
serta mengetahui pengaruh SECI Model tersebut terhadap peningkatan kompetensi
karyawan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
1.2 Rumusan Masalah
SECI Model merupakan bagian dari
manajemen pengetahuan, berupa proses dimana organisasi atau perusahaan
mengumpulkan aset pengetahuan dan memanfaatkannya untuk meningkatkan kompetensi
kayawan. Maka dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti antara lain:
1. Bagaimana penerapan manajemen
pengetahuan melalui SECI Model pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero)
Tbk?
2. Bagaimana kompetensi karyawan yang
ada pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero) Tbk?
3. Bagaimana pengaruh SECI Model
terhadap peningkatan kompetensi karyawan pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel
(Persero) Tbk?
4. Apa faktor yang paling mempengaruhi
peningkatan kompetensi karyawan pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero)
Tbk dalam penerapan SECI Model ?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah yang
telah dikemukakan, tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1. Mengidentifikasi penerapan
manajemen pengetahuan melaui SECI Model pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel
(Persero) Tbk.
2. Mengidentifikasi kondisi
kompetensi karyawan yang ada pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero)
Tbk.
3. Menganalisis pengaruh SECI
Model terhadap peningkatan kompetensi karyawan pada Direktorat SDM PT Krakatau
Steel (Persero) Tbk.
4. Memenuhi Tugas mata kuliah Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3).
Steel
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Sejarah PT. KRAKATAU STEEL
PT.
Krakatau Steel merupakan industri baja yang berdiri dan beroperasi di Kota
Cilegon. PT. Krakatau Steel berada pada tempat yang strategis, yaitu berada
dekat pelabuhan yang merupakan sarana transportasi untuk mendapatkan bahan baku
dan pendistribusian produk baik ke dalam negeri maupun ke luar negeri.
Berdasarkan letak geografisnya, PT Krakatau Steel dibatasi oleh:
1. Arah Utara : berbatasan dengan
pabrik-pabrik di Kawasan Industri Krakatau
2. Arah Selatan : berbatasan dengan
jalan raya Anyer
3. Arah Barat : berbatasan dengan Selat
Sunda
4. Arah Timur : berbatasan dengan
pabrik-pabrik di Kawasan Industri Krakatau
Profil PT Krakatau Steel PT Krakatau
Steel merupakan industri baja pertama dan terbesar di Indonesia.
Perkembangannya diawali dengan munculnya gagasan pertama perlunya industri baja
di negara berkembang seperti di Indonesia dari Perdana Menteri Ir. H. Juanda.
PT Krakatau
Steel secara formal didirikan pada tahun 1970 ketika pemerintah Indonesia
mengeluarkan PP No. 35 tanggal 31 Agustus tahun 1970 yang menetapkan kelanjutan
proyek Pabrik Baja Trikora dengan mengubahnya ke dalam bentuk badan hukum Perseroan
Terbatas. Keluarnya Peraturan Pemerintah diatas dapatlah dikatakan sebagai
lahirnya PT Krakatau Steel. Pada bagian lain Peraturan Pemerintah ini juga
disebutkan bahwa Pabrik Baja Trikora Cilegon merupakan salah satu kekayaan
negara berbentuk proyek dalam bidang industri dasar yang harus segera
dimanfaatkan bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut
pemerintah kemudian memutuskan untuk menyertakan modal negara dalam pendirian
perusahaan perseroan PT Krakatau Steel. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan
pembangunan proyek pabrik baja trikora Cilegon dan menguraikannya serta
mengembangkannya usaha perindustrian baja dalam arti seluas-luasnya. Sementara
itu akte pendirian PT Krakatau Steel disiapkan oleh Ibnu Sutowo dan Ir. Suhartoyo
yang ditunjuk untuk ikut serta dalam mendirikan usaha perseroan ini berdasarkan
SK-47/MK/IX/1971. Kemudian pada tanggal 23 Oktober 1971 akte tersebut
ditandatangani notaris Tan Thory Kie di Jakarta. Pemerintah mengambil kebijakan
yang dituangkan dalam Kepres No. 13 tanggal 17 April 1975 yang dilanjutkan
dengan Kepres No. 50 tahun 1975 yang isinya adalah keputusan untuk melanjutkan
pembangunan PT Krakatau Steel dengan rencana induk 10 tahun (1975-1985) yang
pelaksanaannya dalam beberapa tahap.
Tahap-tahapnya
sebagai berikut:
a. Dalam tahap I
terdiri atas dua bagian, yaitu:
1) Melanjutkan
penyelenggaraan pembangunan pabrik baja bekas yang meliputi pabrik baja dan
pabrik baja profil serta pelabuhan khusus Cigading.
2) Melanjutkan
pembangunan pabrik billet (Billet Steel Plant), Wire Rod, PLTU 400 MW dan
pengadaan distribusi air secara terpusat. Keseluruhannya direncanakan mulai
beroperasi pada 9 Oktober 1979.
b. Pada tahap II
dilanjutkan pembangunan pabrik baja slab (Slab Steel PlantSSP), pabrik baja
lembaran panas (Hot Strip Mill- HSM) dan pabrik besi spons dengan kadar Fe
sampai dengan 99 %.
c. Pada tahap
III dilakukan pembangunan anak perusahaan PT krakatau Steel yang meliputi
pembangunan:
1) Pabrik mesin
perkakas (PT Industri Perkakas Indonesia-IMPI)
2) Pabrik baja
dan plat timah (PT Latinusa)
3) Pabrik baja
lembaran (PT Cold Rolling Mill Indonesia-CRMI)
4) Pabrik Baja
H-Beam (PT Cigading H-Beam Centre- CHC).
PT. Krakatau Steel yang berlokasi di
Cilegon merupakan industri
pengolahan baja terbesar di Indonesia.
Pabrik ini merupakan permulaan
proyek baja dari pemerintah yang mulai
berdiri pada bulan Mei 1962. Pada
mulanya proyek tersebut dikenal dengan
nama pabrik baja “TRIKORA”
yang mendapat bantuan dari pemerintah
Rusia.
Akibat adanya pemberontakan G30S PKI, proyek pembangunan
dari proyek pembangunan dari tahun 1966
sampai sekitar tahun 1972 dapat
dikatakan terhenti sama sekali, kesulitan utamanya adalah pembiayaan
pembangunan pabrik. Akhirnya, berdasarkan
Peraturan Pemerintah No 35
proyek pabrik baja “TRIKORA” menjadi PT. Krakatau
Steel yang
disahkan dengan ditandatangani akte notaris pada tanggal 23 Oktober
1971.
Pembangunan pabrik PT. Krakatau Steel rampung pada tahun
Pembangunan pabrik PT. Krakatau Steel rampung pada tahun
1977. Selanjutnya PT. Krakatau Steel melaksanakaan pembangunan pabrik-pabrik
baru sebagai perluasan usaha. Sebagai tujuan pendirian,
maka pabrik – pabrik
yang dibangun adalah terpadu yaitu dapat mengolah
biji besi sampai dengan
produk-produk jadi dari baja.
Dasar penentuan lokasi pendirian pabrik besi baja, antara lain :
Dasar penentuan lokasi pendirian pabrik besi baja, antara lain :
Adanya cikal bakal industri baja ( Trikora
)
§ Letak
geografis ( pinggir laut )
§ Tersedianya
tanah yang cukup luas
§ Tersedianya
air yang cukup banyak
§ Kondisi
sosial budaya daerah
§ Daerah tandus
( bukan agraris )
§ Tersedianya
tenaga kerja
§ Adanya
cikal bakal industri baja ( Trikora )
§ Letak
geografis ( pinggir laut )
§
Tersedianya tanah yang cukup luas
§
Tersedianya air yang cukup banyak
§
Kondisi sosial budaya daerah
§ Daerah
tandus ( bukan agraris )
§
Tersedianya tenaga kerja
Adanya cikal bakal industri baja ( Trikora
)
§ Letak
geografis ( pinggir laut )
§ Tersedianya
tanah yang cukup luas
§ Tersedianya
air yang cukup banyak
§ Kondisi
sosial budaya daerah
§ Daerah tandus
( bukan agraris )
§ Tersedianya
tenaga kerja
Adanya cikal bakal industri baja ( Trikora
)
§ Letak
geografis ( pinggir laut )
§ Tersedianya
tanah yang cukup luas
§ Tersedianya
air yang cukup banyak
§ Kondisi
sosial budaya daerah
§ Daerah
tandus ( bukan agraris )
§ Tersedianya
tenaga kerja
·
Adanya cikal bakal industri baja ( Trikora )
·
Letak geografis ( pinggir laut )
·
Tersedianya tanah yang cukup luas
·
Tersedianya air yang cukup banyak
·
Kondisi sosial budaya daerah
·
Daerah tandus ( bukan agraris )
·
Tersedianya tenaga kerja
Visi dan Misi PT. Krakatau Steel
2.2 Visi dan Misi PT. Krakatau Steel
Visi :
2008 : “Cost Competitive
Global Steel Provider”
2013 : “ Dominate Integrated Global Steel Player”
2020 : “ Leading Global
Steel Player”
Misi :
“ Kami adalah
keluarga masyarakat dunia
yang berbudaya,
mempunyai komitmen untuk menyediakan baja
dan produk terkait
dengan pendekatan menyeluruh yang
menghasilkan solusi industri dan
insfrastruktur untuk kesejahteraan
masyarakat.
1. Pabrik pengolahan besi dan baja
2. Pabrik peleburan besi dan baja
4
2.3 Lokasi Perusahaan
PT. Krakatau Steel berada di Kota Cilegon,
dimana sebelah utara terdapat pelabuhan Merak, sebelah barat terdapat pelabuhan Cigading, sebelah
timur dan selatan terdapat Kabupaten Serang, yang semuanya masuk dalam Provinsi Baten.
PT. Krakatau Steel dalam proses produksinya secara global terbagimenjadi
beberapa urutan proses yang dilakukan secara bertahap, yaitu:
1.Proses
produksi besi spons ( Iron Melting) .
2. Proses produksi baja billet ( Billet
Steel ).
3. Proses produksi baja slab (Slab
Steel ).
4. Proses pengerolan baja lembaran panas ( Hot
Strip Mill ) .
5. Proses pengerolan baja lembaran dingin (Cold
Rolling Mill ).
6. Proses Batang Kawat/ Wire Road Mill (
WRM).
Didalam melakukan proses produksinya PT. Krakatau Steel mendapatkan bahan baku dari dalam negeri dan juga impor.
2.4 Komitmen
Manajemen dan Karyawan PT. Krakatau
Steel (Persero) menyatakan komitmen untuk mengerti, memahami, memenuhi, dan
bila memungkinkan melebihi kebutuhan stakeholders melalui implementasi standar
perusahaan dan perbaikan proses secara terus menerus. Manajemen dan karyawan
PT. Krakatau Steel (Persero) menyatakan komitmen untuk mengirim produk secara
tepat waktu dan bebas cacat dengan biaya kompetitif, serta mengupayakan tidak
terjadinya kecelakaan, mencegah penyakit akibat kerja, pencemaran lingkungan
dan gangguan keamanan.
2.5 Kebijakan Umum
Untuk menjalankan
kegiatan dan bisnis perusahaan, ditetapkan kebijakankebijakan pokok yang akan
menjadi landasan dalam penjabaran kebijakan operasional perusahaan, yang
meliputi:
a. Kebijakan Tata
Kelola Perusahaan
1) Menjalankan tata kelola perusahaan
berdasarkan prinsip-prinsip Good Krakatau Steel Governance (GKSG) secara
konsisten untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan stakeholders.
2) Menerapkan
Pengendalian Internal, Manajemen Risiko dan Manajemen Pengamanan yang efektif
untuk mengamankan investasi dan asset perusahaan, menjamin kontinyuitas,
profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan selaras dengan visi dan misi
perusahaan.
b. Kebijakan Mutu
1) Melakukan inovasi
dan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) dengan melaksanakan sistem
manajemen mutu untuk meningkatkan daya saing dan mendorong pertumbuhan
perusahaan.
2) Mengembangkan
teknologi dan proses yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen dan
stake holder lainnya.
3) Mengendalikan mutu
produk mulai dari pemasok, penerimaan, penyimpanan, proses produksi sampai ke
pelanggan.
4) Mengevaluasi mutu
dengan menggunakan metode statistik dan/atau metode lainnya yang relevan.
5) Mendokumentasikan
seluruh proses secara sistimatis agar mempunyai kemamputelusuran yang baik dari
hulu sampai hilir.
6) Memastikan metode
pengujian dan kalibrasi sesuai dengan standar nasional atau internasional,
serta pelayanan kepada customer secara profesional.
c. Kebijakan
Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1) Menggalakkan
perlindungan lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja dengan menerapkan
peraturan dan perundangan yang berlaku serta sistem manajemen lingkungan,
kesehatan dan keselamatan kerja
2) Mengelola limbah,
emisi dan sumber daya untuk menekan serendah mungkin dampak negatif terhadap
lingkungan.
2.6 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
K3 dibagi menjadi 2 pengertian, yaitu :
1. Secara Filosofis
Suatu
pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap
hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adl dan makmur.
2. Secara Keilmuan
Ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2.7 Alat Perlindungan Diri (Personel Protective
Equipment)
Alat
Pelindung Diri (APD) atau Personel Protective Equipment (PPE) merupakan
peralatan keselamatan yang digunakan untuk menghindari bahaya yang mengancam
pada waktu bekerja dengan bahan- bahan berbahaya maupun pada lingkungan yang
berbahaya. Pada umumnya alat-alat pelindung kerja kurang enak dipakai, terasa
mengganggu dan mengurangi efisiensi kerja. Tetapi demi keselamatan kerja, perlu
selalu ditekankan kepada para petugas mengenai pentingnya, penggunaan alat-alat
tersebut demi keselamatan.
Perlu diketahui bahwa beberapa alat pelindung kerja mempunyai fungsi
khusus yang tidak dapat ditukar penggunaannya dari satu alat dengan alat yang
lainnya. Hal ini terutama pada alat pelindung pernafasan; sebagai contoh filter
untuk gas khlor tidak dapat dipakai untuk gas amoniak. Filter untuk
debu tidak dapat dipakai oleh gas dan sebagainya.
Dalam memilih alat pelindung diri yang akan digunakan, perlu
diperhatikan pengaruh bahan kimia terhadap tubuh baik lokal (efek yang
ditimbulkan hanya pada bagian yang terkontaminasi) maupun sistemik (pengaruhnya
kontaminan mempengaruhi organ lain yang tidak terkena). Organ yang sering
terkena pengaruh lokal bahan kimia terutama kulit, mata, hidung, bronkus dan
jaringan paru-paru. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam memilih alat
pelindung diri adalah sifat fisik bahan kimianya.
Berikut adalah alat-alat pelindung kerja yang diperlukan untuk
mengatasi bahaya bahan-bahan berbahaya:
a.
Masker
gas,
b.
Safety
shoes
c.
Pelindung
telinga, ear plug dan ear muff,
d.
Sarung
tangan karet,
e.
Kacamata
pelindung,
f.
Safety
Helmet.
2.8
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Sistem Manajemen K3
adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharan
kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan nyaman. Tujuan
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, adalah :
- Menempatkan
tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia,
- Meningkatkan
komitmen pimpinan dalam melindungi tenaga kerja,
- Meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi globalisasi,
- Proteksi
terhadap industri dalam negeri,
- Meningkatkan
daya saing dalam perdagangan internasional,
- Mengeliminir
boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional,
- Meningkatkan
pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sistem,
- Pencegahan
terhadap problem sosial dan ekonomi terkait dengan penerapan K3L.
Agar pelaksanaan K3
di suatu perusahaan dapat berjalan dengan baik dan dapat menciptakan kondisi
yang sehat dan selamat, maka perlu dibentuk organisasi K3 di dalam struktur
organisasi perusahaan. (Suma’mur 1989). Ada 2 (dua) macam organisasi K3, yaitu
:
- Organisasi
Struktural
Tugas-tugas bagian K3 dalam Organisasi ini antara lain :
a.
Secara
administratif bertanggung jawab kepada pemeriksaan dan keselamatan kerja
b.
Membuat
dan menyelenggarakan program K3 agar setiap tempat kerja aman dari bahaya,
c.
Melakukan
pembinaan dan pelatihan karyawan,
d.
Melakukan
pengawasan terhadap penaatan peratutan dan prosedur keselamatan kerja di tempat
kerja.
- Organisasi
Fungsional
Bentuk organisasinya adalah :
a.
Panitia Pembina
Keselamatan Kerja (P2K3)
Tugas-tugas pokok P2K3 adalah sebagai berikut :
·
Mengembangkan
kerjasama dan partisipasi efektif di bidang K3 antar pimpinan perusahaan dan
karyawan dalam rangka melancarkan usaha produksi,
·
Menyelenggarakan
pembinaan karyawan,
·
Melakukan
pemeriksaan K3 di seluruh kawasan perusahaan.
b.
Badan K3
Badan K3 merupakan Komite Pelaksaan K3 yang
menpunyai tugas melaksanakan dan menjabarkan kebijakan K3 di perusahaan serta
melakukan peningkatan K3 di unit kerja. Badan K3 dapat dibentuk berjenjang,
yaitu :
·
Tingkat
Departemen/Bidang,
·
Tingkat
Bagian/Seksi,
·
Tingkat
Karyawan.
Manfaat dari
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 05.Men/96 adalah :
- Bagi
Perusahaan :
a.
Mengetahui
pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan di bidang K3,
b.
Mendapatkan
bahan umpan balik bagi tinjauan manajemen dalam rangka meningkatkan kinerja
SMK3,
c.
Mengetahui
efektifitas, efisiensi dan kesesuaian serta kekurangan dari penerapan SMK3,
d.
Mengetahui
kinerja K3 di perusahaan,
e.
Meningkatkan
image perusahaan yag pada akhirnya akan meningkatkan daya saing
perusahaan,
f.
Meningkatkan
kepedulian dan pengetahuan karyawan mengenai K3 yang juga akan meningkatkan
produktifitas perusahaan,
g.
Terpantaunya
bahaya dan resiko di perusahaan,
h.
Penanganan
berkesinambungan terhadap resiko yang ada di perusahaan,
i.
Mencegah
kerugian yang lebih besar kepada perusahaan,
j.
Pengakuan
terhadap kinerja K3 di perushaan atas pelaksanaan SMK3.
- Bagi Pemerintah :
a. Sebagai salah satu alat untuk melindungi hak
karyawan di bidang K3,
b. Meningkatkan mutu kehidupan bangsa dan image
bangsa di forum internasional,
c. Mengurangi angka kecelakaan kerja sekaligus
akan meningkatkan produktifitas kerja atau nasional,
d. Mengetahui tingkat penerapan terhadap
peraturan perundangan.
Dasar hukum dari Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja adalah :
1. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, pasal 86 dan pasal 87.
3. Peraturan Menteri No. Per. 05/MEN/1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4. Peraturan perundangan lainnya yang berkaitan
dengan Peraturan Menteri tersebut.
Pihak-pihak yang harus menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah setiap tempat kerja atau
perusahaan yang memperkerjakan karyawan sebanyak 100 (seratus) orang atau lebih
atau pekerjaan yang mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja.
2.9 OHSAS
18001:2007
OHSAS (Occupational Health and Safety
Assessment Series) 18001:2007 merupakan bagian dari Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang digunakan untuk mengembangkan dan
menerapkan kebijakan K3 dan mengelola semua resiko K3 yang merupakan
standarisasi global atas perubahan pedoman K3 yang dipublikasikan pertama kali
oleh British Standard Institute (BSI) pada April 2007. OHSAS 18001:2007
yang dikembangkan oleh kurang lebih 43 (Empat Puluh Tiga) konsorsium yang
terdiri dari organisasi buruh, industri, pendidikan, kesehatan, dan organisasi
lainnya yang ada di seluruh dunia ini dibuat lebih kompatibel dengan
standarisasi internasional lainnya seperti ISO 14001:2004 (Sistem Manajemen
Lingkungan) dan ISO 9001:2000 (Sistem Manajemen Mutu) dengan tujuan untuk
mempermudah integrasi sistem manajemen.

Gambar 2.1 Model Implementasi
OHSAS 18001:2007
Terdapat revisi
definisi dan penambahan definisi baru pada istilah-istilah dasar Keselamatan
dan Kesehatan Kerja terdapat pada OHSAS 18001:2007 yang membedakan dari versi
sebelumnya (OHSAS 18001:1999), seperti mengganti istilah “risiko yang dapat
ditoleransi” diganti menjadi “risiko yang dapat diterima”, makna kecelakaan
dimasukkan dalam definisi insiden, definisi potensi bahaya tidak lagi mencakup
kerusakan properti atau kerusakan lingkungan di tempat kerja, penambahan
istilah “Evaluasi Kepatuhan” dan sebagainya.
2.10
Referensi
Penyusunan OHSAS 18001:2007
Referensi yang digunakan
dalam penyusunan OHSAS 18001:2007 adalah :
a.
OHSAS
18002 Occuptional Health and Safety Management System – Guidelines for The
Implementation of OHSAS 18001,
b.
ILO
OSH:2001 Guidelines on Occuptional Health and Safety Management System
(OSH-MS),
c.
ISO
9000:2005 Quality Management System-Fundamentals and Vocabulary,
d.
ISO
9001:2000 Quality Management System –Requirement,
e.
ISO
14001-2004 Environmental Management System-Requirement with Guidance for Use,
f.
ISO
19011:2002 Guidelines for Qualiity and/or Environmental Management System
Auditing.
2.11
Perbandingan OHSAS 18001:2007 dan OHSAS 18001:1999
Perubahan mendasar OHSAS
18001:2007 dengan OHSAS 18001:1999 (versi sebelumnya) antara lain :
a.
Pentingnya
kesehatan kini telah lebih ditekankan,
b.
Mode
diagram “Plan-Do-Check-Action” hanya ditampilkan pada bagian
pendahuluan,
c.
Referensi
publikasi pada klausul 2 hanya berisi standar internasional,
d.
Mengganti
istilah risiko yang dapat ditoleransi diganti menjadi risiko yang dapat
diterima,
e.
Kecelakaan
dimasukkan dalam insiden,
f.
Definisi
potensi bahaya tidak lagi mencakup kerusakan properti atau kerusakan lingkungan
dtempat kerja,
g.
Penggabungan
sub-klausul 4.3.3 dan 4.3.4,
h.
Persyaratan
baru dimunculkan mengenai pertimbagan hirarki pengendalian sebagai bagian dari
perencanaan K3
i.
Manajemen
perubahan sekarang dibahas lebih eksplisit
j.
Perubahan
klausul baru mengenai evaluasi pemenuhan
k.
Penambahan
persyaratan baru tentang partisipasi dan konsultasi
l.
Penambahan
persyaratan baru tentang penyelidikan insiden
2.12 Elemen Implementasi SMK3 - OHSAS
18001:2007
Elemen implementasi dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) menurut OHSAS 18001:2007 adalah :
1.
Kebijakan
K3
2.
Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan
menentukan pengendaliannya,
3.
Persyaratan hukum dan lainnya,
4.
Objektif K3 dan program K3,
5.
Sumberdaya, peran, tanggung jawab,
akuntabilitas dan wewenang,
6.
Kompetensi, pelatihan dan kepedulian,
7.
Komunikasi, partisipasi dan konsultasi,
8.
Pendokumentasian,
9.
Pengendalian dokumen,
10.
Pengendalian Operasi,
11.
Tanggap darurat,
12.
Pengukuran kinerja dan pemantauan,
13.
Evaluasi kesesuaian,
14.
Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian,
tindakan koreksi dan langkah pencegahan,
15.
Pengendalian rekaman,
16.
Internal
audit,
17.
Tinjauan
manajemen



Saat ini, PT Krakatau
Steel (Persero) Tbk. memiliki kapasitas produksi baja sebesar 3,15 juta ton
pertahun, memproduksi Baja Lembaran Panas, Baja Lembaran Dingin, dan Batang
Kawat dan melalui anak usaha, Perseroan juga memproduksi jenis produk baja
untuk industri-industri khusus, antara lain Pipa Spiral, Pipa ERW, Baja
Tulangan, dan Baja Profil. Kapasitas rolling tersebut akan ditingkatkan menjadi
4,65 juta ton di tahun 2017 dengan menambah kapasitas baja lembaran panas
sebesar 1,5 juta ton. Selain memasarkan produk-produknya untuk konsumen
domestik. Perseroan juga memasarkannya ke luar negeri/ekspor. Keahlian
Perseroan untuk memproduksi baja dengan spesifikasi khusus, termasuk untuk
keperluan pertahanan nasional, semakin memperkuat posisinya sebagai salah satu
industri strategis Indonesia. Pada tahun 2013, di tengah kondisi pasar yang
sulit,
Oleh karena itu sudah
menjadi kewajiban perusahaan untuk melaksanakan secara berkala terhadap
pelaksanaan perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta penerapan
Sistem Manejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) guna mencapai
keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan bagi tenaga kerja dan masyarakat
sekitar.
Tujuan dan sasaran SMK3
adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja
yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit
akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif
(Permenaker No. Per.05/MEN/1996). Pengaruh positif terbesar yang dapat diraih
dari penerapan SMK3 adalah mengurangi angka kecelakaan kerja. Karyawan yang
terjamin keselamatan dan kesehatannya akan bekerja lebih optimal dibandingkan
dengan karyawan yang terancam K3-nya. Adanya jaminan keselamatan dan kesehatan
selama bekerja, maka tentu akan memberikan kepuasan dan meningkatkan
produktivitas terhadap perusahaan (Rudi Suardi, 2005). PT Krakatau Steel
merupakan salah satu industri baja terkemuka di Indonesia sehingga menjadi
alternatif yang dipilih untuk melaksanakan praktek kerja. Sangatlah diyakini
bahwa sebagai industri yang berskala besar pastilah syarat dengan teknologi.
Selain itu, PT. Krakatau Steel dipercaya sebagai perusahaan yang menaruh
perhatian besar dalam bidang Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Hal yang telah
dilakukan adalah diterapkannya pelaksanaan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Lingkungan Hidup (K3LH) serta telah menyediakan APD bagi tenaga kerja maupun
orang lain yang berada di tempat kerja, pengadaan pos P3K, training K3, sarana
dan prasarana pengolahan limbah hasil industri.
Pabrik Besi Spon (PBS)
Pabrik besi spons menerapkan teknologi berbasis gas alam dengan proses Reduksi
langsung menggunakan teknologi Hyl dari Meksiko. Pabrik ini menghasilkan besi
spons (Fe) dari bahan mentahnya berupa biji besi pellet, dengan menggunakan gas
alam.
Pabrik besi spons
memiliki dua buah unit produksi dan menghasilkan 2.000.000 MT/tahun besi
sponge, yaitu:
a.
Hyl I (DRP I dan unit reformer DRP II)
Beroperasi sejak tahun 1979, proses tidak kontinyu (discharge. Unit ini
beropersi dengan menggunakan 4 modul batch process dimana setiap modulnya
mempunyai dua buah reaktor. Pada proses ini menggunakan proses reduksi langsung
dengan menggunakan gas alam yang diproses dengan reformer menjadi gas reduksi
sebelum direaksikan dengan bijih besi.
b.
b. Hyl III : Memulai operasinya pada
tahun 1994 dengan menggunakan 2-shafts continuous process. Besi spons yang
dihasilkan oleh pabrik ini memiliki keunggulan dibanding sumber lain terutama
disebabkan karena rendahnya kandungan residual. Sementara itu tingginya
kandungan karbon menyebabkan proses di dalam Electric Arc Furnace (EAF) menjadi
lebih efisien dan proses pembuatan baja menjadi lebih akurat. Sehingga hal
tersebut menjamin konsistensi kualitas produk baja. Besi spons yang berbentuk
butiran merupakan bahan baku utama pembuatan baja, yang nantinya di kirim
melalui unit Conveyor system ke dapur listrik di SSP I, SSP II dan BSP.
Divisi K3LH
(Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup) dipimpin oleh seorang
Manager. Dibawah Manager terdapat 4 (empat) Dinas Kerja yang dipimpin oleh
Superintendent yaitu :
a. Dinas Keselamatan
Kerja : bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan keselamatan kerja instalasi
berbahaya, proses dan sarana produksi, serta keselamatan kerja karyawan,
kontraktor, labour suplay, dan tamu perusahaan.
b. Dinas Hiperkes :
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan kesehatan tenaga kerja
secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
c. Dinas Laboratorium
Lingkungan : bertanggung jawab terhadap pemantauan, pengujian, penelitian
parameter lingkungan kerja dan lingkungan hidup.
d. Dinas Pengendalian
Lingkungan : bertanggung jawab atas pengawasan dan pengendalian pencemaran
lingkungan. Struktur organisasi divisi K3LH terlampir pada lampiran
2. Sebagai Divisi yang
menangani Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup. Divisi K3LH
bertanggungjawab dalam :
a. Menyusun dan
mengkoordinasikan pelaksanaan program K3LH.
b. Menetapkan norma
Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan Hidup.
Devisi K3LH
a. Pengelolaan
Lingkungan
1) Program Kerja
a) Pengelolaan limbah
industri.
b) Pengelolaan kualitas
limbah cair dan gas menurut baku mutu lingkungan.
c) Pencegahan,
pengendalian dan penilaian.
2) Sasaran Pencapaian
proper kategori biru menuju hijau. Adapun tingkatan proper dari rendah ke
tinggi adalah : Hitam, Merah, Biru, Hijau dan Emas.
b. Pencegahan dan
pengendalian kecelakaan kerja
1. Program Kerja
a) Peningkatan pengendalian
kondisi dan tindakan tidak aman.
b) Peningkatan
pengendalian risiko K3.
2. Sasaran Menurunkan
indeks kecelakaan kerja (IFR dan ISR) dibawah control line.
c. Pencegahan dan
pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK) serta peningkatan derajat kesehatan
karyawan.
1) Program Kerja
a) Peningkatan ergonomi
lingkungan fisik, higiene dan sanitasi tempat kerja.
b) Peningkatan kualitas
kesehatan kerja.
c) Implementasi program
K3LH bidang ergonomi dan kesehatan kerja.
d) Promosi K3 dan
lingkungan.
e) Peningkatan
pengetahuan kesehatan masyarakat industri.
2) Saran Menurunkan
angka mangkir sakit (FRS dan FRD) dibawah control line.
d. Peningkatan Komitmen
Manajemen K3 1) Program Kerja Peningkatan implementasi SMKS bidang ISO 14001,
SMK3 dan ISO 17025 bidang Laboratorium.
2) Sasaran Utama :
Mengendalikan CAR, Audit dan Eksternal.
e. Pembinaan K3 dan
Lingkungan Pembinaan K3 dan Lingkungan meliputi :
1) Promosi kesehatan.
2) Promosi K3LH.
3) Peningkatan
kompetensi.
4) Pembinaan stake
holder. Sasaran pembinaan adalah untuk meningkatkan kepedulian karyawan dan
manajemen unit kerja tentang penerapan K3LH di perusahaan.
f. Perizinan lingkungan
Sasaran Utama : Peningkatan pemenuhan peraturan bidang K3 di lingkungan perusahaan.
g. Implementasi 5R (Resik, Ringkas, Rapi, Rawat, Rajin).
h. Tugas lain Divisi K3LH, yaitu :
1) Pengendalian biaya.
2) Improvement terhadap
pengendalian K3LH.
3) Pelayanan K3LH.
4) Peningkatan
kompetensi jabatan K3LH.
5) Implementasi atau
penerapan manajemen mutu.
3. Kegiatan Pokok
Divisi K3LH Kegiatan Divisi K3LH yang telah disusun adalah :
a. Menyelenggarakan kegiatan pembinaan,
penelitian, pemantauan, pengujian dan pencegahan dalam bidang Keselamatan
Kerja, Kesehatan Kerja serta Pengendalian Lingkungan Industri.
b. Menyelenggarakan kegiatan penelitian dan
aplikasi pemanfaatan kembali (reduce), daur ulang (recycle) dan recovery limbah
industri.
c. Menyelenggarakan
kegiatan pemeriksaan dan uji ulang peralatan serta instalasi berbahaya di lingkungan
pabrik.
d. Mengembangkan dan
memelihara Sistem Manajemen Lingkungan (SML) dan ISO 14001 serta pengembangan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), serta ISO 17025.
4. Program Kerja Divisi K3LH
a. Meningkatkan Rona
lingkungan :
1) Pemantauan dan
analisis limbah
2) Pemantauan dan
analisis air permukaan
3) Pemantauan dan
analisis air tanah
4) Pemantauan kondisi
iklim
5) Pemantauan kondisi
debu daerah industri
6) Pemantauan kondisi
debu daerah perkampungan
7) Pemantauan kondisi
debu daerah perumahan
8) Pemantuan kondisi
kebisingan di tempat kerja dan perkampungan
9) Pemantauan kondisi
gas emisi
10) Pemantauan kondisi
gas ambient
11) Pemantauan kondisi
gas explosive
12) Penanganan oli bekas dan drum kosong
13) Evaluasi kondisi
kebersihan lingkungan kerja
14) Pengendalian limbah
B3 dan limbah non B3
b. Implementasi SML ISO
14001
1) Evaluasi progres
objektif ISO 14001
2) Evaluasi progres
pelatihan ISO 14001 dan TKTD (Tim Koordinasi Tanggap Darurat)
3) Evaluasi hasil
pemantauan dan pengukuran
4) Audit ISO 14001
5) Survailance ISO
14001
6) Tinjauan manajemen
c. Implementasi SMK3
1). Identifikasi risiko
dan potensi bahaya
2). Pendokumentasian
hasil identifikasi faktor dan potensi bahaya
3). Penilaian risiko
4). Pengendalian risiko
5). Program perbaikan
untuk evaluasi progress
d. Menurunkan Tingkat
Kekerapan Kecelakaan Kerja (IFR) dan Tingkat Keparahan Kecelakaan Kerja (ISR)
1) Pemeriksaan dan
pengujian crane
2) Pemeriksaan dan
pengujian ketel uap
3) Pemeriksaan dan
pengujian bejana bertekanan
4) Pemeriksaan dan
pengujian lift
5) Pengawasaan
instalasi listrik atau penyalur petir
6) Pemeriksaan botol
oksigen
7) Perpanjangan ijin
pemakaian zat radioaktif
8) Penyelenggaraan dan
evaluasi P2K3
9) Pembuatan Sistem
Ijin Kerja
10) Pelatihan
Keselamatan Kerja
11) Inspeksi tindakan
kondisi tidak aman
12) Investigasi dan
rekontruksi kecelakaan
13) Legalisasi Buku
Kerja Opertor Las dan Crane e. Meningkatkan pengetahuan/keterampilan TTD Pabrik
bidang P3K serta Mutu Pengujian Kesehatan Karyawan
1) Pelatihan P3K bagi
Satgas Medis Pabrik
2) Penyuluhan ISO 14001
bidang Kesehatan Kerja
3) Penyuluhan TTD
bidang Kesehatan Kerja
4) Penyusunan profil
Kesehatan Kerja pabrik
5) Penyusunan Standar
Pengujian Kesehatan
6) Pengujian Kesehatan
Berkala
7) Pemeriksaan
Audiometri karyawan
8) Pemeriksaan
Spirometri karyawan
f. Menyelesaikan
penelitian limbah padat industri (Sludge DRP, Batu gangue, Slurry CRM dan debu
EAF) hingga tahap layak produksi.
1) Pembuatan proposal
penelitian
2) Pelaksanaan kegiatan
penelititan
3) Pembuatan progres
kegiatan xlix
4) Evaluasi kegiatan
dan diskusi hasil
g. Kebijakan
Perlindungan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Krakatau Steel
secara aktif menggalakkan perlindungan lingkungan, keselamatan dan kesehatan
kerja dengan menerapkan SML dengan tujuan :
a. Berupaya untuk
menekan serendah mungkin dampak negatif terhadap lingkungan dengan
meminimalisasi limbah dan emisi serta penghematan energi dan sumber daya.
b. Berupaya
mengembangkan semaksimal mungkin dampak positif terhadap lingkungan dengan
meningkatakan pemanfaaatan dan daur ulang limbah.
c. Berupaya untuk
menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman dengan meminimalkan kecelakaan
dan gangguan kesehatan akibat kerja.
d. Melalui sistem ini
PT. Krakatau Steel akan berupaya untuk mencegah pencemaran dan perbaikan
lingkungan secara berkesinambungan.
e. PT. Krakatau Steel
akan berupaya mematuhi Peraturan dan Perundangan yang menyangkut Perlindungan
Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta menjaga hubungan baik dengan
pemerintah.
f. Setiap karyawan
bertanggung jawab menghindarkan pencemaran, menekan kecelakaan dan gangguan
kesehatan kerja.
5. Sistem Informasi dan
Komunikasi K3LH Komunikasi dan informasi tentang K3LH di unit kerja khususnya
dilingkungan Direktorat Produksi dilakukan dengan cara :
a. Rapat P2K3 pusat
tingkat manajemen diadakan 3 bulan sekali, dipimpin oleh Direktur Produksi,
serta rapat P2K3 tingkat sekretaris yang diadakan 1 bulan sekali. Agenda utama
rapat :
1) Kinerja K3LH unit
kerja (Rona lingkungan, IFR-ISR, FRS-FRD), kinerja mamajemen dan kinerja
lingkungan (Debu, tekanan panas, kebisingan, kondisi saluran pembuangan air
limbah dan kondisi air laut) serta kinerja manajemen (Progres kinerja K3),
progres closing CAR (Corecting Action Report), Progres NCR ( Non Conformance
Report).
2) Masalah K3LH yang
sedang trend dan solusi pencegahannya.
3) Hasil investigasi
kecelakaan kerja yang fatal. b. Rapat pemberian apresiasi pada unit produksi
yang mencapai target perusahaan yang dilaksanakan 1 bulan sekali yang dipimpin
langsung oleh Direktur Utama, salah satu agenda rapat tersebut adalah mengkomunikasikan
hasil K3 unit kerja.
c. Laporan bulanan
hasil pengawasan dan pemantauan K3LH setiap bulan oleh Divisi terkait.
d. Sosialisasi K3LH di
Pusdiklat maupun unit kerja.
e. Sidak gabungan K3LH
dan monitoring progres temuan.
f. Media pembinaan
langsung atau tidak langsung pada karyawan. Media pembinaan tidak langsung yang
digunakan di perusahaan yaitu : Rambu K3, poster, billboard, papan info K3,
buletin, spanduk, leaflet dan buku saku.
g. Reward and
Punishment
1) Pelanggaran APD
dikenakan sanksi pemotongan insentif. li
2) Pelanggaran kontrak
dikenakan sanksi penundaan pembayaran, potongan tagihan dan black list. 6.
Fasilitas Divisi K3LH
a. Laboratorium
lingkungan untuk menganalisis dan mengevaluasi kandungan unsur–unsur kimia,
fisika, biologi dari air limbah, gas dan debu serta padatan. Peralatan analisa
yang digunakan antara lain : Spektrofotometer, AAS, Reaktor, Oven, Furnace,
Coloni Counte, Rotator, Senterifuge, Autoclave, pH Meter, Conduktivimeter,
Sturer dan Hot Plate.
b. Peralatan sampling
atau monitor lingkungan seperti peralatan sampling udara (gas dan debu), air
limbah, tekanan panas, kebisingan, iklim atau klimatologi (suhu, kelembaban dan
cahaya matahari).
c. Perlengkapan medis
Kesehatan Kerja (Audiometer, Sound Level Meter, Noise Dosi Meter, Spirometer,
Antropometer.
d. Peralatan untuk
pengujian instalasi berbahaya, seperti pengujian crane, boiler dan bejana
tekan, intalasi gas, intalasi listrik, radioaktif dan petir dll. 7. Peningkatan
Sumber Daya Manusia Divisi K3LH berupaya untuk mengembangkan SDM, melalui
kegiatan - kegiatan sebagai berikut :
a Program-program
pendidikan dan latihan baik di lingkungan PT Krakatau Steel (In House Training)
maupun diluar PT Krakatau Steel (Outside Training) yang berhubungan dengan
pekerjaannya atau bidang keahliannya.
b Meningkatkan
mobilitas dan fleksibilitas karyawan untuk meningkatkan utilitas karyawan
sesuai dengan tuntutan pekerjaan.
c Ketentuan pelaksanaan tentang Keselamatam
dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan Hidup ditetapkan dengan surat keputusan
Direksi.
D. Keselamatan Kerja
1. Sistem Pengelolaan
Keselamatan Kerja Sistem pengelolaan keselamatan kerja di PT. Krakatau Steel
yang dilaksanakan meliputi:
a. Pengendalian kondisi
dan tindakan tidak aman Pada kegiatan pengendalian kondisi dan tindakan tidak
aman, dilakukan dengan adanya pengawasan dan perbaikan kondisi dan tindakan
tidak aman. Program kerja yang dilaksanakan antara lain:
1) Inspeksi dan
pengawasan tindakan tidak aman (TTA) dan kondisi tidak aman (KTA). Inspeksi
dilakukan setiap 1 minggu sekali oleh seluruh engineer keselamatan kerja yang
bertanggung jawab pada masing-masing plant.
2) Pengawasan pekerjaan
berbahaya, bersifat insidental, dilakukan pada saat melakukan pekerjaan
berbahaya yang biasanya dilakukan oleh pihak eksternal seperti pembersihan
tangki tertutup (confine space), pengelasan dan lain-lain.
b. Pengawasan,
pengujian dan perizinan peralatan berbahaya Kegiatan pengawasan, pengujian dan
perizinan peralatan berbahaya ini meliputi:
1) Pengawasan peralatan
berbahaya:
Pengawasan dilakukan
secara berkala atau insidental dan berkelanjutan dengan melakukan inspeksi
lapangan, pengamatan dan pengukuran serta pencatatan dan laporan atau berita
acara serta dilakukannya audit. Pengawasan peralatan berbahaya meliputi:
a) Pengawasan crane,
lift dan conveyor. Pengawasan dilakukan secara menyeluruh setiap 1 tahun
sekali, yang dilakukan oleh pihak internal.
b) Pengawasan
pemanfaatan zat radioaktif Pengawasan pemanfaatan zat radioaktif terdiri dari:
(1) Pengawasan rutin
Pengawasan atau pemantauan rutin dilakukan setiap 1 bulan sekali tiap pabrik.
Pengawasan ini meliputi pengawasan keberadaan sumber radioaktif, pemantuan
besarnya paparan sinar radioaktif di medan radiasi, pengawasan terhadap
pemakaian film badge bagi tenaga kerja yang bekerja di tempat yang memiliki
jarak dekat dengan instalasi radioatif dan pengawasan kelengkapan penunjang
keselamatan radioaktif (rambu tanda bahaya radioaktif dan lampu peringatan
bahaya radioaktif).
(2) Pengawasan
insidental Pengawasan insidental ini dilakukan pada saat dilakukan perawatan
atau perbaikan instalasi radioaktif.
PEMBAHASAN
PERMASALAHAN
3.1 kejadian dan penyebab kejadiannya

Pabrik baja patungan Indonesia dan Korea, PT Krakatau
Steel-Posco(KP) di Jalan Raya Anyer,
Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Banten meledak pada Senin 15 Desember pukul
13.00 WIB. Akibat ledakan tersebut, 7 karyawan mengalami luka bakar.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Cilegon, terdapat korban luka bakar hingga 90 persen dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta.
"Yudha terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Pertamina, ia mengalami luka bakar hingga 90 persen. Saat ini yang tersisa 3 orang di Rumah Sakit Krakatau Medika," kata penyidik dari Disnaker Cilegon Rachmatullah, Selasa (16/12/2014).
Yudha mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya, mulai dari muka, lengan, dan badan. Sedangkan yang mendapatkan perawatan di klinik perusahaan, adalah mereka yang sesak napas menghirup asap kimia ledakan perusahaan baja patungan yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013 itu.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Cilegon, terdapat korban luka bakar hingga 90 persen dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta.
"Yudha terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Pertamina, ia mengalami luka bakar hingga 90 persen. Saat ini yang tersisa 3 orang di Rumah Sakit Krakatau Medika," kata penyidik dari Disnaker Cilegon Rachmatullah, Selasa (16/12/2014).
Yudha mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya, mulai dari muka, lengan, dan badan. Sedangkan yang mendapatkan perawatan di klinik perusahaan, adalah mereka yang sesak napas menghirup asap kimia ledakan perusahaan baja patungan yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013 itu.
Rachmatullah
mengatakan, luka bakar yang dialami karyawan karena mereka terkena percikan
baja cair sehingga menghanguskan pakaian kerja dan membakar kulit.
"Korban mengalami luka serius akibat percikan baja cair sehingga mengalami luka bakar di kaki dan tangan," kata Rachmatullah.
"Korban mengalami luka serius akibat percikan baja cair sehingga mengalami luka bakar di kaki dan tangan," kata Rachmatullah.
Berikut
daftar 7 korban yang mengalami luka akibat ledakan PT Krakatau-Posco yang
dikeluarkan pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon: M Rejeki Febriansyah
(24), Chairul Jaman (20), Endi Rohendi (20), Heri Kriswanto (20), Yudha (20),
Delani (28), dan Sofyan (25).
Akibat ledakan yang suara nya terdengar hingga Pelabuhan Merak, Kota Cilegon tersebut, membuat kerusakan serius pada bangunan areal Steel Making Plant (SMP) mengalami kerusakan yang serius, terutama pada dinding sejumlah bangunan.
Guna menindaklanjuti penyelidikan meledaknya pabrik baja patungan antara Indonesia dengan Korea tersebut, Polisi Resort (Polres) Cilegon segera melakukan penyelidikan di lokasi kejadian, namun terhalang karena belum amannya lokasi ledakan.
Guna mengantisipasi hal yang tidak di inginkan, aparat kepolisian tetap berjaga di lokasi kejadian hingga benar-benar dirasa aman.
Akibat ledakan yang suara nya terdengar hingga Pelabuhan Merak, Kota Cilegon tersebut, membuat kerusakan serius pada bangunan areal Steel Making Plant (SMP) mengalami kerusakan yang serius, terutama pada dinding sejumlah bangunan.
Guna menindaklanjuti penyelidikan meledaknya pabrik baja patungan antara Indonesia dengan Korea tersebut, Polisi Resort (Polres) Cilegon segera melakukan penyelidikan di lokasi kejadian, namun terhalang karena belum amannya lokasi ledakan.
Guna mengantisipasi hal yang tidak di inginkan, aparat kepolisian tetap berjaga di lokasi kejadian hingga benar-benar dirasa aman.
Corporate
Secretary PT Krakatau-Posco, Christiawaty Ferani Kaseger mengatakan, ledakanterjadi di area Steel Making Plant (SMP), tempat proses
pengolahan dari besi cair menjadi baja cair. Peristiwa itu berawal di areal SMP
saat mesin pabrik tengah beroperasi menuangkan besi cair.
"Kejadian berawal pada saat penuangan besi cair dari ladle ke converter, tempat menaruh besi cair yang akan dituangkan ke converter. Biasanya nggak apa-apa," kata Corporate Secretary PTKrakatau-Posco, Christiawaty Ferani Kaseger di Cilegon, Banten, Senin 15 Desember 2014. (Mut)
"Kejadian berawal pada saat penuangan besi cair dari ladle ke converter, tempat menaruh besi cair yang akan dituangkan ke converter. Biasanya nggak apa-apa," kata Corporate Secretary PTKrakatau-Posco, Christiawaty Ferani Kaseger di Cilegon, Banten, Senin 15 Desember 2014. (Mut)
Akibat ledakan di pabrik pengolahan besi
PT Krakatau Pohang Steel Company (K-Posco), Kota Cilegon, Senin (15/12), sekira
pukul 13.15 WIB sudah tujuh karyawan mengalami luka bakar serius dan
harus menjalani perawatan.
Manajemen PT Krakatau Posco menyebutkan
peristiwa di areal Steel Making Plant (SMP) ini disebabkan pengolahan
besi cair menjadi baja air terkena tumpahan air yang belum diketahui asal
usulnya.
“Kejadian berawal pada saat penuangan
besi cair dari ladle ke converter, tempat menaruh besi cair yang akan
dituangkan ke converter. Biasanya gak apa-apa,” ungkap Corporate Secretary PT
Krakatau Posco, Christiawaty Ferania Kaseger kepada wartawan.
Akibat dari peristiwa yang sempat
menimbulkan ledakan keras disertai kabut asap tebal berwarna pekat itu, kata
dia, tujuh orang pegawai mengalami luka serius. “Tidak ada korban jiwa. Dua
orang mengalami luka bakar, yang parah itu langsung kami rujuk ke RSKM (Rumah
Sakit Krakatau Medika-red). Sementara yang luka ringan, seperti kena percikan,
sesak, shock, itu ditangani di klinik kita,” tambahnya.
Penyidik Ketenagakerjaan dari Dinas
Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon, Rachmatullah, menyebutkan pada saat kejadian
ketujuh korban itu tengah berada di dalam areal pabrik pada saat ledakan itu
terjadi.
“Dari ketujuh korban itu, dua
diantaranya adalah pekerja sub kontraktor dari Krakatau Posco, sedangkan lima
orang lainnya adalah operator converter, pegawai Krakatau Posco,” ungkapnya.
(haryono)
Ledakan di PT
Krakatau Posco pada 15 Desember, menambah daftar korban akibat kecelakaan kerja
di perusahaan tersebut. Selama 2014, sudah 34 karyawan yang menjadi korban.
Ledakan pada 15 Desember, terjadi di area Steel Making Plant, menyebabkan tujuh orang mengalami luka bakar.
Ledakan pada 15 Desember, terjadi di area Steel Making Plant, menyebabkan tujuh orang mengalami luka bakar.
Sementara itu,
Penyidik Ketenagakerjaan Disnaker Pemerintah Kota Cilegon, Rachmatullah mengatakan,
pihaknya tidak mencatat secara detail setiap peristiwa yang terjadi di PT.
Krakatau Posko.
"Jumlah itu adalah data kasus yang berdampak pada korban tenaga kerja saja, karena itu yang kami tangani," kata Rachmatullah, saat dihubungi, Kamis (18/12/2014).
Menurutnya, pegawai sub kontraktor PT Krakatau Posco juga banyak yang jadi korban kecelakaan kerja. "Yang terjadi pada sub kontraktornya juga banyak. Kami harus memilahnya dulu," ujar dia.
"Jumlah itu adalah data kasus yang berdampak pada korban tenaga kerja saja, karena itu yang kami tangani," kata Rachmatullah, saat dihubungi, Kamis (18/12/2014).
Menurutnya, pegawai sub kontraktor PT Krakatau Posco juga banyak yang jadi korban kecelakaan kerja. "Yang terjadi pada sub kontraktornya juga banyak. Kami harus memilahnya dulu," ujar dia.
Berikut daftar 7 korban yang mengalami
luka akibat ledakan PT Krakatau-Posco yang dikeluarkan pihak Dinas Tenaga Kerja
(Disnaker) Cilegon: M Rejeki Febriansyah (24), Chairul Jaman (20), Endi Rohendi
(20), Heri Kriswanto (20), Yudha (20), Delani (28), dan Sofyan (25).

3.2
Pendapatan Neto
Perseroan tahun 2013 mengalami penurunan menjadi US$2.084,45 juta atau turun
sebesar 8,87% dibanding tahun sebelumnya yaitu US$2.287,45 juta. Penurunan
pendapatan ini diikuti oleh turunnya beban pokok pendapatan dalam jumlah yang
lebih rendah yaitu turun sebesar 8,14% dari US$2.165,02 juta menjadi
US$1.988,83 juta, sehingga laba bruto yang dihasilkan turun sebesar 21,89%
menjadi US$95,62 juta. Beban penjualan turun 5,12% dari US$42,46 juta pada
tahun 2012 menjadi US$40,29 juta pada tahun 2013 dan beban umum dan
administrasi turun 9,67% dari US$105,41 juta pada tahun 2012 menjadi US$95,22
juta pada tahun 2013, sementara beban lain-lain naik sebesar US$1,01 juta
menjadi US$5,10 juta. Penurunan beban-beban adalah dampak dari
tindakan-tindakan efisiensi yang dilakukan Perseroan. Sedangkan pendapatan lain
yang terdiri dari penjualan limbah produksi, laba pengalihan aset tetap dan
pendapatan lainnya, secara keseluruhan turun 3,43% dibanding tahun 2012 menjadi
US$43,92 juta yang terutama disebabkan oleh turunnya penjualan limbah produksi
sebesar 62,54% menjadi US$3,61 juta. Sedangkan untuk laba pengalihan aset tetap
dan pendapatan lainnya masing-masing naik 75,03% dan 0,53% menjadi US$12,22
juta dan US$28,09 juta. Laba/(rugi) operasi yang dihasilkan pada tahun ini
mengalami penurunan, dari Laba US$15,9 juta pada tahun 2012 menjadi rugi
US$(1,07) juta pada tahun 2013, dan Rugi sebelum beban (manfaat) pajak turun
dari rugi US$15,47 juta menjadi rugi US$14,75 juta. Kerugian sebelum beban
(manfaat) pajak pada tahun ini terjadi karena kenaikan bagian rugi dari entitas
asosiasi dari semula US$5,43 juta pada tahun 2012, meningkat menjadi US$12,29
juta. Kerugian terbesar yaitu sebesar US$11,49 juta berasal dari kerugian PT
Krakatau Posco yang masih berada pada tahap pra operasi. Rugi tahun berjalan
adalah sebesar US$13,6 juta, turun dari kerugian tahun lalu sebesar US$19,56
juta. Selain oleh rugi sebelum beban (manfaat) pajak yang mengecil, penurunan
pada pajak kini dan pajak tangguhan menyebabkan rugi tahun berjalan lebih
rendah dari tahun sebelumnya. Dengan memperhitungkan adanya selisih kurs karena
penjabaran laporan keuangan entitas anak, maka total rugi komprehensif tahun
berjalan mencapai US$63,92 juta.
Sebagai Kerangka
Kerja (Framework) penerapan manajemen risiko, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
telah menetapkan manual implementasi manajemen risiko yang disusun mengacu pada
standar Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission (COSO)
dan saat ini diupayakan untuk implementasi Manajemen Risiko sesuai standar
ISO31000. Tahap sosialisasi telah dilakukan terhadap karyawan level manajerial
melalui pelatihan in house, seminar internal, mentoring implementasi,
sosialisasi melalui media intranet dan lainnya. Untuk melengkapi
implementasinya di lapangan, telah disusun buku saku penerapan manajemen risiko
yang didistribusikan kepada jajaran pimpinan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
mulai tingkat Superintendent ke atas atau Key Person yang diberikan wewenang
untuk mengelola Manajemen Risiko di unit kerja. Risik adalah suatu potensi
kejadian yang berpengaruh negatif terhadap pencapaian visi, misi, sasaran dan
target Perseroan maupun unit organisasi. Manajemen Risiko adalah upaya untuk
meminimalkan pengaruh negatif dari berbagai sumber risiko yang dihadapi dalam
kegiatan bisnis agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal. Divisi
GCG & Manajemen Risiko Perseroan bertanggung jawab untuk memfasilitasi
penerapan analisis dan pengendalian risiko yang dilakukan di seluruh unit
organisasi serta memantau bahwa analisis dan pengendalian risiko di
masing-masing unit kerja telah dilakukan dengan efektif, efisien dan konsisten.
Agar pelaksanaan implementasi manajemen Risiko di Perseroan berjalan sesuai standard
kebijakan Divisi GCG&RM, maka telah diatur dalam Work Instruction (WI)
yakni: WI Analisis dan Pengendalian Risiko, WI Monitoring dan WI Pelaporan
Risiko. Untuk mendukung pelaksanaan manajemen Risiko di seluruh unit kerja,
maka Divisi GCG & RM sebagai unit pengelola risiko perusahaan telah
menyediakan infrastruktur sebagai sarana bimbingan/pelatihan, sosialisasi serta
mentoring dengan kompetensi Instruktur yang cukup memadai. Sampai saat ini,
telah teridentifikasi sebanyak 617 risiko yang teregistrasi di seluruh unit
kerja. Seluruh risiko yang teridentifikasi tersebut telah tersistem dalam
database risiko yang ada dalam Sistem Informasi Manajemen Risiko (SIMARIS) PT
Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Pada tahun 2009,
Perseroan menggabungkan fungsi GCG dan Risk Management ke dalam satu divisi
struktural, yaitu Divisi GCG & Risk Management. Penggabungan kedua fungsi
tersebut semakin mengintegrasikan penerapan manajemen risiko sebagai salah satu
pilar penting praktik Good Corporate Governance Perseroan. Penerapan manajemen
risiko di Perseroan antara lain melalui kegiatan:
• Sosialisasi
penerapan manajemen risiko telah dilakukan baik di Internal Perseroan, ataupun
di anak perusahaan Grup PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Dengan tujuan dapat
lebih bersinergi dalam penerapan manajemen risiko di lingkungan Grup PT
Krakatau Steel (Persero) Tbk. Untuk itu, secara berkala dilakukan pertemuan
bulanan forum GCG Risk Management FMR-KSG.
• Analisis
risiko unit kerja yang terintegrasi menjadi representasi pelaporan Risiko
Perseroan dan sebagai dasar pengambilan keputusan strategis bagi Jajaran
Manajemen yang dituangkan dalam materi RKAP tahunan.
• Mentoring penyusunan analisis risiko dengan
prioritas pada kegiatan utama proses bisnis Perseroan.
• Pembuatan
database risiko Perseroan (Sistem Informasi Manajemen Risiko PTKS – SIMARIS)
Berbasis Web dan telah di resmikan pada tgl.19 Nov 2013 oleh Direktur SDM &
Umum di Hotel Permata Cilegon.
• Analisis
risiko pada proyek-proyek strategis perusahaan dan anak perusahaan.
• Analisis
risiko spot terkait dengan kondisi aktual di unit unit kerja antara lain
Revitalisasi dll.
• Analisis
risiko mengenai aspek lingkungan, kesehatan dan kesehatan kerja.
• Menerapkan Integrated Management System
(IMS) dengan cara melengkapi Key Performance Indikator (KPI) Sasaran Kerja Unit
dengan Key Risk Indicator (KRI) dalam rangka memitigasi pencapaian kinerja.
Risiko bisnis
yang dihadapi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. sebagai perusahaan baja terpadu
diklasifikasikan ke dalam empat jenis risiko, yaitu:
1. Risiko
Strategis, yaitu risiko-risiko yang bersifat strategis bagi pengembangan
perusahaan, seperti: pengembangan teknologi, kebijakan pemerintah, rencana
investasi, pengembangan produk baru, dan lain-lain.
2. Risiko
Operasional, yaitu risiko yang terjadi akibat kegagalan atau tidak memadainya
proses pengendalian mutu proses bisnis.
3. Risiko
Finansial, yaitu risiko yang secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan
kerugian dalam bidang keuangan.
4. Risiko Lingkungan, yaitu risiko yang
berdampak pada kerusakan lingkungan, pencemaran lingkungan, gangguan sosial
kemasyarakatan, reputasi perusahaan, dan lain-lain.
3.4


PT.Krakatau Steel Merupakan perusahaan BUMN yang bergerak didalam bidang pengolahan baja, terletak di di Kota Cilegon, dimana sebelah utara
terdapat pelabuhan Merak yang mana memudahkan akses penyaluran baja
dan penerimaan bahan baku baik dari dalam negeri maupun luar. berdiri pada tanggal
31 gustus 1970 .















Pengendalian
Risiko Penilaian risiko K3 ditetapkan berdasarkan perhitungan (Konsekuensi X
Sifat pemajanan X Kemungkinan terjadi bahaya) tetapi hasil penilaian risiko
tersebut tidak dapat ditampilkan. Pengendalian risiko faktor dan potensi bahaya
dalam tabel 1. dibaca sesuai dengan nomor urut sebagai berikut :
1. Pembinaan
Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)
2. Alat
Pelindung Diri (APD)
3. Prosedur (SMKS, SOP/ WI/ TSE, Manual
Operasi, MSDS)
4. Inspeksi/ Pengawasan K3
5. Gizi kerja
(makanan tambahan, Air minum)
6. Pengujian
Kesehatan (GCU, Audiometri, Spirometri dan pemeriksaan kesehatan khusus
lainnya)
7. Fasilitas P3K
Bersambung Sambungan xciii
8. Higiena dan
Sanitasi lingkungan
9. APAR/ APK, Hydrant, Instalasi pemadam
kebakaran
10. Rambu K3
(Safety Sign)
11. Monitoring Lingkungan
12. Danger Tag
(Tag Out)
13. Ergonomi
14. Pengaturan
Kerja & Istirahat , isolasi pekerja di Control Room/ ruangan
15. Breathing
Apparatus (BA) dan fasilitas evakuasi
16. Pelatihan
(SMK3, TTD, Sertifikasi, Kesehatan Kerja)
17. Pembatasan
Akses
18. Pengendalian
teknis (Eliminasi, Subtitusi, Ventilasi, Automatisasi, Perbaikan lingkungan
kerja/ Sarana Kerja dll)
3. Program
Perbaikan K3 dan Lingkungan Dalam pembuatan program K3 Staf Divisi K3LH
mempersiapkan bahan program perbaikan K3 sesuai prosedur TLC-03. Bahan program
perbaikan lingkungan disusun dengan mengevaluasi kesesuaian antara dokumen
registrasi K3 dengan:
a. Program tahun
sebelumnya yang belum selesai.
b. Kebijakan
perusahaan.
c. Kepatuhan
terhadap peraturan perundangan.
d. Hasil proper
dan kepatuhan peraturan perundangan. xciv Rencana perbaikan K3 akan digabungkan
dengan rencana perbaikan lingkungan menjadi dokumen rencana perbaikan K3 dan
lingkungan setelah melalui pengesahan oleh Direktur Utama PT Krakatau Steel.
Berikut ini
adalah program perbaikan K3 di SSP II pada tahun 2008:
a. Perlengkapan penunjang keselamatan kerja
Program perbaikan ini dibuat berdasarkan hasil identifikasi potensi bahaya di
CCM yaitu adanya potensi bahaya terkena percikan baja cair. Program perbaikan
yang dibuat adalah sebagai berikut: Distribusi Sasaran Jangka Pendek: Pembuatan
pagar pengaman untuk plateform di area kerja CCM, karena sering dibuka bila
mesin problem.
2. Program Pembuatan Pagar Pengaman. (Sumber:
Data Sekunder) Program Detai Program Batas Waktu Penanggung Jawab
1 Pengadaan
material, slab, plate & billet (60%) April 2008 Dinas Pengecoran
1
Pemasangan
pagar pengaman (30%) Juni 2008 Kasie Pengecoran
2
3
Evaluasi hasil (10%) Juli 2008 Plant Inspector & Kasie Pengecoran
Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari
masing-masing tahap program perbaikan.
3
.
Kesehatan kerja Program perbaikan kesehatan kerja dibuat berdasarkan
identifikasi faktor bahaya ditempat kerja yang dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja serta potensi bahaya yang menimbulkan kecelakaan kerja dan dapat
meningkatkan xcv angka mangkir kerja dan absenteisme. Program kerja yang dibuat
sebagai berikut:
1)
Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term obyektif Description: Mengendalikan
Angka Mangkir Sakit Karyawan
2) Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term
Target Description: Pengendalian Kinerja Mangkir Sakit Karyawan Dengan Tren
Tahun 2007 diatas Control Line Tabel 3. Program Pengendalian Kinerja Mangkir
Sakit Karyawan. (Sumber: Data Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil
Batas Waktu/ Deadline Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (5%) Januari
2008 Dinas Hyperkes 2 Identifikasi Karyawan Mangkir Sakit & Sakit
Berkepanjangan (5%) Januari 2008 Dinas Hyperkes 3 Anamnesa & Observasi
(10%) Pebruari-April 2008 Dinas Hyperkes 4 Evaluasi Kesehatan Berkala (24%)
April-Nopember 2008 Dinas Hyperkes 5 Promosi Kesehatan (27%) April-Desember
2008 Dinas Hyperkes 6 Monitoring Kesehatan & Absensi Sakit (24%)
Januari-Desember 2008 Dinas Hyperkes 7 Evaluasi ( 5%) Desember 2008 Dinas
Hyperkes Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan
bobot dari masing-masing tahap program perbaikan.
c.
Kebisingan Program perbaikan lingkungan kerja dibuat berdasarkan identifikasi
faktor bahaya ditempat kerja yaitu kebisingan yang dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja (ketulian). Program kerja yang dibuat sebagai berikut: xcvi
1)
Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term obyektif Description: Perlindungan
Resiko Ketulian Akibat Kerja
2)
Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term Target Description: Program
Konservasi Pendengaran III Program Perlindungan Resiko Ketulian Akibat Kerja
(Sumber: Data Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil Batas Waktu/
Deadline Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (5 %) Pebruari 2008 Dinas
Hyperkes 2 Observasi dan Pengukuran Kebisingan & Pemajanan (20%) Maret-Juni
2008 Dinas Hyperkes & Plant Inspektor 3 Analiasa SPL, Dose, TWA, Leq
Pemajanan Bising (20 %) Juli-Agustus 2008 Dinas Hyperkes 4 Promosi Kesehatan
(40 %) April-Nopember 2008 Dinas Hyperkes & Training Koordinator 5
Pembuatan Baseline Audiometri (10%) NopemberDesember 2008 Dinas Hyperkes 6
Evaluasi ( 5 %) Desember 2008 Dinas Hyperkes Keterangan : untuk prosentase pada
kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap program
perbaikan. d. Ergonomi Program perbaikan lingkungan kerja dibuat berdasarkan
identifikasi faktor bahaya di tempat kerja yaitu ergonomi yang dapat
menimbulkan kelelahan kerja dan penurunan produktivitas kerja. Program kerja yang
dibuat sebagai berikut:
1) Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term
obyektif Description: xcvii Perbaikan Ergonomi Fisik Crane
2)
Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term Target Description: Profil Ergonomi
Fisik Kabin Crane. Program Perbaikan Ergonomi Fisik Crane (Sumber: Data
Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil Batas Waktu/ Deadline
Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (10%) Pebruari 2008 Dinas Hyperkes
2 Observasi & Pengukuran Fisik Kabin Crane (15%) Maret - Mei 2008 Plant
& Dinas Hyperkes 3 Pengukuran Antrophometri (15 %) Maret – Mei 2008 Plant
& Dinas Hyperkes 4 Observasi, Anamnesa & Pemeriksaan Kesehatan Operator
Crane (45%) Maret - Nopember 2008 Dinas Hyperkes 5 Evaluasi Hasil Observasi dan
Pemeriksaan Kesehatan (15%) Desember 2008 Dinas Hyperkes Keterangan : untuk
prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap
program perbaikan. xcviii BAB IV PEMBAHASAN A. Keselamatan Kerja Sistem
pengelolaan keselamatan kerja di PT Krakatau Steel dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku, yaitu sebagai berikut:
1.
Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman Kegiatan ini dilaksanakan untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif bagi tenaga kerja.
Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman dilaksanakan berdasarkan
Undang-Undang No. 1 ahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat a yaitu
mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2.
Pengawasan, pengujian dan perizinan peralatan berbahaya: a. Crane, lift dan
conveyor Pengawasan pesawat angkat-angkut merupakan tanggung jawab ahli K3
pesawat angkat-angkut, sehingga pengawasan dapat dilakukan secara optimal.
Pengawasan dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang terkait. Pesawat
angkat-angkut yang digunakan di PT Krakatau Steel sudah melalui sertifikasi
oleh DEPNAKER (Departemen Tenaga Kerja). Pemeriksaan dan pengujian crane serta
tahap sertifikasi pesawat angkatangkut dilaksanakan berdasarkan Permenaker No.5
tahun 1985 tentang Pesawat Angkat-Angkut, pada pasal 135 tentang pengesahan
atau serifikasi pesawat angkat-angkut serta pasal 138 tentang pemeriksaan dan
pengujian
pesawat angkat-angkut. Seluruh operator pesawat angkat-angkut telah memiliki
Surat Izin Operator (SIO) dari DEPNAKER atau DISNAKER (Dinas Tenaga Kerja)
setempat. b. Boiler Pengawasan boiler merupakan tanggung jawab ahli K3 boiler,
sehingga pengawasan boiler dapat dilaksanakan secara optimal karena ditangani
oleh ahlinya. Pengawasan dilakukan berdasarkan Peraturan Uap tahun 1930 dan
Undang-Undang Uap tahun 1930. Didalam Peraturan Uap tahun 1930 disebutkan bahwa
pemeriksaan dan pengujian sekurang-kurangnya 2 tahun sekali, sedangkan
pemeriksaan boiler di PT Krakatau Steel dilakukan setahun sekali. Hal ini
dilakukan agar perubahan-perubahan pada bagian ketel uap (pipa) serta adanya
zat-zat di dalam ketel uap dapat diketahui secara lebih dini. c. Bejana Tekan
Pengawasan bejana tekan juga merupakan tanggung jawab ahli K3 boiler.
Pengawasan dilakukan berdasarkan Permenaker No. 1 tahun 1982 tentang Bejana
Tekan. Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan bejana tekan
sekurang-kurangnya dilakukan 5 tahun sekali, sedangkan di PT Krakatau Steel
pemeriksaan bejana tekan dilakukan 3 tahun sekali sebagai tindakan preventif
serta bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan struktur bejana tekan. c d.
Pemanfaatan zat radioaktif Pengawasan dan pemantauan merupakan tanggung jawab
ahli K3 radiasi, segala yang berkaitan dengan K3 radiasi dapat ditangani oleh
ahlinya. Selain itu pemanfaatan sumber radiasi juga mendapat pengawasan dari
Badan Pengawasa Tenaga Nuklir (BAPETEN). Pengawasan dan pemantauan pemanfaatan
zat radioaktif dilaksanakan sesuai UndangUndang No. 10 tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran. Sedangkan perijinan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan
berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 64 tahun 2000 tentang Perizinan
Pemanfaatan Tenaga Nuklir. 3. Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja
Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja dilaksanakan sebagai perwujudan
Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 9 ayat 3 bahwa
“Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang
berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian
pertolongan pertama pada kecelakaan”. 4. Pengadaan APD Penerapan K3 yang telah
berjalan dengan baik dapat dilihat dari penyediaan APD secara cuma-cuma bagi
karyawan PT Krakatau Steel. Pengadaan APD bagi tenaga kerja dilaksanakan
berdasarkan SK Direksi No. 64/Ci/DU-KS/Kpts/2003 tentang Pemberian dan
Penggunaan Alat dan ci Keselamatan Kerja. Pengadaan alat pelindung diri bagi
tenaga kerja PT. Krakatau steel juga berdasarkan pada pelaksanaan UU No. 1
tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pada pasal 9 ayat 1 sub b dinyatakan
bahwa “Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang semua pengaman dan lat perlindungan yang diharuskan di tempat kerja”.
Sedangkan pada pasal 9 ayat 1 huruf c menyatakan bahwa “Pengurus diwajibkan menunjukkan
dan menjelaskan tentang alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang
bersangkutan”. Dan pada pasal 14 huruf c bahwa “Pengurus diwajibkan menyediakan
secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja
yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja”.
Selain menggunakan peraturan perundangan sebagai parameter kinerjanya, Dinas
Keselamatan Kerja juga menggunakan nilai IFR (Injury Frequency Rate) dan ISR
(Injury Saferety Rate). Nilai IFR dan ISR pada tahun 2008 mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya, hal ini menunjukkan kinerja Dinas Keselamatan Kerja
mengalami peningkatan dan penerapan keselamatan kerja sudah berjalan dengan
baik. B. Kesehatan Kerja Penyelenggaraan perlindungan kesehatan kerja merupakan
tanggung jawab Dinas Hiperkes yang dilakukan secara promotif, preventif,
kuratif dan cii rehabilitatif. Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Hiperkes
dibantu oleh paramedis yaitu 4 perawat yang bekerja secara shift sehingga dinas
hiperkes mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Kegiatan pelayanan kesehatan
di PT Krakatau Steel telah mengacu pada norma-norma perundangan sebagai
berikut: 1. UU No 1 Tahun 1970 pasal 8 ayat 1 dan 2 a) Ayat 1 : Pengurus
diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipndahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan upadanya. b) Ayat 2 : Pengurus diwajibkan memeriksakan
semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter
yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur. 2. Permenakertrans
No 2/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan
keselamatan kerja sesuai dengan pasal 3,4, dan 5. 3. Permenakertrans No
3/MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan kepada tenaga kerja, sesuai dengan pasal
2, yaitu :
a) Pemeriksaan
kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala, dan pemeriksaan khusus.
b) Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian
pekerjaan terhadap tenaga kerja.
c) Pembinaan dan pengawasan terhadap
lingkungan kerja.
d) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan
seni-tair.
e) Pembinaan dan
pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja.
f) Pencegahan
dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja.
g) Pertolongan pada kecelakaan.
h) Pendidikan
kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk pengurus P3K.
i) Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan
pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi
serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja.
j) Membantu
usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
k) Pembinaan dan
pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam
kesehatannya.
l) Memberikan
laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus. 4.
Permenakertrans No 01/MEN/1981 tentang kewajiban lapor penyakit akibat kerja.
Perbaikan sanitasi lingkungan dilakukan dengan monitoring lingkungan
(industrial higiene) yang dilakukan setiap 1 bulan sekali oleh Dinas Hiperkes.
Monitoring lingkungan meliputi sanitasi toilet, kantin dan air minum. Hasil
dari monitoring ini dijadikan sebagai acuan untuk penyusunan program perbaikan
sanitasi lingkungan. Perbaikan lingkungan kerja dilakukan berdasarkan
pemantauan lingkungan kerja dan pengukuran-pengukuran faktor bahaya di
lingkungan kerja yang civ dilaksanakan oleh dinas hiperkes. Perbaikan
lingkungan kerja juga dilakukan dengan diterapkannya 5R yaitu resik, ringkas,
rapi, rawat, rajin. Penerapan 5R di PT Krakatau Steel sudah berjalan dengan
baik. Salah satu cara untuk meningkatkan penerapan 5R, PT Krakatau Steel
mengadakan lomba 5R setiap bulan K3 sehingga tiap-tiap divisi berlomba-lomba
untuk meningkatkan penerapan 5R. Pemenuhan gizi karyawan dinyatakan dengan
pengadaan kantin perusahaan. Setiap divisi di PT. Krakatau Steel juga telah
menyediakan menu berimbang 4 sehat 5 sempurna, serta tempat yang bersih pada
lantai, langit-langit, perlatan memasak dan makan maupun dapur yang sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Lampiran III tentang persyaratan higene dan
sanitasi lokasi, bangunan dan fasilitas. Sumber air bersih yang digunakan untuk
memasak dan mencuci perabotan menggunakan air dari PT Krakatau Tirta yang telah
memenuhi baku mutu air bersih. Sedangkan air minum untuk karyawan disediakan
oleh perusahaan yang bekerjasama dengan PT Quelle. Air minum ini telah diuji
kemurniannya oleh Dinas Hiperkes dan aman untuk dikonsumsi. Parameter kinerja
Dinas Hiperkes adalah nilai FRS (Frequency Rate of Spells) dan FRD (Frequency
Rate of Day). Nilai FRS dan FRD pada tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa kinerja Dinas Hiperkes mengalami
peningkatan dan penerapannya sudah baik. cv C. Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan di PT Krakatau Steel merupakan tanggung jawab Dinas
Laboratorium Lingkungan dan Dinas Pengendalian Lingkungan. Pengelolaan
lingkungan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, antara
lain: d. Pemantauan dan Penelitian Komponen Udara 3) Sistem Pemantauan Debu.
1) Debu Jatuh
Pemantauan debu jatuh sudah dilaksanakan sesuai dengan SNI 13- 4703-1998 yaitu
waktu pengambilan botol sample kurang lebih 30 hari.
2) Debu Ambient
Pemantauan debu ambient dilakukan berdasarkan Peraturan pemerintah RI No. 41
tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, khususnya pada BAB III pasal
16 dan 28 yaitu: Pasal 16 : “Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan
dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan mutu udara ambient, pencegahan
sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak
termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat.” Pasal 28 :
“Penanggulangan pencemaran udara sumber tidak bergerak meliputi pengawasan
terhadap penataan baku mutu emisi yang telah ditetapkan, pemantauan emisi yang
keluar dari kegiatan dan mutu cvi udara ambient di sekitar lokasi kegiatan dan
pemeriksaan penataan terhadap ketentuan persyaratan teknis pengendalian
pencemaran udara.”
4) Sistem
Pemantauan dan Pengendalian Gas Pemantauan dan pengendalian gas telah sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara. Pasal 21 : ”Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang
mengeluarkan emisi dan atau gangguan ke udara ambient wajib:
1) Mentaati baku mutu udara ambient, baku mutu
udara emisi, dan baku tingkat gangguan yang ditetapkan untuk usaha dan atau
kegiatan yang dilakukannya, melakukan pencegahan dan atau penanggulangan
pencemaran uadara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang
dilakukannya.
2) Memberikan
informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya
pengendalian pencemaran dalam lingkup usaha dan/atau kegiatannya. Pasal 30 ayat
1 : “Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dari sumber tidak bergerak
yang mengeluarkan emisi wajib mentaati ketentuan baku mutu udara ambient, baku
mutu emisi dan baku tingkat gangguan”. cvii e. Pemantauan dan Penelitian
Komponen Air Pemantauan dan penelitian komponen air berdasarkan PP No.82 tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden
RI. f. Pemantauan dan Penelitian Lingkungan Kerja a. Tekanan Panas Untuk
tekanan panas dilakukan pemantauan secara rutin dengan NAB disesuaikan dengan
Kepmenaker tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja pasal 2 yaitu NAB iklim
kerja menggunakan parameter ISBB. b. Kebisingan Untuk pemantauan kebisingan
berdasarkan KepmenLH No. 48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan Pasal 6
ayat 1 yaitu:
1) Mentaati baku
mutu kebisingan yang telah dipersyaratkan
2) Memasang alat pencegahan terjadinya
kebisingan 3) Menyampaikan laporan hasil pemantauan tingkat kebisingan
sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur, Menteri, instansi yang
bertanggung jawab dibidang pengendalian dampak lingkungan dan instansi teknis
yang membidangi kegiatan yang bersangkutan serta instansi lain yang dipandang
perlu.
c. Penerangan
Untuk penerangan dilakukan pemantauan secara rutin dengan NAB disesuaikan
dengan Peraturan Menteri Perburuhan No.7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan, serta Penerangan di Tempat Kerja khususnya pada pasal 14.
D. Pengendalian
Risiko di SSP II
1. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat megganggu kondisi
fungsi pendengaran. Intensintas kebisingan pada angka yang melebihi 85 NAB
dalam bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu, hal ini telah diatur dalam
Kepmenaker No.51/Men/1999, maka perlu adanya pengendalian dalam rangka
melindungi tenaga kerja dari faktor kebisingan. Kebisingan yang terjadi terutama
bersumber dari dedusting plant , conveyorfeeding system (CFS), peleburan (EAF 9
& 10) control room eaf, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting
ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine
preheating tundish dan lainlain. Faktor bahaya kebisingan dapat menyebabkan
penyakit akibat kerja (ketulian). Oleh sebab itu perusahaan melakukan
pengendalian seperti inspeksi atau pengawaan K3, pengaturan kerja dan
istirahat, isolasi pekerja di control room, pengujian kesehatan dan pemakaian
Alat Pelindung Diri (APD).
2. Debu Debu
adalah partikel yang terjadi karena aktivitas fisik yang terjadi di udara pada
area kerja. Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No: SE01/Men/1997 berat
debu tidak boleh melebihi NAB 10 mg/M3 apabila cix melebihi NAB dapat
mengganggu pernafasan bahkan dapat terjadi pneumokoniosis. Sumber debu di area
pabrik antara lain di area dedusting plant, peleburan (EAF 9 dan 10) control
room EAF, RH vacum degushing, area casting ladle turret, tundish car, mould torch
cuting dan cross transfer machine, maintenance, refractory ladle tundish, atap
pabrik SSP I. Pada area berdebu yang nilai beratnya melebihi NAB dilakukan
penanggulangan dengan setiap mesin atau instalasi yang menghasilkan debu
dipasang alat–alat penyedot debu, seperti dedusting yang dilengkapi dengan bag
house filter dan canopy hood, pengaturan shift, control room, monitoring
lingkungan, pengujian kesehatan, pengawasan K3, pembinaan K3. Selain itu pada
area yang berdebu tersebut para tenaga kerja dilengkapi dengan alat pelindung
diri seperti masker debu, capucon, dan kaca mata anti debu.
3. Tekanan Panas
Tekanan panas adalah kombinasi antara suhu udara, kelembapan udara percepatan
udara, dan suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang
terjadi pada tenaga kerja (Suma’mur,1988). Suhu nikmat kerja adalah 240 – 260
C. Menurut Kep Men Tenaga Kerja No.Kep– 51/MEN/1999. Tekanan panas dapat
menyebabkan heat stroke atau dehidrasi yang dapat mengganggu pelaksanaan
pekerjaan. Area–area pabrik yang mempunyai tekanan panas terdapat pada area
dedusting plant, conveyor feeding system (CFS), peleburan (EAF 9 & 10)
control room EAF, slag pot casting bay, ladle furnace, RH vacum degushing, cx
area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer
machine, preheating tundish, finishing slab, refractory ladle & tundish
boiler room. Untuk melindungi tenaga kerja yang bekerja pada area tekanan panas
mengadakan pengendalian antara lain pembinaan keselamatan & kesehatan kerja
(K3), inspeksi atau pengawasan K3, gizi kerja, pengujian kesehatan, penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD).
4. Radiasi Infra
Merah Radiasi sinar infra merah terutama terjadi pada pekerjaan–pekerjaan yang
melakukan kontak langsung dengan baja cair. Seperti pada area RH vacum
degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan
cross transfer machine, finishing slab, peleburan. Untuk menanggulangi pengaruh
dari radiasi infra merah ini telah disediakan kacamata furnace (cobalt) yang
diharapkan dapat mengurangi kesilauan yang diterima tenaga kerja. Menurut Surat
Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 pasal 5 tentang NAB
radiasi frekwensi radio dan gelombang mikro di tempat kerja adalah 30
kHz-100kHz per 6 menit (Direktorat Pengawasan Norma K3, 2003). Bila tenaga
kerja ter papar gelombang mikro (radiasi infra merah) yang melebihi NAB, akan
mengakibatkan katarak pada lensa mata.
5. Gas dan Asap
Potensi bahaya gas dan asap yaitu berada pada area dedusting plant, peleburan
(EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace, RH vacum cxi degushing, area
casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer
machine, finishing slab, refractory ladle & tundish. Untuk melindungi
tenaga kerja yang bekerja pada area yang terdapat faktor bahaya gas dan asap
maka dilakukan tindakan pengendalian yaitu dengan pembuatan cerobong asap yang
tinggi sehingga dapat dinetralisasi oleh udara bebas.
6. Ergonomi
Faktor bahaya yang ditimbulkan oleh cara kerja dan posisi kerja yang tidak aman
atau tidak sesuai dengan ukuran tubuh tenaga kerja dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja dan cenderung lebih cepat lelah. Khususnya di SSP II pada area
dedusting plant, conveyor feeding system (CFS), peleburan (EAF 9 & 10),
control room EAF, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting, ladle
turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine, mekanik
shop CCM, finishing slab, refractory ladle & tundish, water treatment plant
(WTP II). Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja maka perlu dilakukan
tindakan pengendalian yaitu dengan mendesign tempat kerja sesuai dengan ukuran
tubuh tenaga kerja tersebut, atau pekerjaan dilakukan dengan posisi duduk dan
berdiri secara bergantian.
7. Tergelincir
dan terjatuh Tegelincir dan terjatuh dapat terjadi jika terdapat tempat kerja
yang licin. Potensi bahaya ini dapat terjadi pada substation, dedusting plant,
gudang kapur, peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace, RH
vacum cxii degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch
cuting dan cross, transfer machine, finishing slab, maintenance crane, atap
pabrik SSP I, water treatment plant (WTP II), boiler room, gedung SSP. Untuk
mengurangi potensi bahaya tergelincir dan terjatuh dilakukan program 5R.
8. Percikan baja
cair Percikan baja timbul terjadi di area peleburan (EAF 9 & 10), control
room EAF, slag pot, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting, ladle
turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine Upaya yang
dilakukan PT Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya
percikan baja cair sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan.
9. Kebakaran dan
peledakan Kebakaran dan peledakan merupakan potensi bahaya terbesar yang
kemungkinan terjadi PT Krakatau Steel. Sumber utama suatu kebakaran dan
peledakan yaitu boiler, refractory ladle & tundish, finishing slab mekanik
shop CCM, area casting ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross
transfer machine, RH vacum degushing, ladle furnace, mekanik & elektrik
EAF, peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, conveyor feeding system
(CFS).
Tindakan
pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi kebakaran dan peledakan antara
lain inspeksi atau pengawasan K3, higiene dan sanitasi lingkungan, APAR/APK,
Hydrant, Instalasi pemadam kebakaran, pembatasan akses. Upaya yang dilakukan PT
Krakatau Steel ini sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja Pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub c) tentang mencegah dan mengurangi peledakan.
Untuk itu harus dilakukan pengendalian atau pencegahan terjadinya kebakaran dan
peledakan dengan cara menghindari bertemunya segitiga api.
10. Tertimpa dan
terjepit Tertimpa merupakan potensi bahaya yang sering terjadi. Penyediaan helm
bagi tenaga kerja merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahaya tertimpa
benda jatuh. Selain itu di setiap area pabrik juga dibuat jalur hijau yang merupakan
jalur aman bagi tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja. Untuk
menghindari kejatuhan dari beban yang sedang diangkat, setiap crane yang
beroperasi dengan atau tanpa membawa beban disertai dengan bunyi sirene. Upaya
yang dilakukan PT Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya
tertimpa ini sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan
dan mengamankan serta memperlancar pengangkutan barang.
11. Tertabrak
forklift Tertabrak benda bergerak memiliki potensi bahaya yang tidak terlalu
besar, tetapi hal ini dapat terjadi jika pekerjaan dilakukan tanpa pemenuhan
peraturan perundangan yang berlaku. Potensi bahaya ini dapat terjadi di peleburan
(EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan maka dilakukan tindakan pengendalian yaitu dengan membuat pembatasan
akses.
12. Confine
space Pekerjaan ditempat terbatas dan tertutup sangat berbahaya, oleh karena
itu diperlukan surat izin pekerjaan berbahaya. Faktor bahaya pada confined
space terdapat pada area peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, RH vacum
degushing. Maka tindakan pengendalian seperti diatas dengan adanya surat izin
pekerjaan berbahaya dan tenaga kerja yang terlatih serta memakai breating
aparatus jika diketahui tempat terbatas tersebut jumlah O2 rendah atau sudah
diketahui terdapat gas beracun.
13. Iritasi
bahan kimia Iritasi bahan kimia dapat terjadi di mekanik & elektrik EAF, RH
vacum degushing, hydraulic room CCM, water treatment plant (WTP II). Sebagai
pengendalian bahaya dari zat kimia maka sifat bahan-bahan kimia tersebut harus
diketahui terlebih dahulu oleh tenaga kerja sehingga dapat dilakukan tindakan
pencegahan terjadinya iritasi. Sesuai SE MENAKER No. SE.01/men/1997 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara cxv Lingkungan Kerja. Tidakan
pengendalian yang dilakukan yaitu dengan memakai perlengkapan yang digunakan
untuk melindungi tenaga kerja dari bahaya lingkungan kerja berupa: tutup
hidung, mulut, respirator, kacamata, pakaian kerja khusus termasuk sepatu,
sarung tangan, tutup kepala, jika tenaga kerja secara langsung berhubungan
dengan bahan kimia berbahaya. E. Implementasi SMK3 di Pabrik SSP II Implementasi
SMK3 di SSP II diterapkan sesuai dengan model SMK3 yang telah ditetapkan.
Penerapan SMK3 diterapkan berdasarkan Kebijakan SMKS, yang kemudian dilakukan
perencanaan, pelaksanaan, pengukuran, peninjauan dan evaluasi sehingga terjadi
peningkatan yang berkelanjutan. Dalam pelaksanaan SMK3 terlebih dahulu
dilakukan perencanaan kemudian dilakukan tindakan identifikasi bahaya dan
penilaian risiko. Hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko tersebut
didokumentasikan oleh perusahaan. Setelah dilakukan tindakan identifikasi
bahaya dan penilaian risiko di SSP II salah satunya di area CCM diketahui bahwa
terdapat bahaya bising, radiasi sinar infra merah, tekanan panas, debu,
percikan baja cair dan kebakaran serta peledakan. Dari hasil identifikasi bahaya
dan penilaian risiko, kemudian dilakukan tindakan pengendalian risiko tetapi
jika pengendalian risiko tersebut belum dapat mengurangi bahaya di tempat kerja
maka dilakukan perbaikan K3. Program perbaikan K3 di area CCM pada tahun 2008
yaitu pembuatan pagar pengaman di area kerja CCM. Program tersebut dilakukan
berdasarkan identifikasi bahaya di CCM yaitu adanya bahaya terkena percikan
baja cair. Program perbaikan cxvi dimonitoring secara rutin untuk mengetahui
efektifitas perbaikan serta sebagai peninjauan ulang manajemen SMK3.
Berdasarkan hasil data sekunder (data tidak dilampirkan ) diperoleh tingkat
keberhasilan perbaikan K3 di SSP II untuk periode tahun 2008 mencapai 100%.
Jadi secara umum di SSP II sudah menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) sesuai dengan
Permenaker No. 5 tahun 1996 tentang SMK3.
PEMBAHASAN
PERMASALAHAN
3.1 kejadian dan penyebab kejadiannya

Pabrik baja patungan Indonesia dan Korea, PT Krakatau
Steel-Posco(KP) di Jalan Raya Anyer,
Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Banten meledak pada Senin 15 Desember pukul
13.00 WIB. Akibat ledakan tersebut, 7 karyawan mengalami luka bakar.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Cilegon, terdapat korban luka bakar hingga 90 persen dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta.
"Yudha terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Pertamina, ia mengalami luka bakar hingga 90 persen. Saat ini yang tersisa 3 orang di Rumah Sakit Krakatau Medika," kata penyidik dari Disnaker Cilegon Rachmatullah, Selasa (16/12/2014).
Yudha mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya, mulai dari muka, lengan, dan badan. Sedangkan yang mendapatkan perawatan di klinik perusahaan, adalah mereka yang sesak napas menghirup asap kimia ledakan perusahaan baja patungan yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013 itu.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Cilegon, terdapat korban luka bakar hingga 90 persen dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta.
"Yudha terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Pertamina, ia mengalami luka bakar hingga 90 persen. Saat ini yang tersisa 3 orang di Rumah Sakit Krakatau Medika," kata penyidik dari Disnaker Cilegon Rachmatullah, Selasa (16/12/2014).
Yudha mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya, mulai dari muka, lengan, dan badan. Sedangkan yang mendapatkan perawatan di klinik perusahaan, adalah mereka yang sesak napas menghirup asap kimia ledakan perusahaan baja patungan yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013 itu.
Rachmatullah
mengatakan, luka bakar yang dialami karyawan karena mereka terkena percikan
baja cair sehingga menghanguskan pakaian kerja dan membakar kulit.
"Korban mengalami luka serius akibat percikan baja cair sehingga mengalami luka bakar di kaki dan tangan," kata Rachmatullah.
"Korban mengalami luka serius akibat percikan baja cair sehingga mengalami luka bakar di kaki dan tangan," kata Rachmatullah.
Berikut
daftar 7 korban yang mengalami luka akibat ledakan PT Krakatau-Posco yang
dikeluarkan pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon: M Rejeki Febriansyah
(24), Chairul Jaman (20), Endi Rohendi (20), Heri Kriswanto (20), Yudha (20),
Delani (28), dan Sofyan (25).
Akibat ledakan yang suara nya terdengar hingga Pelabuhan Merak, Kota Cilegon tersebut, membuat kerusakan serius pada bangunan areal Steel Making Plant (SMP) mengalami kerusakan yang serius, terutama pada dinding sejumlah bangunan.
Guna menindaklanjuti penyelidikan meledaknya pabrik baja patungan antara Indonesia dengan Korea tersebut, Polisi Resort (Polres) Cilegon segera melakukan penyelidikan di lokasi kejadian, namun terhalang karena belum amannya lokasi ledakan.
Guna mengantisipasi hal yang tidak di inginkan, aparat kepolisian tetap berjaga di lokasi kejadian hingga benar-benar dirasa aman.
Akibat ledakan yang suara nya terdengar hingga Pelabuhan Merak, Kota Cilegon tersebut, membuat kerusakan serius pada bangunan areal Steel Making Plant (SMP) mengalami kerusakan yang serius, terutama pada dinding sejumlah bangunan.
Guna menindaklanjuti penyelidikan meledaknya pabrik baja patungan antara Indonesia dengan Korea tersebut, Polisi Resort (Polres) Cilegon segera melakukan penyelidikan di lokasi kejadian, namun terhalang karena belum amannya lokasi ledakan.
Guna mengantisipasi hal yang tidak di inginkan, aparat kepolisian tetap berjaga di lokasi kejadian hingga benar-benar dirasa aman.
Corporate
Secretary PT Krakatau-Posco, Christiawaty Ferani Kaseger mengatakan, ledakanterjadi di area Steel Making Plant (SMP), tempat proses
pengolahan dari besi cair menjadi baja cair. Peristiwa itu berawal di areal SMP
saat mesin pabrik tengah beroperasi menuangkan besi cair.
"Kejadian berawal pada saat penuangan besi cair dari ladle ke converter, tempat menaruh besi cair yang akan dituangkan ke converter. Biasanya nggak apa-apa," kata Corporate Secretary PTKrakatau-Posco, Christiawaty Ferani Kaseger di Cilegon, Banten, Senin 15 Desember 2014. (Mut)
"Kejadian berawal pada saat penuangan besi cair dari ladle ke converter, tempat menaruh besi cair yang akan dituangkan ke converter. Biasanya nggak apa-apa," kata Corporate Secretary PTKrakatau-Posco, Christiawaty Ferani Kaseger di Cilegon, Banten, Senin 15 Desember 2014. (Mut)
Akibat ledakan di pabrik pengolahan besi
PT Krakatau Pohang Steel Company (K-Posco), Kota Cilegon, Senin (15/12), sekira
pukul 13.15 WIB sudah tujuh karyawan mengalami luka bakar serius dan
harus menjalani perawatan.
Manajemen PT Krakatau Posco menyebutkan
peristiwa di areal Steel Making Plant (SMP) ini disebabkan pengolahan
besi cair menjadi baja air terkena tumpahan air yang belum diketahui asal
usulnya.
“Kejadian berawal pada saat penuangan
besi cair dari ladle ke converter, tempat menaruh besi cair yang akan
dituangkan ke converter. Biasanya gak apa-apa,” ungkap Corporate Secretary PT
Krakatau Posco, Christiawaty Ferania Kaseger kepada wartawan.
Akibat dari peristiwa yang sempat
menimbulkan ledakan keras disertai kabut asap tebal berwarna pekat itu, kata
dia, tujuh orang pegawai mengalami luka serius. “Tidak ada korban jiwa. Dua
orang mengalami luka bakar, yang parah itu langsung kami rujuk ke RSKM (Rumah
Sakit Krakatau Medika-red). Sementara yang luka ringan, seperti kena percikan,
sesak, shock, itu ditangani di klinik kita,” tambahnya.
Penyidik Ketenagakerjaan dari Dinas
Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon, Rachmatullah, menyebutkan pada saat kejadian
ketujuh korban itu tengah berada di dalam areal pabrik pada saat ledakan itu
terjadi.
“Dari ketujuh korban itu, dua
diantaranya adalah pekerja sub kontraktor dari Krakatau Posco, sedangkan lima
orang lainnya adalah operator converter, pegawai Krakatau Posco,” ungkapnya.
(haryono)
Ledakan di PT
Krakatau Posco pada 15 Desember, menambah daftar korban akibat kecelakaan kerja
di perusahaan tersebut. Selama 2014, sudah 34 karyawan yang menjadi korban.
Ledakan pada 15 Desember, terjadi di area Steel Making Plant, menyebabkan tujuh orang mengalami luka bakar.
Ledakan pada 15 Desember, terjadi di area Steel Making Plant, menyebabkan tujuh orang mengalami luka bakar.
Sementara itu,
Penyidik Ketenagakerjaan Disnaker Pemerintah Kota Cilegon, Rachmatullah mengatakan,
pihaknya tidak mencatat secara detail setiap peristiwa yang terjadi di PT.
Krakatau Posko.
"Jumlah itu adalah data kasus yang berdampak pada korban tenaga kerja saja, karena itu yang kami tangani," kata Rachmatullah, saat dihubungi, Kamis (18/12/2014).
Menurutnya, pegawai sub kontraktor PT Krakatau Posco juga banyak yang jadi korban kecelakaan kerja. "Yang terjadi pada sub kontraktornya juga banyak. Kami harus memilahnya dulu," ujar dia.
"Jumlah itu adalah data kasus yang berdampak pada korban tenaga kerja saja, karena itu yang kami tangani," kata Rachmatullah, saat dihubungi, Kamis (18/12/2014).
Menurutnya, pegawai sub kontraktor PT Krakatau Posco juga banyak yang jadi korban kecelakaan kerja. "Yang terjadi pada sub kontraktornya juga banyak. Kami harus memilahnya dulu," ujar dia.
Berikut daftar 7 korban yang mengalami
luka akibat ledakan PT Krakatau-Posco yang dikeluarkan pihak Dinas Tenaga Kerja
(Disnaker) Cilegon: M Rejeki Febriansyah (24), Chairul Jaman (20), Endi Rohendi
(20), Heri Kriswanto (20), Yudha (20), Delani (28), dan Sofyan (25).

3.2
Pendapatan Neto
Perseroan tahun 2013 mengalami penurunan menjadi US$2.084,45 juta atau turun
sebesar 8,87% dibanding tahun sebelumnya yaitu US$2.287,45 juta. Penurunan
pendapatan ini diikuti oleh turunnya beban pokok pendapatan dalam jumlah yang
lebih rendah yaitu turun sebesar 8,14% dari US$2.165,02 juta menjadi
US$1.988,83 juta, sehingga laba bruto yang dihasilkan turun sebesar 21,89%
menjadi US$95,62 juta. Beban penjualan turun 5,12% dari US$42,46 juta pada
tahun 2012 menjadi US$40,29 juta pada tahun 2013 dan beban umum dan
administrasi turun 9,67% dari US$105,41 juta pada tahun 2012 menjadi US$95,22
juta pada tahun 2013, sementara beban lain-lain naik sebesar US$1,01 juta
menjadi US$5,10 juta. Penurunan beban-beban adalah dampak dari
tindakan-tindakan efisiensi yang dilakukan Perseroan. Sedangkan pendapatan lain
yang terdiri dari penjualan limbah produksi, laba pengalihan aset tetap dan
pendapatan lainnya, secara keseluruhan turun 3,43% dibanding tahun 2012 menjadi
US$43,92 juta yang terutama disebabkan oleh turunnya penjualan limbah produksi
sebesar 62,54% menjadi US$3,61 juta. Sedangkan untuk laba pengalihan aset tetap
dan pendapatan lainnya masing-masing naik 75,03% dan 0,53% menjadi US$12,22
juta dan US$28,09 juta. Laba/(rugi) operasi yang dihasilkan pada tahun ini
mengalami penurunan, dari Laba US$15,9 juta pada tahun 2012 menjadi rugi
US$(1,07) juta pada tahun 2013, dan Rugi sebelum beban (manfaat) pajak turun
dari rugi US$15,47 juta menjadi rugi US$14,75 juta. Kerugian sebelum beban
(manfaat) pajak pada tahun ini terjadi karena kenaikan bagian rugi dari entitas
asosiasi dari semula US$5,43 juta pada tahun 2012, meningkat menjadi US$12,29
juta. Kerugian terbesar yaitu sebesar US$11,49 juta berasal dari kerugian PT
Krakatau Posco yang masih berada pada tahap pra operasi. Rugi tahun berjalan
adalah sebesar US$13,6 juta, turun dari kerugian tahun lalu sebesar US$19,56
juta. Selain oleh rugi sebelum beban (manfaat) pajak yang mengecil, penurunan
pada pajak kini dan pajak tangguhan menyebabkan rugi tahun berjalan lebih
rendah dari tahun sebelumnya. Dengan memperhitungkan adanya selisih kurs karena
penjabaran laporan keuangan entitas anak, maka total rugi komprehensif tahun
berjalan mencapai US$63,92 juta.
Sebagai Kerangka
Kerja (Framework) penerapan manajemen risiko, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
telah menetapkan manual implementasi manajemen risiko yang disusun mengacu pada
standar Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission (COSO)
dan saat ini diupayakan untuk implementasi Manajemen Risiko sesuai standar
ISO31000. Tahap sosialisasi telah dilakukan terhadap karyawan level manajerial
melalui pelatihan in house, seminar internal, mentoring implementasi,
sosialisasi melalui media intranet dan lainnya. Untuk melengkapi
implementasinya di lapangan, telah disusun buku saku penerapan manajemen risiko
yang didistribusikan kepada jajaran pimpinan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
mulai tingkat Superintendent ke atas atau Key Person yang diberikan wewenang
untuk mengelola Manajemen Risiko di unit kerja. Risik adalah suatu potensi
kejadian yang berpengaruh negatif terhadap pencapaian visi, misi, sasaran dan
target Perseroan maupun unit organisasi. Manajemen Risiko adalah upaya untuk
meminimalkan pengaruh negatif dari berbagai sumber risiko yang dihadapi dalam
kegiatan bisnis agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal. Divisi
GCG & Manajemen Risiko Perseroan bertanggung jawab untuk memfasilitasi
penerapan analisis dan pengendalian risiko yang dilakukan di seluruh unit
organisasi serta memantau bahwa analisis dan pengendalian risiko di
masing-masing unit kerja telah dilakukan dengan efektif, efisien dan konsisten.
Agar pelaksanaan implementasi manajemen Risiko di Perseroan berjalan sesuai standard
kebijakan Divisi GCG&RM, maka telah diatur dalam Work Instruction (WI)
yakni: WI Analisis dan Pengendalian Risiko, WI Monitoring dan WI Pelaporan
Risiko. Untuk mendukung pelaksanaan manajemen Risiko di seluruh unit kerja,
maka Divisi GCG & RM sebagai unit pengelola risiko perusahaan telah
menyediakan infrastruktur sebagai sarana bimbingan/pelatihan, sosialisasi serta
mentoring dengan kompetensi Instruktur yang cukup memadai. Sampai saat ini,
telah teridentifikasi sebanyak 617 risiko yang teregistrasi di seluruh unit
kerja. Seluruh risiko yang teridentifikasi tersebut telah tersistem dalam
database risiko yang ada dalam Sistem Informasi Manajemen Risiko (SIMARIS) PT
Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Pada tahun 2009,
Perseroan menggabungkan fungsi GCG dan Risk Management ke dalam satu divisi
struktural, yaitu Divisi GCG & Risk Management. Penggabungan kedua fungsi
tersebut semakin mengintegrasikan penerapan manajemen risiko sebagai salah satu
pilar penting praktik Good Corporate Governance Perseroan. Penerapan manajemen
risiko di Perseroan antara lain melalui kegiatan:
• Sosialisasi
penerapan manajemen risiko telah dilakukan baik di Internal Perseroan, ataupun
di anak perusahaan Grup PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Dengan tujuan dapat
lebih bersinergi dalam penerapan manajemen risiko di lingkungan Grup PT
Krakatau Steel (Persero) Tbk. Untuk itu, secara berkala dilakukan pertemuan
bulanan forum GCG Risk Management FMR-KSG.
• Analisis
risiko unit kerja yang terintegrasi menjadi representasi pelaporan Risiko
Perseroan dan sebagai dasar pengambilan keputusan strategis bagi Jajaran
Manajemen yang dituangkan dalam materi RKAP tahunan.
• Mentoring penyusunan analisis risiko dengan
prioritas pada kegiatan utama proses bisnis Perseroan.
• Pembuatan
database risiko Perseroan (Sistem Informasi Manajemen Risiko PTKS – SIMARIS)
Berbasis Web dan telah di resmikan pada tgl.19 Nov 2013 oleh Direktur SDM &
Umum di Hotel Permata Cilegon.
• Analisis
risiko pada proyek-proyek strategis perusahaan dan anak perusahaan.
• Analisis
risiko spot terkait dengan kondisi aktual di unit unit kerja antara lain
Revitalisasi dll.
• Analisis
risiko mengenai aspek lingkungan, kesehatan dan kesehatan kerja.
• Menerapkan Integrated Management System
(IMS) dengan cara melengkapi Key Performance Indikator (KPI) Sasaran Kerja Unit
dengan Key Risk Indicator (KRI) dalam rangka memitigasi pencapaian kinerja.
Risiko bisnis
yang dihadapi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. sebagai perusahaan baja terpadu
diklasifikasikan ke dalam empat jenis risiko, yaitu:
1. Risiko
Strategis, yaitu risiko-risiko yang bersifat strategis bagi pengembangan
perusahaan, seperti: pengembangan teknologi, kebijakan pemerintah, rencana
investasi, pengembangan produk baru, dan lain-lain.
2. Risiko
Operasional, yaitu risiko yang terjadi akibat kegagalan atau tidak memadainya
proses pengendalian mutu proses bisnis.
3. Risiko
Finansial, yaitu risiko yang secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan
kerugian dalam bidang keuangan.
4. Risiko Lingkungan, yaitu risiko yang
berdampak pada kerusakan lingkungan, pencemaran lingkungan, gangguan sosial
kemasyarakatan, reputasi perusahaan, dan lain-lain.
3.4


PT.Krakatau Steel Merupakan perusahaan BUMN yang bergerak didalam bidang pengolahan baja, terletak di di Kota Cilegon, dimana sebelah utara
terdapat pelabuhan Merak yang mana memudahkan akses penyaluran baja
dan penerimaan bahan baku baik dari dalam negeri maupun luar. berdiri pada tanggal
31 gustus 1970 .















Pengendalian
Risiko Penilaian risiko K3 ditetapkan berdasarkan perhitungan (Konsekuensi X
Sifat pemajanan X Kemungkinan terjadi bahaya) tetapi hasil penilaian risiko
tersebut tidak dapat ditampilkan. Pengendalian risiko faktor dan potensi bahaya
dalam tabel 1. dibaca sesuai dengan nomor urut sebagai berikut :
1. Pembinaan
Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)
2. Alat
Pelindung Diri (APD)
3. Prosedur (SMKS, SOP/ WI/ TSE, Manual
Operasi, MSDS)
4. Inspeksi/ Pengawasan K3
5. Gizi kerja
(makanan tambahan, Air minum)
6. Pengujian
Kesehatan (GCU, Audiometri, Spirometri dan pemeriksaan kesehatan khusus
lainnya)
7. Fasilitas P3K
Bersambung Sambungan xciii
8. Higiena dan
Sanitasi lingkungan
9. APAR/ APK, Hydrant, Instalasi pemadam
kebakaran
10. Rambu K3
(Safety Sign)
11. Monitoring Lingkungan
12. Danger Tag
(Tag Out)
13. Ergonomi
14. Pengaturan
Kerja & Istirahat , isolasi pekerja di Control Room/ ruangan
15. Breathing
Apparatus (BA) dan fasilitas evakuasi
16. Pelatihan
(SMK3, TTD, Sertifikasi, Kesehatan Kerja)
17. Pembatasan
Akses
18. Pengendalian
teknis (Eliminasi, Subtitusi, Ventilasi, Automatisasi, Perbaikan lingkungan
kerja/ Sarana Kerja dll)
3. Program
Perbaikan K3 dan Lingkungan Dalam pembuatan program K3 Staf Divisi K3LH
mempersiapkan bahan program perbaikan K3 sesuai prosedur TLC-03. Bahan program
perbaikan lingkungan disusun dengan mengevaluasi kesesuaian antara dokumen
registrasi K3 dengan:
a. Program tahun
sebelumnya yang belum selesai.
b. Kebijakan
perusahaan.
c. Kepatuhan
terhadap peraturan perundangan.
d. Hasil proper
dan kepatuhan peraturan perundangan. xciv Rencana perbaikan K3 akan digabungkan
dengan rencana perbaikan lingkungan menjadi dokumen rencana perbaikan K3 dan
lingkungan setelah melalui pengesahan oleh Direktur Utama PT Krakatau Steel.
Berikut ini
adalah program perbaikan K3 di SSP II pada tahun 2008:
a. Perlengkapan penunjang keselamatan kerja
Program perbaikan ini dibuat berdasarkan hasil identifikasi potensi bahaya di
CCM yaitu adanya potensi bahaya terkena percikan baja cair. Program perbaikan
yang dibuat adalah sebagai berikut: Distribusi Sasaran Jangka Pendek: Pembuatan
pagar pengaman untuk plateform di area kerja CCM, karena sering dibuka bila
mesin problem.
2. Program Pembuatan Pagar Pengaman. (Sumber:
Data Sekunder) Program Detai Program Batas Waktu Penanggung Jawab
1 Pengadaan
material, slab, plate & billet (60%) April 2008 Dinas Pengecoran
1
Pemasangan
pagar pengaman (30%) Juni 2008 Kasie Pengecoran
2
3
Evaluasi hasil (10%) Juli 2008 Plant Inspector & Kasie Pengecoran
Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari
masing-masing tahap program perbaikan.
3
.
Kesehatan kerja Program perbaikan kesehatan kerja dibuat berdasarkan
identifikasi faktor bahaya ditempat kerja yang dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja serta potensi bahaya yang menimbulkan kecelakaan kerja dan dapat
meningkatkan xcv angka mangkir kerja dan absenteisme. Program kerja yang dibuat
sebagai berikut:
1)
Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term obyektif Description: Mengendalikan
Angka Mangkir Sakit Karyawan
2) Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term
Target Description: Pengendalian Kinerja Mangkir Sakit Karyawan Dengan Tren
Tahun 2007 diatas Control Line Tabel 3. Program Pengendalian Kinerja Mangkir
Sakit Karyawan. (Sumber: Data Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil
Batas Waktu/ Deadline Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (5%) Januari
2008 Dinas Hyperkes 2 Identifikasi Karyawan Mangkir Sakit & Sakit
Berkepanjangan (5%) Januari 2008 Dinas Hyperkes 3 Anamnesa & Observasi
(10%) Pebruari-April 2008 Dinas Hyperkes 4 Evaluasi Kesehatan Berkala (24%)
April-Nopember 2008 Dinas Hyperkes 5 Promosi Kesehatan (27%) April-Desember
2008 Dinas Hyperkes 6 Monitoring Kesehatan & Absensi Sakit (24%)
Januari-Desember 2008 Dinas Hyperkes 7 Evaluasi ( 5%) Desember 2008 Dinas
Hyperkes Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan
bobot dari masing-masing tahap program perbaikan.
c.
Kebisingan Program perbaikan lingkungan kerja dibuat berdasarkan identifikasi
faktor bahaya ditempat kerja yaitu kebisingan yang dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja (ketulian). Program kerja yang dibuat sebagai berikut: xcvi
1)
Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term obyektif Description: Perlindungan
Resiko Ketulian Akibat Kerja
2)
Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term Target Description: Program
Konservasi Pendengaran III Program Perlindungan Resiko Ketulian Akibat Kerja
(Sumber: Data Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil Batas Waktu/
Deadline Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (5 %) Pebruari 2008 Dinas
Hyperkes 2 Observasi dan Pengukuran Kebisingan & Pemajanan (20%) Maret-Juni
2008 Dinas Hyperkes & Plant Inspektor 3 Analiasa SPL, Dose, TWA, Leq
Pemajanan Bising (20 %) Juli-Agustus 2008 Dinas Hyperkes 4 Promosi Kesehatan
(40 %) April-Nopember 2008 Dinas Hyperkes & Training Koordinator 5
Pembuatan Baseline Audiometri (10%) NopemberDesember 2008 Dinas Hyperkes 6
Evaluasi ( 5 %) Desember 2008 Dinas Hyperkes Keterangan : untuk prosentase pada
kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap program
perbaikan. d. Ergonomi Program perbaikan lingkungan kerja dibuat berdasarkan
identifikasi faktor bahaya di tempat kerja yaitu ergonomi yang dapat
menimbulkan kelelahan kerja dan penurunan produktivitas kerja. Program kerja yang
dibuat sebagai berikut:
1) Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term
obyektif Description: xcvii Perbaikan Ergonomi Fisik Crane
2)
Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term Target Description: Profil Ergonomi
Fisik Kabin Crane. Program Perbaikan Ergonomi Fisik Crane (Sumber: Data
Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil Batas Waktu/ Deadline
Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (10%) Pebruari 2008 Dinas Hyperkes
2 Observasi & Pengukuran Fisik Kabin Crane (15%) Maret - Mei 2008 Plant
& Dinas Hyperkes 3 Pengukuran Antrophometri (15 %) Maret – Mei 2008 Plant
& Dinas Hyperkes 4 Observasi, Anamnesa & Pemeriksaan Kesehatan Operator
Crane (45%) Maret - Nopember 2008 Dinas Hyperkes 5 Evaluasi Hasil Observasi dan
Pemeriksaan Kesehatan (15%) Desember 2008 Dinas Hyperkes Keterangan : untuk
prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap
program perbaikan. xcviii BAB IV PEMBAHASAN A. Keselamatan Kerja Sistem
pengelolaan keselamatan kerja di PT Krakatau Steel dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku, yaitu sebagai berikut:
1.
Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman Kegiatan ini dilaksanakan untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif bagi tenaga kerja.
Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman dilaksanakan berdasarkan
Undang-Undang No. 1 ahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat a yaitu
mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2.
Pengawasan, pengujian dan perizinan peralatan berbahaya: a. Crane, lift dan
conveyor Pengawasan pesawat angkat-angkut merupakan tanggung jawab ahli K3
pesawat angkat-angkut, sehingga pengawasan dapat dilakukan secara optimal.
Pengawasan dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang terkait. Pesawat
angkat-angkut yang digunakan di PT Krakatau Steel sudah melalui sertifikasi
oleh DEPNAKER (Departemen Tenaga Kerja). Pemeriksaan dan pengujian crane serta
tahap sertifikasi pesawat angkatangkut dilaksanakan berdasarkan Permenaker No.5
tahun 1985 tentang Pesawat Angkat-Angkut, pada pasal 135 tentang pengesahan
atau serifikasi pesawat angkat-angkut serta pasal 138 tentang pemeriksaan dan
pengujian
pesawat angkat-angkut. Seluruh operator pesawat angkat-angkut telah memiliki
Surat Izin Operator (SIO) dari DEPNAKER atau DISNAKER (Dinas Tenaga Kerja)
setempat. b. Boiler Pengawasan boiler merupakan tanggung jawab ahli K3 boiler,
sehingga pengawasan boiler dapat dilaksanakan secara optimal karena ditangani
oleh ahlinya. Pengawasan dilakukan berdasarkan Peraturan Uap tahun 1930 dan
Undang-Undang Uap tahun 1930. Didalam Peraturan Uap tahun 1930 disebutkan bahwa
pemeriksaan dan pengujian sekurang-kurangnya 2 tahun sekali, sedangkan
pemeriksaan boiler di PT Krakatau Steel dilakukan setahun sekali. Hal ini
dilakukan agar perubahan-perubahan pada bagian ketel uap (pipa) serta adanya
zat-zat di dalam ketel uap dapat diketahui secara lebih dini. c. Bejana Tekan
Pengawasan bejana tekan juga merupakan tanggung jawab ahli K3 boiler.
Pengawasan dilakukan berdasarkan Permenaker No. 1 tahun 1982 tentang Bejana
Tekan. Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan bejana tekan
sekurang-kurangnya dilakukan 5 tahun sekali, sedangkan di PT Krakatau Steel
pemeriksaan bejana tekan dilakukan 3 tahun sekali sebagai tindakan preventif
serta bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan struktur bejana tekan. c d.
Pemanfaatan zat radioaktif Pengawasan dan pemantauan merupakan tanggung jawab
ahli K3 radiasi, segala yang berkaitan dengan K3 radiasi dapat ditangani oleh
ahlinya. Selain itu pemanfaatan sumber radiasi juga mendapat pengawasan dari
Badan Pengawasa Tenaga Nuklir (BAPETEN). Pengawasan dan pemantauan pemanfaatan
zat radioaktif dilaksanakan sesuai UndangUndang No. 10 tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran. Sedangkan perijinan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan
berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 64 tahun 2000 tentang Perizinan
Pemanfaatan Tenaga Nuklir. 3. Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja
Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja dilaksanakan sebagai perwujudan
Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 9 ayat 3 bahwa
“Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang
berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian
pertolongan pertama pada kecelakaan”. 4. Pengadaan APD Penerapan K3 yang telah
berjalan dengan baik dapat dilihat dari penyediaan APD secara cuma-cuma bagi
karyawan PT Krakatau Steel. Pengadaan APD bagi tenaga kerja dilaksanakan
berdasarkan SK Direksi No. 64/Ci/DU-KS/Kpts/2003 tentang Pemberian dan
Penggunaan Alat dan ci Keselamatan Kerja. Pengadaan alat pelindung diri bagi
tenaga kerja PT. Krakatau steel juga berdasarkan pada pelaksanaan UU No. 1
tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pada pasal 9 ayat 1 sub b dinyatakan
bahwa “Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang semua pengaman dan lat perlindungan yang diharuskan di tempat kerja”.
Sedangkan pada pasal 9 ayat 1 huruf c menyatakan bahwa “Pengurus diwajibkan menunjukkan
dan menjelaskan tentang alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang
bersangkutan”. Dan pada pasal 14 huruf c bahwa “Pengurus diwajibkan menyediakan
secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja
yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja”.
Selain menggunakan peraturan perundangan sebagai parameter kinerjanya, Dinas
Keselamatan Kerja juga menggunakan nilai IFR (Injury Frequency Rate) dan ISR
(Injury Saferety Rate). Nilai IFR dan ISR pada tahun 2008 mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya, hal ini menunjukkan kinerja Dinas Keselamatan Kerja
mengalami peningkatan dan penerapan keselamatan kerja sudah berjalan dengan
baik. B. Kesehatan Kerja Penyelenggaraan perlindungan kesehatan kerja merupakan
tanggung jawab Dinas Hiperkes yang dilakukan secara promotif, preventif,
kuratif dan cii rehabilitatif. Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Hiperkes
dibantu oleh paramedis yaitu 4 perawat yang bekerja secara shift sehingga dinas
hiperkes mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Kegiatan pelayanan kesehatan
di PT Krakatau Steel telah mengacu pada norma-norma perundangan sebagai
berikut: 1. UU No 1 Tahun 1970 pasal 8 ayat 1 dan 2 a) Ayat 1 : Pengurus
diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipndahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan upadanya. b) Ayat 2 : Pengurus diwajibkan memeriksakan
semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter
yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur. 2. Permenakertrans
No 2/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan
keselamatan kerja sesuai dengan pasal 3,4, dan 5. 3. Permenakertrans No
3/MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan kepada tenaga kerja, sesuai dengan pasal
2, yaitu :
a) Pemeriksaan
kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala, dan pemeriksaan khusus.
b) Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian
pekerjaan terhadap tenaga kerja.
c) Pembinaan dan pengawasan terhadap
lingkungan kerja.
d) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan
seni-tair.
e) Pembinaan dan
pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja.
f) Pencegahan
dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja.
g) Pertolongan pada kecelakaan.
h) Pendidikan
kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk pengurus P3K.
i) Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan
pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi
serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja.
j) Membantu
usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
k) Pembinaan dan
pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam
kesehatannya.
l) Memberikan
laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus. 4.
Permenakertrans No 01/MEN/1981 tentang kewajiban lapor penyakit akibat kerja.
Perbaikan sanitasi lingkungan dilakukan dengan monitoring lingkungan
(industrial higiene) yang dilakukan setiap 1 bulan sekali oleh Dinas Hiperkes.
Monitoring lingkungan meliputi sanitasi toilet, kantin dan air minum. Hasil
dari monitoring ini dijadikan sebagai acuan untuk penyusunan program perbaikan
sanitasi lingkungan. Perbaikan lingkungan kerja dilakukan berdasarkan
pemantauan lingkungan kerja dan pengukuran-pengukuran faktor bahaya di
lingkungan kerja yang civ dilaksanakan oleh dinas hiperkes. Perbaikan
lingkungan kerja juga dilakukan dengan diterapkannya 5R yaitu resik, ringkas,
rapi, rawat, rajin. Penerapan 5R di PT Krakatau Steel sudah berjalan dengan
baik. Salah satu cara untuk meningkatkan penerapan 5R, PT Krakatau Steel
mengadakan lomba 5R setiap bulan K3 sehingga tiap-tiap divisi berlomba-lomba
untuk meningkatkan penerapan 5R. Pemenuhan gizi karyawan dinyatakan dengan
pengadaan kantin perusahaan. Setiap divisi di PT. Krakatau Steel juga telah
menyediakan menu berimbang 4 sehat 5 sempurna, serta tempat yang bersih pada
lantai, langit-langit, perlatan memasak dan makan maupun dapur yang sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Lampiran III tentang persyaratan higene dan
sanitasi lokasi, bangunan dan fasilitas. Sumber air bersih yang digunakan untuk
memasak dan mencuci perabotan menggunakan air dari PT Krakatau Tirta yang telah
memenuhi baku mutu air bersih. Sedangkan air minum untuk karyawan disediakan
oleh perusahaan yang bekerjasama dengan PT Quelle. Air minum ini telah diuji
kemurniannya oleh Dinas Hiperkes dan aman untuk dikonsumsi. Parameter kinerja
Dinas Hiperkes adalah nilai FRS (Frequency Rate of Spells) dan FRD (Frequency
Rate of Day). Nilai FRS dan FRD pada tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa kinerja Dinas Hiperkes mengalami
peningkatan dan penerapannya sudah baik. cv C. Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan di PT Krakatau Steel merupakan tanggung jawab Dinas
Laboratorium Lingkungan dan Dinas Pengendalian Lingkungan. Pengelolaan
lingkungan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, antara
lain: d. Pemantauan dan Penelitian Komponen Udara 3) Sistem Pemantauan Debu.
1) Debu Jatuh
Pemantauan debu jatuh sudah dilaksanakan sesuai dengan SNI 13- 4703-1998 yaitu
waktu pengambilan botol sample kurang lebih 30 hari.
2) Debu Ambient
Pemantauan debu ambient dilakukan berdasarkan Peraturan pemerintah RI No. 41
tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, khususnya pada BAB III pasal
16 dan 28 yaitu: Pasal 16 : “Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan
dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan mutu udara ambient, pencegahan
sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak
termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat.” Pasal 28 :
“Penanggulangan pencemaran udara sumber tidak bergerak meliputi pengawasan
terhadap penataan baku mutu emisi yang telah ditetapkan, pemantauan emisi yang
keluar dari kegiatan dan mutu cvi udara ambient di sekitar lokasi kegiatan dan
pemeriksaan penataan terhadap ketentuan persyaratan teknis pengendalian
pencemaran udara.”
4) Sistem
Pemantauan dan Pengendalian Gas Pemantauan dan pengendalian gas telah sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara. Pasal 21 : ”Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang
mengeluarkan emisi dan atau gangguan ke udara ambient wajib:
1) Mentaati baku mutu udara ambient, baku mutu
udara emisi, dan baku tingkat gangguan yang ditetapkan untuk usaha dan atau
kegiatan yang dilakukannya, melakukan pencegahan dan atau penanggulangan
pencemaran uadara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang
dilakukannya.
2) Memberikan
informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya
pengendalian pencemaran dalam lingkup usaha dan/atau kegiatannya. Pasal 30 ayat
1 : “Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dari sumber tidak bergerak
yang mengeluarkan emisi wajib mentaati ketentuan baku mutu udara ambient, baku
mutu emisi dan baku tingkat gangguan”. cvii e. Pemantauan dan Penelitian
Komponen Air Pemantauan dan penelitian komponen air berdasarkan PP No.82 tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden
RI. f. Pemantauan dan Penelitian Lingkungan Kerja a. Tekanan Panas Untuk
tekanan panas dilakukan pemantauan secara rutin dengan NAB disesuaikan dengan
Kepmenaker tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja pasal 2 yaitu NAB iklim
kerja menggunakan parameter ISBB. b. Kebisingan Untuk pemantauan kebisingan
berdasarkan KepmenLH No. 48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan Pasal 6
ayat 1 yaitu:
1) Mentaati baku
mutu kebisingan yang telah dipersyaratkan
2) Memasang alat pencegahan terjadinya
kebisingan 3) Menyampaikan laporan hasil pemantauan tingkat kebisingan
sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur, Menteri, instansi yang
bertanggung jawab dibidang pengendalian dampak lingkungan dan instansi teknis
yang membidangi kegiatan yang bersangkutan serta instansi lain yang dipandang
perlu.
c. Penerangan
Untuk penerangan dilakukan pemantauan secara rutin dengan NAB disesuaikan
dengan Peraturan Menteri Perburuhan No.7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan, serta Penerangan di Tempat Kerja khususnya pada pasal 14.
D. Pengendalian
Risiko di SSP II
1. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat megganggu kondisi
fungsi pendengaran. Intensintas kebisingan pada angka yang melebihi 85 NAB
dalam bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu, hal ini telah diatur dalam
Kepmenaker No.51/Men/1999, maka perlu adanya pengendalian dalam rangka
melindungi tenaga kerja dari faktor kebisingan. Kebisingan yang terjadi terutama
bersumber dari dedusting plant , conveyorfeeding system (CFS), peleburan (EAF 9
& 10) control room eaf, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting
ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine
preheating tundish dan lainlain. Faktor bahaya kebisingan dapat menyebabkan
penyakit akibat kerja (ketulian). Oleh sebab itu perusahaan melakukan
pengendalian seperti inspeksi atau pengawaan K3, pengaturan kerja dan
istirahat, isolasi pekerja di control room, pengujian kesehatan dan pemakaian
Alat Pelindung Diri (APD).
2. Debu Debu
adalah partikel yang terjadi karena aktivitas fisik yang terjadi di udara pada
area kerja. Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No: SE01/Men/1997 berat
debu tidak boleh melebihi NAB 10 mg/M3 apabila cix melebihi NAB dapat
mengganggu pernafasan bahkan dapat terjadi pneumokoniosis. Sumber debu di area
pabrik antara lain di area dedusting plant, peleburan (EAF 9 dan 10) control
room EAF, RH vacum degushing, area casting ladle turret, tundish car, mould torch
cuting dan cross transfer machine, maintenance, refractory ladle tundish, atap
pabrik SSP I. Pada area berdebu yang nilai beratnya melebihi NAB dilakukan
penanggulangan dengan setiap mesin atau instalasi yang menghasilkan debu
dipasang alat–alat penyedot debu, seperti dedusting yang dilengkapi dengan bag
house filter dan canopy hood, pengaturan shift, control room, monitoring
lingkungan, pengujian kesehatan, pengawasan K3, pembinaan K3. Selain itu pada
area yang berdebu tersebut para tenaga kerja dilengkapi dengan alat pelindung
diri seperti masker debu, capucon, dan kaca mata anti debu.
3. Tekanan Panas
Tekanan panas adalah kombinasi antara suhu udara, kelembapan udara percepatan
udara, dan suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang
terjadi pada tenaga kerja (Suma’mur,1988). Suhu nikmat kerja adalah 240 – 260
C. Menurut Kep Men Tenaga Kerja No.Kep– 51/MEN/1999. Tekanan panas dapat
menyebabkan heat stroke atau dehidrasi yang dapat mengganggu pelaksanaan
pekerjaan. Area–area pabrik yang mempunyai tekanan panas terdapat pada area
dedusting plant, conveyor feeding system (CFS), peleburan (EAF 9 & 10)
control room EAF, slag pot casting bay, ladle furnace, RH vacum degushing, cx
area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer
machine, preheating tundish, finishing slab, refractory ladle & tundish
boiler room. Untuk melindungi tenaga kerja yang bekerja pada area tekanan panas
mengadakan pengendalian antara lain pembinaan keselamatan & kesehatan kerja
(K3), inspeksi atau pengawasan K3, gizi kerja, pengujian kesehatan, penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD).
4. Radiasi Infra
Merah Radiasi sinar infra merah terutama terjadi pada pekerjaan–pekerjaan yang
melakukan kontak langsung dengan baja cair. Seperti pada area RH vacum
degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan
cross transfer machine, finishing slab, peleburan. Untuk menanggulangi pengaruh
dari radiasi infra merah ini telah disediakan kacamata furnace (cobalt) yang
diharapkan dapat mengurangi kesilauan yang diterima tenaga kerja. Menurut Surat
Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 pasal 5 tentang NAB
radiasi frekwensi radio dan gelombang mikro di tempat kerja adalah 30
kHz-100kHz per 6 menit (Direktorat Pengawasan Norma K3, 2003). Bila tenaga
kerja ter papar gelombang mikro (radiasi infra merah) yang melebihi NAB, akan
mengakibatkan katarak pada lensa mata.
5. Gas dan Asap
Potensi bahaya gas dan asap yaitu berada pada area dedusting plant, peleburan
(EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace, RH vacum cxi degushing, area
casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer
machine, finishing slab, refractory ladle & tundish. Untuk melindungi
tenaga kerja yang bekerja pada area yang terdapat faktor bahaya gas dan asap
maka dilakukan tindakan pengendalian yaitu dengan pembuatan cerobong asap yang
tinggi sehingga dapat dinetralisasi oleh udara bebas.
6. Ergonomi
Faktor bahaya yang ditimbulkan oleh cara kerja dan posisi kerja yang tidak aman
atau tidak sesuai dengan ukuran tubuh tenaga kerja dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja dan cenderung lebih cepat lelah. Khususnya di SSP II pada area
dedusting plant, conveyor feeding system (CFS), peleburan (EAF 9 & 10),
control room EAF, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting, ladle
turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine, mekanik
shop CCM, finishing slab, refractory ladle & tundish, water treatment plant
(WTP II). Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja maka perlu dilakukan
tindakan pengendalian yaitu dengan mendesign tempat kerja sesuai dengan ukuran
tubuh tenaga kerja tersebut, atau pekerjaan dilakukan dengan posisi duduk dan
berdiri secara bergantian.
7. Tergelincir
dan terjatuh Tegelincir dan terjatuh dapat terjadi jika terdapat tempat kerja
yang licin. Potensi bahaya ini dapat terjadi pada substation, dedusting plant,
gudang kapur, peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace, RH
vacum cxii degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch
cuting dan cross, transfer machine, finishing slab, maintenance crane, atap
pabrik SSP I, water treatment plant (WTP II), boiler room, gedung SSP. Untuk
mengurangi potensi bahaya tergelincir dan terjatuh dilakukan program 5R.
8. Percikan baja
cair Percikan baja timbul terjadi di area peleburan (EAF 9 & 10), control
room EAF, slag pot, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting, ladle
turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine Upaya yang
dilakukan PT Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya
percikan baja cair sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan.
9. Kebakaran dan
peledakan Kebakaran dan peledakan merupakan potensi bahaya terbesar yang
kemungkinan terjadi PT Krakatau Steel. Sumber utama suatu kebakaran dan
peledakan yaitu boiler, refractory ladle & tundish, finishing slab mekanik
shop CCM, area casting ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross
transfer machine, RH vacum degushing, ladle furnace, mekanik & elektrik
EAF, peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, conveyor feeding system
(CFS).
Tindakan
pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi kebakaran dan peledakan antara
lain inspeksi atau pengawasan K3, higiene dan sanitasi lingkungan, APAR/APK,
Hydrant, Instalasi pemadam kebakaran, pembatasan akses. Upaya yang dilakukan PT
Krakatau Steel ini sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja Pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub c) tentang mencegah dan mengurangi peledakan.
Untuk itu harus dilakukan pengendalian atau pencegahan terjadinya kebakaran dan
peledakan dengan cara menghindari bertemunya segitiga api.
10. Tertimpa dan
terjepit Tertimpa merupakan potensi bahaya yang sering terjadi. Penyediaan helm
bagi tenaga kerja merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahaya tertimpa
benda jatuh. Selain itu di setiap area pabrik juga dibuat jalur hijau yang merupakan
jalur aman bagi tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja. Untuk
menghindari kejatuhan dari beban yang sedang diangkat, setiap crane yang
beroperasi dengan atau tanpa membawa beban disertai dengan bunyi sirene. Upaya
yang dilakukan PT Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya
tertimpa ini sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan
dan mengamankan serta memperlancar pengangkutan barang.
11. Tertabrak
forklift Tertabrak benda bergerak memiliki potensi bahaya yang tidak terlalu
besar, tetapi hal ini dapat terjadi jika pekerjaan dilakukan tanpa pemenuhan
peraturan perundangan yang berlaku. Potensi bahaya ini dapat terjadi di peleburan
(EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan maka dilakukan tindakan pengendalian yaitu dengan membuat pembatasan
akses.
12. Confine
space Pekerjaan ditempat terbatas dan tertutup sangat berbahaya, oleh karena
itu diperlukan surat izin pekerjaan berbahaya. Faktor bahaya pada confined
space terdapat pada area peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, RH vacum
degushing. Maka tindakan pengendalian seperti diatas dengan adanya surat izin
pekerjaan berbahaya dan tenaga kerja yang terlatih serta memakai breating
aparatus jika diketahui tempat terbatas tersebut jumlah O2 rendah atau sudah
diketahui terdapat gas beracun.
13. Iritasi
bahan kimia Iritasi bahan kimia dapat terjadi di mekanik & elektrik EAF, RH
vacum degushing, hydraulic room CCM, water treatment plant (WTP II). Sebagai
pengendalian bahaya dari zat kimia maka sifat bahan-bahan kimia tersebut harus
diketahui terlebih dahulu oleh tenaga kerja sehingga dapat dilakukan tindakan
pencegahan terjadinya iritasi. Sesuai SE MENAKER No. SE.01/men/1997 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara cxv Lingkungan Kerja. Tidakan
pengendalian yang dilakukan yaitu dengan memakai perlengkapan yang digunakan
untuk melindungi tenaga kerja dari bahaya lingkungan kerja berupa: tutup
hidung, mulut, respirator, kacamata, pakaian kerja khusus termasuk sepatu,
sarung tangan, tutup kepala, jika tenaga kerja secara langsung berhubungan
dengan bahan kimia berbahaya. E. Implementasi SMK3 di Pabrik SSP II Implementasi
SMK3 di SSP II diterapkan sesuai dengan model SMK3 yang telah ditetapkan.
Penerapan SMK3 diterapkan berdasarkan Kebijakan SMKS, yang kemudian dilakukan
perencanaan, pelaksanaan, pengukuran, peninjauan dan evaluasi sehingga terjadi
peningkatan yang berkelanjutan. Dalam pelaksanaan SMK3 terlebih dahulu
dilakukan perencanaan kemudian dilakukan tindakan identifikasi bahaya dan
penilaian risiko. Hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko tersebut
didokumentasikan oleh perusahaan. Setelah dilakukan tindakan identifikasi
bahaya dan penilaian risiko di SSP II salah satunya di area CCM diketahui bahwa
terdapat bahaya bising, radiasi sinar infra merah, tekanan panas, debu,
percikan baja cair dan kebakaran serta peledakan. Dari hasil identifikasi bahaya
dan penilaian risiko, kemudian dilakukan tindakan pengendalian risiko tetapi
jika pengendalian risiko tersebut belum dapat mengurangi bahaya di tempat kerja
maka dilakukan perbaikan K3. Program perbaikan K3 di area CCM pada tahun 2008
yaitu pembuatan pagar pengaman di area kerja CCM. Program tersebut dilakukan
berdasarkan identifikasi bahaya di CCM yaitu adanya bahaya terkena percikan
baja cair. Program perbaikan cxvi dimonitoring secara rutin untuk mengetahui
efektifitas perbaikan serta sebagai peninjauan ulang manajemen SMK3.
Berdasarkan hasil data sekunder (data tidak dilampirkan ) diperoleh tingkat
keberhasilan perbaikan K3 di SSP II untuk periode tahun 2008 mencapai 100%.
Jadi secara umum di SSP II sudah menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) sesuai dengan
Permenaker No. 5 tahun 1996 tentang SMK3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar