Jumat, 28 Desember 2018

insiden yang sangat makan korban pada sektor produksi,energi,kecelakaan maupun industri


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
           PT Krakatau Steel (Persero) Tbk merupakan salah satu perusahaan baja terbesar di Indonesia yang berlokasi di Cilegon-Banten. Perusahaan ini bergerak dibidang produksi dan penjualan besi dan baja, yang didirikan pada tahun 1970. Perusahaan memiliki kapasitas produksi baja kasar sebesar 2,45 juta ton per tahun. Kapasitas ini digunakan untuk mendukung produksi komoditi perusahaan yaitu berupa baja lembaran panas, baja lembaran dingin, batang kawat, pipa spiral, pipa ERW, baja tulangan dan baja profil. Selain memasarkan produknya secara nasional, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk memasarkan produknya secara internasional. Sehingga dengan keahliannya dalam memproduksi baja, perusahaan menguatkan posisinya sebagai salah satu industri strategis di Indonesia. Berbagai penghargaan pun diperoleh perusahaan sebagai salah satu industri strategis di Indonesia.
           Selain tangible aset perusahaan juga harus bisa mengelola intangible asset, yaitu inovasi dalam pengaplikasian aset pengetahuan yang dimiliki karyawan agar bisa dikelola ataupun dimanfaatkan secara lebih baik oleh perusahaan. Maka diterapkan knowledge management atau manajemen pengetahuan yang berbasis sistem informasi, yang dilaksanakan dengan menggunakan tools knowledge management dan knowledge sharing dalam digital library atau web-site intranet PT Krakatau Steel. Proses aktifitas dan pengembangan karyawan ini merupakan perwujudan dari SECI model yang merupakan bagian dari manajemen pengetahuan. Melalui SECI model pengetahuan dikonversikan menjadi informasi dan data kompeten untuk dikelola, sehingga setiap karyawan bisa mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi knowledge yang dimilikinya, serta dapat mengakses knowledge yang dibutuhkannya guna meningkatkan kemampuan atau kompetensi diri. Penerapan manajemen pengetahuan berbasis informasi yang baru diterapkan pada tahun 2009 oleh PT Krakatau Steel ini mampu membawa perusahaan lolos terseleksi menjadi salah satu finalis dari 96 perusahaan yang masuk dalam nominasi di acara Indonesian MAKE (Most Admired Knowledge Enterpise) Study 2011 (Lampiran 2). Indonesian Most Admired Knowledge Enterpise (MAKE) Study 2011 merupakan studi tentang perusahaan berbasis pengetahuan yang paling dikagumi di Indonesia dan diselenggarakan oleh Dunamis Organization Services sejak tahun 2005. Meskipun belum pernah berhasil memenangkan kompetisi ini, namun dengan lolosnya PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menjadi finalis telah menandakan adanya perubahan kearah positif dan lebih baik lagi dari sebelumnya. Kebutuhan akan kemampuan perusahaan untuk beradaptasi serta penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mencapai visi dan misi perusahaan menjadikan sumber daya manusia merupakan aset paling berharga bagi organisasi, karena dengan kemampuan yang dimilikinya organisasi dapat menjalankan seluruh kegiatan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Maka dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam mengelola aset pengetahuan yang dimiliki perusahaan guna menghasilkan keunggulan bersaing perusahaan.
            Kebutuhan akan kemampuan perusahaan untuk beradaptasi serta penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mencapai visi dan misi perusahaan menjadikan sumber daya manusia merupakan aset paling berharga bagi organisasi, karena dengan kemampuan yang dimilikinya organisasi dapat menjalankan seluruh kegiatan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Maka dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam mengelola aset pengetahuan yang dimiliki perusahaan guna menghasilkan keunggulan bersaing perusahaan. Penerapan manajemen pengetahuan melalui SECI Model merupakan kegiatan organisasi dalam mengelola pengetahuan sebagai aset, dimana dalam berbagai strateginya ada penyaluran pengetahuan yang tepat kepada orang yang tepat dan dalam waktu yang cepat, sehingga mereka bisa saling berinteraksi, berbagi pengetahuan dan mengaplikasikannya dalam pekerjaan sehari-hari. Manajemen pengetahuan yang baik dalam organisasi akan mampu menciptakan sustainability dari pengetahuan tersebut, karena semakin banyak pengetahuan yang dapat diidentifikasi dan dimiliki, organisasi akan semakin banyak melakukan proses pembelajaran dan tentunya akan mempengaruhi kompetensi karyawan yang ada didalamnya. Kompetensi karyawan juga akan menentukan keberhasilan suatu perusahaan dalam mengimplementasikan strateginya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, kegiatan penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi manajemen pengetahuan melalui SECI Model, serta mengetahui pengaruh SECI Model tersebut terhadap peningkatan kompetensi karyawan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

1.2    Rumusan Masalah
           SECI Model merupakan bagian dari manajemen pengetahuan, berupa proses dimana organisasi atau perusahaan mengumpulkan aset pengetahuan dan memanfaatkannya untuk meningkatkan kompetensi kayawan. Maka dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti antara lain:
            1. Bagaimana penerapan manajemen pengetahuan melalui SECI Model pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero) Tbk?
            2. Bagaimana kompetensi karyawan yang ada pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero) Tbk?
            3. Bagaimana pengaruh SECI Model terhadap peningkatan kompetensi karyawan pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero) Tbk?
            4. Apa faktor yang paling mempengaruhi peningkatan kompetensi karyawan pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dalam penerapan SECI Model ?

1.3.   Tujuan Penulisan
            Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan yang ingin dicapai yaitu:
                1. Mengidentifikasi penerapan manajemen pengetahuan melaui SECI Model pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
                2. Mengidentifikasi kondisi kompetensi karyawan yang ada pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
                3. Menganalisis pengaruh SECI Model terhadap peningkatan kompetensi karyawan pada Direktorat SDM PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
                4.   Memenuhi Tugas mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Steel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1   Sejarah PT. KRAKATAU STEEL
          PT. Krakatau Steel merupakan industri baja yang berdiri dan beroperasi di Kota Cilegon. PT. Krakatau Steel berada pada tempat yang strategis, yaitu berada dekat pelabuhan yang merupakan sarana transportasi untuk mendapatkan bahan baku dan pendistribusian produk baik ke dalam negeri maupun ke luar negeri. Berdasarkan letak geografisnya, PT Krakatau Steel dibatasi oleh:
1. Arah Utara : berbatasan dengan pabrik-pabrik di Kawasan Industri Krakatau
2. Arah Selatan : berbatasan dengan jalan raya Anyer
3. Arah Barat : berbatasan dengan Selat Sunda
4. Arah Timur : berbatasan dengan pabrik-pabrik di Kawasan Industri Krakatau    

Profil PT Krakatau Steel PT Krakatau Steel merupakan industri baja pertama dan terbesar di Indonesia. Perkembangannya diawali dengan munculnya gagasan pertama perlunya industri baja di negara berkembang seperti di Indonesia dari Perdana Menteri Ir. H. Juanda.      

PT Krakatau Steel secara formal didirikan pada tahun 1970 ketika pemerintah Indonesia mengeluarkan PP No. 35 tanggal 31 Agustus tahun 1970 yang menetapkan kelanjutan proyek Pabrik Baja Trikora dengan mengubahnya ke dalam bentuk badan hukum Perseroan Terbatas. Keluarnya Peraturan Pemerintah diatas dapatlah dikatakan sebagai lahirnya PT Krakatau Steel. Pada bagian lain Peraturan Pemerintah ini juga disebutkan bahwa Pabrik Baja Trikora Cilegon merupakan salah satu kekayaan negara berbentuk proyek dalam bidang industri dasar yang harus segera dimanfaatkan bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut pemerintah kemudian memutuskan untuk menyertakan modal negara dalam pendirian perusahaan perseroan PT Krakatau Steel. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan pembangunan proyek pabrik baja trikora Cilegon dan menguraikannya serta mengembangkannya usaha perindustrian baja dalam arti seluas-luasnya. Sementara itu akte pendirian PT Krakatau Steel disiapkan oleh Ibnu Sutowo dan Ir. Suhartoyo yang ditunjuk untuk ikut serta dalam mendirikan usaha perseroan ini berdasarkan SK-47/MK/IX/1971. Kemudian pada tanggal 23 Oktober 1971 akte tersebut ditandatangani notaris Tan Thory Kie di Jakarta. Pemerintah mengambil kebijakan yang dituangkan dalam Kepres No. 13 tanggal 17 April 1975 yang dilanjutkan dengan Kepres No. 50 tahun 1975 yang isinya adalah keputusan untuk melanjutkan pembangunan PT Krakatau Steel dengan rencana induk 10 tahun (1975-1985) yang pelaksanaannya dalam beberapa tahap.

Tahap-tahapnya sebagai berikut:
a. Dalam tahap I terdiri atas dua bagian, yaitu:
1) Melanjutkan penyelenggaraan pembangunan pabrik baja bekas yang meliputi pabrik baja dan pabrik baja profil serta pelabuhan khusus Cigading.
2) Melanjutkan pembangunan pabrik billet (Billet Steel Plant), Wire Rod, PLTU 400 MW dan pengadaan distribusi air secara terpusat. Keseluruhannya direncanakan mulai beroperasi pada 9 Oktober 1979.
b. Pada tahap II dilanjutkan pembangunan pabrik baja slab (Slab Steel PlantSSP), pabrik baja lembaran panas (Hot Strip Mill- HSM) dan pabrik besi spons dengan kadar Fe sampai dengan 99 %.
c. Pada tahap III dilakukan pembangunan anak perusahaan PT krakatau Steel yang meliputi pembangunan:
1) Pabrik mesin perkakas (PT Industri Perkakas Indonesia-IMPI)
2) Pabrik baja dan plat timah (PT Latinusa)
3) Pabrik baja lembaran (PT Cold Rolling Mill Indonesia-CRMI)
4) Pabrik Baja H-Beam (PT Cigading H-Beam Centre- CHC).

PT. Krakatau Steel yang berlokasi di Cilegon merupakan industri
pengolahan baja terbesar di Indonesia. Pabrik ini merupakan permulaan
proyek baja dari pemerintah yang mulai berdiri pada bulan Mei 1962. Pada
mulanya proyek tersebut dikenal dengan nama pabrik baja “TRIKORA”
yang mendapat bantuan dari pemerintah Rusia.
Akibat adanya pemberontakan G30S PKI,   proyek  pembangunan
dari proyek pembangunan dari tahun 1966 sampai sekitar tahun 1972 dapat
dikatakan terhenti  sama sekali,  kesulitan utamanya  adalah  pembiayaan
pembangunan pabrik. Akhirnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 35
proyek   pabrik   baja   “TRIKORA”   menjadi   PT.   Krakatau   Steel   yang
disahkan dengan   ditandatangani   akte notaris   pada   tanggal  23   Oktober
1971.
      Pembangunan   pabrik   PT.   Krakatau   Steel   rampung   pada   tahun
1977.   Selanjutnya   PT.   Krakatau   Steel   melaksanakaan   pembangunan pabrik-pabrik baru sebagai perluasan usaha.   Sebagai   tujuan   pendirian,
maka pabrik – pabrik yang dibangun adalah terpadu yaitu dapat mengolah
biji besi sampai dengan produk-produk jadi dari baja.
Dasar penentuan lokasi pendirian pabrik besi baja, antara lain :
Adanya cikal bakal industri baja ( Trikora )
§ Letak geografis ( pinggir laut )
§ Tersedianya tanah yang cukup luas
§ Tersedianya air yang cukup banyak
§ Kondisi sosial budaya daerah
§ Daerah tandus ( bukan agraris )
§ Tersedianya tenaga kerja

§ Adanya cikal bakal industri baja ( Trikora )
§ Letak geografis ( pinggir laut )
§ Tersedianya tanah yang cukup luas
§ Tersedianya air yang cukup banyak
§ Kondisi sosial budaya daerah
§ Daerah tandus ( bukan agraris )
§ Tersedianya tenaga kerja
Adanya cikal bakal industri baja ( Trikora )
§ Letak geografis ( pinggir laut )
§ Tersedianya tanah yang cukup luas
§ Tersedianya air yang cukup banyak
§ Kondisi sosial budaya daerah
§ Daerah tandus ( bukan agraris )
§ Tersedianya tenaga kerja
Adanya cikal bakal industri baja ( Trikora )
§ Letak geografis ( pinggir laut )
§ Tersedianya tanah yang cukup luas
§ Tersedianya air yang cukup banyak
§ Kondisi sosial budaya daerah
§ Daerah tandus ( bukan agraris )
§ Tersedianya tenaga kerja
·         Adanya cikal bakal industri baja ( Trikora )
·          Letak geografis ( pinggir laut )
·         Tersedianya tanah yang cukup luas
·         Tersedianya air yang cukup banyak
·         Kondisi sosial budaya daerah
·          Daerah tandus ( bukan agraris )
·         Tersedianya tenaga kerja

Visi dan Misi PT. Krakatau Steel



2.2   Visi dan Misi PT. Krakatau Steel

             Visi :
 
                      2008 : “Cost Competitive Global Steel Provider”
2013  : “ Dominate Integrated Global Steel Player”
                      2020 : “ Leading Global Steel Player”


Misi :
 Kami   adalah   keluarga   masyarakat   dunia   yang   berbudaya,
mempunyai komitmen untuk menyediakan baja dan  produk terkait
dengan pendekatan menyeluruh yang menghasilkan solusi industri dan
insfrastruktur untuk kesejahteraan masyarakat.

1. Pabrik pengolahan besi dan baja
2. Pabrik peleburan besi dan baja
4

2.3  Lokasi Perusahaan
         PT. Krakatau Steel berada di Kota Cilegon, dimana sebelah utara terdapat pelabuhan Merak, sebelah barat terdapat pelabuhan Cigading, sebelah timur dan selatan terdapat Kabupaten Serang, yang semuanya masuk dalam          Provinsi Baten.
PT. Krakatau Steel dalam proses produksinya secara global terbagimenjadi beberapa urutan proses yang dilakukan secara bertahap, yaitu:
 1.Proses produksi besi spons ( Iron Melting) .
2. Proses produksi baja billet ( Billet Steel ).
3. Proses produksi baja slab (Slab Steel  ).
4. Proses pengerolan baja lembaran panas ( Hot Strip Mill ) .
5. Proses pengerolan baja lembaran dingin (Cold Rolling Mill ). 
6. Proses Batang Kawat/ Wire Road Mill ( WRM).

Didalam melakukan proses produksinya PT. Krakatau Steel mendapatkan bahan baku dari dalam negeri dan juga impor.
2.4 Komitmen
        Manajemen dan Karyawan PT. Krakatau Steel (Persero) menyatakan komitmen untuk mengerti, memahami, memenuhi, dan bila memungkinkan melebihi kebutuhan stakeholders melalui implementasi standar perusahaan dan perbaikan proses secara terus menerus. Manajemen dan karyawan PT. Krakatau Steel (Persero) menyatakan komitmen untuk mengirim produk secara tepat waktu dan bebas cacat dengan biaya kompetitif, serta mengupayakan tidak terjadinya kecelakaan, mencegah penyakit akibat kerja, pencemaran lingkungan dan gangguan keamanan.
2.5 Kebijakan Umum
         Untuk menjalankan kegiatan dan bisnis perusahaan, ditetapkan kebijakankebijakan pokok yang akan menjadi landasan dalam penjabaran kebijakan operasional perusahaan, yang meliputi:
a. Kebijakan Tata Kelola Perusahaan
 1) Menjalankan tata kelola perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip Good Krakatau Steel Governance (GKSG) secara konsisten untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan stakeholders.
2) Menerapkan Pengendalian Internal, Manajemen Risiko dan Manajemen Pengamanan yang efektif untuk mengamankan investasi dan asset perusahaan, menjamin kontinyuitas, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan selaras dengan visi dan misi perusahaan.
 b. Kebijakan Mutu
1) Melakukan inovasi dan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) dengan melaksanakan sistem manajemen mutu untuk meningkatkan daya saing dan mendorong pertumbuhan perusahaan.
2) Mengembangkan teknologi dan proses yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen dan stake holder lainnya.
3) Mengendalikan mutu produk mulai dari pemasok, penerimaan, penyimpanan, proses produksi sampai ke pelanggan.
4) Mengevaluasi mutu dengan menggunakan metode statistik dan/atau metode lainnya yang relevan.
5) Mendokumentasikan seluruh proses secara sistimatis agar mempunyai kemamputelusuran yang baik dari hulu sampai hilir.
6) Memastikan metode pengujian dan kalibrasi sesuai dengan standar nasional atau internasional, serta pelayanan kepada customer secara profesional.
c. Kebijakan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1) Menggalakkan perlindungan lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja dengan menerapkan peraturan dan perundangan yang berlaku serta sistem manajemen lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja
2) Mengelola limbah, emisi dan sumber daya untuk menekan serendah mungkin dampak negatif terhadap lingkungan.

2.6   Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
         K3 dibagi menjadi 2 pengertian, yaitu :
1.      Secara Filosofis
Suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adl dan makmur.
2.      Secara Keilmuan
Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2.7    Alat Perlindungan Diri (Personel Protective Equipment)
Alat Pelindung Diri (APD) atau Personel Protective Equipment (PPE) merupakan peralatan keselamatan yang digunakan untuk menghindari bahaya yang mengancam pada waktu bekerja dengan bahan- bahan berbahaya maupun pada lingkungan yang berbahaya. Pada umumnya alat-alat pelindung kerja kurang enak dipakai, terasa mengganggu dan mengurangi efisiensi kerja. Tetapi demi keselamatan kerja, perlu selalu ditekankan kepada para petugas mengenai pentingnya, penggunaan alat-alat tersebut demi keselamatan.
Perlu diketahui bahwa beberapa alat pelindung kerja mempunyai fungsi khusus yang tidak dapat ditukar penggunaannya dari satu alat dengan alat yang lainnya. Hal ini terutama pada alat pelindung pernafasan; sebagai contoh filter untuk gas khlor tidak dapat dipakai untuk gas amoniak. Filter untuk debu tidak dapat dipakai oleh gas dan sebagainya.
Dalam memilih alat pelindung diri yang akan digunakan, perlu diperhatikan pengaruh bahan kimia terhadap tubuh baik lokal (efek yang ditimbulkan hanya pada bagian yang terkontaminasi) maupun sistemik (pengaruhnya kontaminan mempengaruhi organ lain yang tidak terkena). Organ yang sering terkena pengaruh lokal bahan kimia terutama kulit, mata, hidung, bronkus dan jaringan paru-paru. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam memilih alat pelindung diri adalah sifat fisik bahan kimianya.
Berikut adalah alat-alat pelindung kerja yang diperlukan untuk mengatasi bahaya bahan-bahan berbahaya:
a.       Masker gas,
b.      Safety shoes
c.       Pelindung telinga, ear plug dan ear muff,
d.      Sarung tangan karet,
e.       Kacamata pelindung,
f.       Safety Helmet.



2.8     Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan nyaman. Tujuan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, adalah :
  1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia,
  2. Meningkatkan komitmen pimpinan dalam melindungi tenaga kerja,
  3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi globalisasi,
  4. Proteksi terhadap industri dalam negeri,
  5. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional,
  6. Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional,
  7. Meningkatkan pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sistem,
  8. Pencegahan terhadap problem sosial dan ekonomi terkait dengan penerapan K3L.
Agar pelaksanaan K3 di suatu perusahaan dapat berjalan dengan baik dan dapat menciptakan kondisi yang sehat dan selamat, maka perlu dibentuk organisasi K3 di dalam struktur organisasi perusahaan. (Suma’mur 1989). Ada 2 (dua) macam organisasi K3, yaitu :
  1. Organisasi Struktural
Tugas-tugas bagian K3 dalam Organisasi ini antara lain :
a.       Secara administratif bertanggung jawab kepada pemeriksaan dan keselamatan kerja
b.      Membuat dan menyelenggarakan program K3 agar setiap tempat kerja aman dari bahaya,
c.       Melakukan pembinaan dan pelatihan karyawan,
d.      Melakukan pengawasan terhadap penaatan peratutan dan prosedur keselamatan kerja di tempat kerja.
  1. Organisasi Fungsional
Bentuk organisasinya adalah :
a.       Panitia Pembina Keselamatan Kerja (P2K3)
Tugas-tugas pokok P2K3 adalah sebagai berikut :
·         Mengembangkan kerjasama dan partisipasi efektif di bidang K3 antar pimpinan perusahaan dan karyawan dalam rangka melancarkan usaha produksi,
·         Menyelenggarakan pembinaan karyawan,
·         Melakukan pemeriksaan K3 di seluruh kawasan perusahaan.
b.      Badan K3
Badan K3 merupakan Komite Pelaksaan K3 yang menpunyai tugas melaksanakan dan menjabarkan kebijakan K3 di perusahaan serta melakukan peningkatan K3 di unit kerja. Badan K3 dapat dibentuk berjenjang, yaitu :
·         Tingkat Departemen/Bidang,
·         Tingkat Bagian/Seksi,
·         Tingkat Karyawan.
Manfaat dari penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 05.Men/96 adalah :
  1. Bagi Perusahaan :
a.       Mengetahui pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan di bidang K3,
b.      Mendapatkan bahan umpan balik bagi tinjauan manajemen dalam rangka meningkatkan kinerja SMK3,
c.       Mengetahui efektifitas, efisiensi dan kesesuaian serta kekurangan dari penerapan SMK3,
d.      Mengetahui kinerja K3 di perusahaan,
e.       Meningkatkan image perusahaan yag pada akhirnya akan meningkatkan daya saing perusahaan,
f.       Meningkatkan kepedulian dan pengetahuan karyawan mengenai K3 yang juga akan meningkatkan produktifitas perusahaan,
g.      Terpantaunya bahaya dan resiko di perusahaan,
h.      Penanganan berkesinambungan terhadap resiko yang ada di perusahaan,
i.        Mencegah kerugian yang lebih besar kepada perusahaan,
j.        Pengakuan terhadap kinerja K3 di perushaan atas pelaksanaan SMK3.
  1. Bagi Pemerintah :
a.       Sebagai salah satu alat untuk melindungi hak karyawan di bidang K3,
b.      Meningkatkan mutu kehidupan bangsa dan image bangsa di forum internasional,
c.       Mengurangi angka kecelakaan kerja sekaligus akan meningkatkan produktifitas kerja atau nasional,
d.      Mengetahui tingkat penerapan terhadap peraturan perundangan.
Dasar hukum dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah :
1.      Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2.      Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 86 dan pasal 87.
3.      Peraturan Menteri No. Per. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4.      Peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan Peraturan Menteri tersebut.
Pihak-pihak yang harus menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah setiap tempat kerja atau perusahaan yang memperkerjakan karyawan sebanyak 100 (seratus) orang atau lebih atau pekerjaan yang mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja.
2.9  OHSAS 18001:2007
        OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series) 18001:2007 merupakan bagian dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola semua resiko K3 yang merupakan standarisasi global atas perubahan pedoman K3 yang dipublikasikan pertama kali oleh British Standard Institute (BSI) pada April 2007. OHSAS 18001:2007 yang dikembangkan oleh kurang lebih 43 (Empat Puluh Tiga) konsorsium yang terdiri dari organisasi buruh, industri, pendidikan, kesehatan, dan organisasi lainnya yang ada di seluruh dunia ini dibuat lebih kompatibel dengan standarisasi internasional lainnya seperti ISO 14001:2004 (Sistem Manajemen Lingkungan) dan ISO 9001:2000 (Sistem Manajemen Mutu) dengan tujuan untuk mempermudah integrasi sistem manajemen.
Gambar 2.1 Model Implementasi OHSAS 18001:2007
Terdapat revisi definisi dan penambahan definisi baru pada istilah-istilah dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdapat pada OHSAS 18001:2007 yang membedakan dari versi sebelumnya (OHSAS 18001:1999), seperti mengganti istilah “risiko yang dapat ditoleransi” diganti menjadi “risiko yang dapat diterima”, makna kecelakaan dimasukkan dalam definisi insiden, definisi potensi bahaya tidak lagi mencakup kerusakan properti atau kerusakan lingkungan di tempat kerja, penambahan istilah “Evaluasi Kepatuhan” dan sebagainya.
2.10          Referensi Penyusunan OHSAS 18001:2007
      Referensi yang digunakan dalam penyusunan OHSAS 18001:2007 adalah :
a.       OHSAS 18002 Occuptional Health and Safety Management System – Guidelines for The Implementation of OHSAS 18001,
b.      ILO OSH:2001 Guidelines on Occuptional Health and Safety Management System (OSH-MS),
c.       ISO 9000:2005 Quality Management System-Fundamentals and Vocabulary,
d.      ISO 9001:2000 Quality Management System –Requirement,
e.       ISO 14001-2004 Environmental Management System-Requirement with Guidance for Use,
f.       ISO 19011:2002 Guidelines for Qualiity and/or Environmental Management System Auditing.
2.11        Perbandingan OHSAS 18001:2007 dan OHSAS 18001:1999
     Perubahan mendasar OHSAS 18001:2007 dengan OHSAS 18001:1999 (versi sebelumnya) antara lain :
a.       Pentingnya kesehatan kini telah lebih ditekankan,
b.      Mode diagram “Plan-Do-Check-Action” hanya ditampilkan pada bagian pendahuluan,
c.       Referensi publikasi pada klausul 2 hanya berisi standar internasional,
d.      Mengganti istilah risiko yang dapat ditoleransi diganti menjadi risiko yang dapat diterima,
e.       Kecelakaan dimasukkan dalam insiden,
f.       Definisi potensi bahaya tidak lagi mencakup kerusakan properti atau kerusakan lingkungan dtempat kerja,
g.      Penggabungan sub-klausul 4.3.3 dan 4.3.4,
h.      Persyaratan baru dimunculkan mengenai pertimbagan hirarki pengendalian sebagai bagian dari perencanaan K3
i.        Manajemen perubahan sekarang dibahas lebih eksplisit
j.        Perubahan klausul baru mengenai evaluasi pemenuhan
k.      Penambahan persyaratan baru tentang partisipasi dan konsultasi
l.        Penambahan persyaratan baru tentang penyelidikan insiden
2.12          Elemen Implementasi SMK3 - OHSAS 18001:2007
          Elemen implementasi dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) menurut OHSAS 18001:2007 adalah :
1.      Kebijakan K3
2.      Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan menentukan pengendaliannya,
3.      Persyaratan hukum dan lainnya,
4.      Objektif K3 dan program K3,
5.      Sumberdaya, peran, tanggung jawab, akuntabilitas dan wewenang,
6.      Kompetensi, pelatihan dan kepedulian,
7.      Komunikasi, partisipasi dan konsultasi,
8.      Pendokumentasian,
9.      Pengendalian dokumen,
10.  Pengendalian Operasi,
11.  Tanggap darurat,
12.  Pengukuran kinerja dan pemantauan,
13.  Evaluasi kesesuaian,
14.  Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan langkah pencegahan,
15.  Pengendalian rekaman,
16.  Internal audit,
17.  Tinjauan manajemen



Saat ini, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. memiliki kapasitas produksi baja sebesar 3,15 juta ton pertahun, memproduksi Baja Lembaran Panas, Baja Lembaran Dingin, dan Batang Kawat dan melalui anak usaha, Perseroan juga memproduksi jenis produk baja untuk industri-industri khusus, antara lain Pipa Spiral, Pipa ERW, Baja Tulangan, dan Baja Profil. Kapasitas rolling tersebut akan ditingkatkan menjadi 4,65 juta ton di tahun 2017 dengan menambah kapasitas baja lembaran panas sebesar 1,5 juta ton. Selain memasarkan produk-produknya untuk konsumen domestik. Perseroan juga memasarkannya ke luar negeri/ekspor. Keahlian Perseroan untuk memproduksi baja dengan spesifikasi khusus, termasuk untuk keperluan pertahanan nasional, semakin memperkuat posisinya sebagai salah satu industri strategis Indonesia. Pada tahun 2013, di tengah kondisi pasar yang sulit,
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk melaksanakan secara berkala terhadap pelaksanaan perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta penerapan Sistem Manejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) guna mencapai keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan bagi tenaga kerja dan masyarakat sekitar.
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Permenaker No. Per.05/MEN/1996). Pengaruh positif terbesar yang dapat diraih dari penerapan SMK3 adalah mengurangi angka kecelakaan kerja. Karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatannya akan bekerja lebih optimal dibandingkan dengan karyawan yang terancam K3-nya. Adanya jaminan keselamatan dan kesehatan selama bekerja, maka tentu akan memberikan kepuasan dan meningkatkan produktivitas terhadap perusahaan (Rudi Suardi, 2005). PT Krakatau Steel merupakan salah satu industri baja terkemuka di Indonesia sehingga menjadi alternatif yang dipilih untuk melaksanakan praktek kerja. Sangatlah diyakini bahwa sebagai industri yang berskala besar pastilah syarat dengan teknologi. Selain itu, PT. Krakatau Steel dipercaya sebagai perusahaan yang menaruh perhatian besar dalam bidang Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Hal yang telah dilakukan adalah diterapkannya pelaksanaan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) serta telah menyediakan APD bagi tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, pengadaan pos P3K, training K3, sarana dan prasarana pengolahan limbah hasil industri.
Pabrik Besi Spon (PBS) Pabrik besi spons menerapkan teknologi berbasis gas alam dengan proses Reduksi langsung menggunakan teknologi Hyl dari Meksiko. Pabrik ini menghasilkan besi spons (Fe) dari bahan mentahnya berupa biji besi pellet, dengan menggunakan gas alam.
Pabrik besi spons memiliki dua buah unit produksi dan menghasilkan 2.000.000 MT/tahun besi sponge, yaitu:
a.       Hyl I (DRP I dan unit reformer DRP II) Beroperasi sejak tahun 1979, proses tidak kontinyu (discharge. Unit ini beropersi dengan menggunakan 4 modul batch process dimana setiap modulnya mempunyai dua buah reaktor. Pada proses ini menggunakan proses reduksi langsung dengan menggunakan gas alam yang diproses dengan reformer menjadi gas reduksi sebelum direaksikan dengan bijih besi.
b.      b. Hyl III : Memulai operasinya pada tahun 1994 dengan menggunakan 2-shafts continuous process. Besi spons yang dihasilkan oleh pabrik ini memiliki keunggulan dibanding sumber lain terutama disebabkan karena rendahnya kandungan residual. Sementara itu tingginya kandungan karbon menyebabkan proses di dalam Electric Arc Furnace (EAF) menjadi lebih efisien dan proses pembuatan baja menjadi lebih akurat. Sehingga hal tersebut menjamin konsistensi kualitas produk baja. Besi spons yang berbentuk butiran merupakan bahan baku utama pembuatan baja, yang nantinya di kirim melalui unit Conveyor system ke dapur listrik di SSP I, SSP II dan BSP.
Divisi K3LH (Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup) dipimpin oleh seorang Manager. Dibawah Manager terdapat 4 (empat) Dinas Kerja yang dipimpin oleh Superintendent yaitu :
a. Dinas Keselamatan Kerja : bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan keselamatan kerja instalasi berbahaya, proses dan sarana produksi, serta keselamatan kerja karyawan, kontraktor, labour suplay, dan tamu perusahaan.
b. Dinas Hiperkes : bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan kesehatan tenaga kerja secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
c. Dinas Laboratorium Lingkungan : bertanggung jawab terhadap pemantauan, pengujian, penelitian parameter lingkungan kerja dan lingkungan hidup.
d. Dinas Pengendalian Lingkungan : bertanggung jawab atas pengawasan dan pengendalian pencemaran lingkungan. Struktur organisasi divisi K3LH terlampir pada lampiran
2. Sebagai Divisi yang menangani Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup. Divisi K3LH bertanggungjawab dalam :
a. Menyusun dan mengkoordinasikan pelaksanaan program K3LH.
b. Menetapkan norma Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan Hidup.
Devisi K3LH
a. Pengelolaan Lingkungan
1) Program Kerja
a) Pengelolaan limbah industri.
b) Pengelolaan kualitas limbah cair dan gas menurut baku mutu lingkungan.
c) Pencegahan, pengendalian dan penilaian.
2) Sasaran Pencapaian proper kategori biru menuju hijau. Adapun tingkatan proper dari rendah ke tinggi adalah : Hitam, Merah, Biru, Hijau dan Emas.
b. Pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja
1. Program Kerja
a) Peningkatan pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman.
b) Peningkatan pengendalian risiko K3.
2. Sasaran Menurunkan indeks kecelakaan kerja (IFR dan ISR) dibawah control line.
c. Pencegahan dan pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK) serta peningkatan derajat kesehatan karyawan.
1) Program Kerja
a) Peningkatan ergonomi lingkungan fisik, higiene dan sanitasi tempat kerja.
b) Peningkatan kualitas kesehatan kerja.
c) Implementasi program K3LH bidang ergonomi dan kesehatan kerja.
d) Promosi K3 dan lingkungan.
e) Peningkatan pengetahuan kesehatan masyarakat industri.
2) Saran Menurunkan angka mangkir sakit (FRS dan FRD) dibawah control line.
d. Peningkatan Komitmen Manajemen K3 1) Program Kerja Peningkatan implementasi SMKS bidang ISO 14001, SMK3 dan ISO 17025 bidang Laboratorium.
2) Sasaran Utama : Mengendalikan CAR, Audit dan Eksternal.
e. Pembinaan K3 dan Lingkungan Pembinaan K3 dan Lingkungan meliputi :
1) Promosi kesehatan.
2) Promosi K3LH.
3) Peningkatan kompetensi.
4) Pembinaan stake holder. Sasaran pembinaan adalah untuk meningkatkan kepedulian karyawan dan manajemen unit kerja tentang penerapan K3LH di perusahaan.
f. Perizinan lingkungan Sasaran Utama : Peningkatan pemenuhan peraturan bidang K3 di lingkungan perusahaan. g. Implementasi 5R (Resik, Ringkas, Rapi, Rawat, Rajin).

 h. Tugas lain Divisi K3LH, yaitu :
1) Pengendalian biaya.
2) Improvement terhadap pengendalian K3LH.
3) Pelayanan K3LH.
4) Peningkatan kompetensi jabatan K3LH.
5) Implementasi atau penerapan manajemen mutu.
3. Kegiatan Pokok Divisi K3LH Kegiatan Divisi K3LH yang telah disusun adalah :
 a. Menyelenggarakan kegiatan pembinaan, penelitian, pemantauan, pengujian dan pencegahan dalam bidang Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja serta Pengendalian Lingkungan Industri.
 b. Menyelenggarakan kegiatan penelitian dan aplikasi pemanfaatan kembali (reduce), daur ulang (recycle) dan recovery limbah industri.
c. Menyelenggarakan kegiatan pemeriksaan dan uji ulang peralatan serta instalasi berbahaya di lingkungan pabrik.
d. Mengembangkan dan memelihara Sistem Manajemen Lingkungan (SML) dan ISO 14001 serta pengembangan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), serta ISO 17025.
 4. Program Kerja Divisi K3LH
a. Meningkatkan Rona lingkungan :
1) Pemantauan dan analisis limbah
2) Pemantauan dan analisis air permukaan
3) Pemantauan dan analisis air tanah
4) Pemantauan kondisi iklim
5) Pemantauan kondisi debu daerah industri
6) Pemantauan kondisi debu daerah perkampungan
7) Pemantauan kondisi debu daerah perumahan
8) Pemantuan kondisi kebisingan di tempat kerja dan perkampungan
9) Pemantauan kondisi gas emisi
10) Pemantauan kondisi gas ambient
11) Pemantauan kondisi gas explosive
 12) Penanganan oli bekas dan drum kosong
13) Evaluasi kondisi kebersihan lingkungan kerja
14) Pengendalian limbah B3 dan limbah non B3
b. Implementasi SML ISO 14001
1) Evaluasi progres objektif ISO 14001
2) Evaluasi progres pelatihan ISO 14001 dan TKTD (Tim Koordinasi Tanggap Darurat)
3) Evaluasi hasil pemantauan dan pengukuran
4) Audit ISO 14001
5) Survailance ISO 14001
6) Tinjauan manajemen
c. Implementasi SMK3
1). Identifikasi risiko dan potensi bahaya
2). Pendokumentasian hasil identifikasi faktor dan potensi bahaya
3). Penilaian risiko
4). Pengendalian risiko
5). Program perbaikan untuk evaluasi progress
d. Menurunkan Tingkat Kekerapan Kecelakaan Kerja (IFR) dan Tingkat Keparahan Kecelakaan Kerja (ISR)
1) Pemeriksaan dan pengujian crane
2) Pemeriksaan dan pengujian ketel uap
3) Pemeriksaan dan pengujian bejana bertekanan
4) Pemeriksaan dan pengujian lift
5) Pengawasaan instalasi listrik atau penyalur petir
6) Pemeriksaan botol oksigen
7) Perpanjangan ijin pemakaian zat radioaktif
8) Penyelenggaraan dan evaluasi P2K3
9) Pembuatan Sistem Ijin Kerja
10) Pelatihan Keselamatan Kerja
11) Inspeksi tindakan kondisi tidak aman
12) Investigasi dan rekontruksi kecelakaan
13) Legalisasi Buku Kerja Opertor Las dan Crane e. Meningkatkan pengetahuan/keterampilan TTD Pabrik bidang P3K serta Mutu Pengujian Kesehatan Karyawan
1) Pelatihan P3K bagi Satgas Medis Pabrik
2) Penyuluhan ISO 14001 bidang Kesehatan Kerja
3) Penyuluhan TTD bidang Kesehatan Kerja
4) Penyusunan profil Kesehatan Kerja pabrik
5) Penyusunan Standar Pengujian Kesehatan
6) Pengujian Kesehatan Berkala
7) Pemeriksaan Audiometri karyawan
8) Pemeriksaan Spirometri karyawan
f. Menyelesaikan penelitian limbah padat industri (Sludge DRP, Batu gangue, Slurry CRM dan debu EAF) hingga tahap layak produksi.
1) Pembuatan proposal penelitian
2) Pelaksanaan kegiatan penelititan
3) Pembuatan progres kegiatan xlix
4) Evaluasi kegiatan dan diskusi hasil
g. Kebijakan Perlindungan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Krakatau Steel secara aktif menggalakkan perlindungan lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja dengan menerapkan SML dengan tujuan :
a. Berupaya untuk menekan serendah mungkin dampak negatif terhadap lingkungan dengan meminimalisasi limbah dan emisi serta penghematan energi dan sumber daya.
b. Berupaya mengembangkan semaksimal mungkin dampak positif terhadap lingkungan dengan meningkatakan pemanfaaatan dan daur ulang limbah.
c. Berupaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman dengan meminimalkan kecelakaan dan gangguan kesehatan akibat kerja.
d. Melalui sistem ini PT. Krakatau Steel akan berupaya untuk mencegah pencemaran dan perbaikan lingkungan secara berkesinambungan.
e. PT. Krakatau Steel akan berupaya mematuhi Peraturan dan Perundangan yang menyangkut Perlindungan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta menjaga hubungan baik dengan pemerintah.
f. Setiap karyawan bertanggung jawab menghindarkan pencemaran, menekan kecelakaan dan gangguan kesehatan kerja.
5. Sistem Informasi dan Komunikasi K3LH Komunikasi dan informasi tentang K3LH di unit kerja khususnya dilingkungan Direktorat Produksi dilakukan dengan cara : 
a. Rapat P2K3 pusat tingkat manajemen diadakan 3 bulan sekali, dipimpin oleh Direktur Produksi, serta rapat P2K3 tingkat sekretaris yang diadakan 1 bulan sekali. Agenda utama rapat :
1) Kinerja K3LH unit kerja (Rona lingkungan, IFR-ISR, FRS-FRD), kinerja mamajemen dan kinerja lingkungan (Debu, tekanan panas, kebisingan, kondisi saluran pembuangan air limbah dan kondisi air laut) serta kinerja manajemen (Progres kinerja K3), progres closing CAR (Corecting Action Report), Progres NCR ( Non Conformance Report).
2) Masalah K3LH yang sedang trend dan solusi pencegahannya.
3) Hasil investigasi kecelakaan kerja yang fatal. b. Rapat pemberian apresiasi pada unit produksi yang mencapai target perusahaan yang dilaksanakan 1 bulan sekali yang dipimpin langsung oleh Direktur Utama, salah satu agenda rapat tersebut adalah mengkomunikasikan hasil K3 unit kerja.
c. Laporan bulanan hasil pengawasan dan pemantauan K3LH setiap bulan oleh Divisi terkait.
d. Sosialisasi K3LH di Pusdiklat maupun unit kerja.
e. Sidak gabungan K3LH dan monitoring progres temuan.
f. Media pembinaan langsung atau tidak langsung pada karyawan. Media pembinaan tidak langsung yang digunakan di perusahaan yaitu : Rambu K3, poster, billboard, papan info K3, buletin, spanduk, leaflet dan buku saku.
g. Reward and Punishment
1) Pelanggaran APD dikenakan sanksi pemotongan insentif. li
2) Pelanggaran kontrak dikenakan sanksi penundaan pembayaran, potongan tagihan dan black list. 6. Fasilitas Divisi K3LH
a. Laboratorium lingkungan untuk menganalisis dan mengevaluasi kandungan unsur–unsur kimia, fisika, biologi dari air limbah, gas dan debu serta padatan. Peralatan analisa yang digunakan antara lain : Spektrofotometer, AAS, Reaktor, Oven, Furnace, Coloni Counte, Rotator, Senterifuge, Autoclave, pH Meter, Conduktivimeter, Sturer dan Hot Plate.
b. Peralatan sampling atau monitor lingkungan seperti peralatan sampling udara (gas dan debu), air limbah, tekanan panas, kebisingan, iklim atau klimatologi (suhu, kelembaban dan cahaya matahari).
c. Perlengkapan medis Kesehatan Kerja (Audiometer, Sound Level Meter, Noise Dosi Meter, Spirometer, Antropometer.
d. Peralatan untuk pengujian instalasi berbahaya, seperti pengujian crane, boiler dan bejana tekan, intalasi gas, intalasi listrik, radioaktif dan petir dll. 7. Peningkatan Sumber Daya Manusia Divisi K3LH berupaya untuk mengembangkan SDM, melalui kegiatan - kegiatan sebagai berikut :
a Program-program pendidikan dan latihan baik di lingkungan PT Krakatau Steel (In House Training) maupun diluar PT Krakatau Steel (Outside Training) yang berhubungan dengan pekerjaannya atau bidang keahliannya.
b Meningkatkan mobilitas dan fleksibilitas karyawan untuk meningkatkan utilitas karyawan sesuai dengan tuntutan pekerjaan.
 c Ketentuan pelaksanaan tentang Keselamatam dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan Hidup ditetapkan dengan surat keputusan Direksi.
D. Keselamatan Kerja
1. Sistem Pengelolaan Keselamatan Kerja Sistem pengelolaan keselamatan kerja di PT. Krakatau Steel yang dilaksanakan meliputi:
a. Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman Pada kegiatan pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman, dilakukan dengan adanya pengawasan dan perbaikan kondisi dan tindakan tidak aman. Program kerja yang dilaksanakan antara lain:
1) Inspeksi dan pengawasan tindakan tidak aman (TTA) dan kondisi tidak aman (KTA). Inspeksi dilakukan setiap 1 minggu sekali oleh seluruh engineer keselamatan kerja yang bertanggung jawab pada masing-masing plant.
2) Pengawasan pekerjaan berbahaya, bersifat insidental, dilakukan pada saat melakukan pekerjaan berbahaya yang biasanya dilakukan oleh pihak eksternal seperti pembersihan tangki tertutup (confine space), pengelasan dan lain-lain.
b. Pengawasan, pengujian dan perizinan peralatan berbahaya Kegiatan pengawasan, pengujian dan perizinan peralatan berbahaya ini meliputi:
1) Pengawasan peralatan berbahaya:
Pengawasan dilakukan secara berkala atau insidental dan berkelanjutan dengan melakukan inspeksi lapangan, pengamatan dan pengukuran serta pencatatan dan laporan atau berita acara serta dilakukannya audit. Pengawasan peralatan berbahaya meliputi:
a) Pengawasan crane, lift dan conveyor. Pengawasan dilakukan secara menyeluruh setiap 1 tahun sekali, yang dilakukan oleh pihak internal.
b) Pengawasan pemanfaatan zat radioaktif Pengawasan pemanfaatan zat radioaktif terdiri dari:
(1) Pengawasan rutin Pengawasan atau pemantauan rutin dilakukan setiap 1 bulan sekali tiap pabrik. Pengawasan ini meliputi pengawasan keberadaan sumber radioaktif, pemantuan besarnya paparan sinar radioaktif di medan radiasi, pengawasan terhadap pemakaian film badge bagi tenaga kerja yang bekerja di tempat yang memiliki jarak dekat dengan instalasi radioatif dan pengawasan kelengkapan penunjang keselamatan radioaktif (rambu tanda bahaya radioaktif dan lampu peringatan bahaya radioaktif).
(2) Pengawasan insidental Pengawasan insidental ini dilakukan pada saat dilakukan perawatan atau perbaikan instalasi radioaktif.


 BAB III

PEMBAHASAN PERMASALAHAN

3.1 kejadian dan penyebab kejadiannya

Pabrik baja patungan Indonesia dan Korea, PT Krakatau Steel-Posco(KP) di Jalan Raya Anyer, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Banten meledak pada Senin 15 Desember pukul 13.00 WIB. Akibat ledakan tersebut, 7 karyawan mengalami luka bakar.
 
Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Cilegon, terdapat korban luka bakar hingga 90 persen dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta.

"Yudha terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Pertamina, ia mengalami luka bakar hingga 90 persen. Saat ini yang tersisa 3 orang di Rumah Sakit Krakatau Medika," kata penyidik dari Disnaker Cilegon Rachmatullah, Selasa (16/12/2014).

Yudha mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya, mulai dari muka, lengan, dan badan. Sedangkan yang mendapatkan perawatan di klinik perusahaan, adalah mereka yang sesak napas menghirup asap kimia ledakan perusahaan baja patungan yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013 itu.
Rachmatullah mengatakan, luka bakar yang dialami karyawan karena mereka terkena percikan baja cair sehingga menghanguskan pakaian kerja dan membakar kulit.

"Korban mengalami luka serius akibat percikan baja cair sehingga mengalami luka bakar di kaki dan tangan," kata Rachmatullah.
Berikut daftar 7 korban yang mengalami luka akibat ledakan PT Krakatau-Posco yang dikeluarkan pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon: M Rejeki Febriansyah (24), Chairul Jaman (20), Endi Rohendi (20), Heri Kriswanto (20), Yudha (20), Delani (28), dan Sofyan (25).

Akibat ledakan yang suara nya terdengar hingga Pelabuhan Merak, Kota Cilegon tersebut, membuat kerusakan serius pada bangunan areal Steel Making Plant (SMP) mengalami kerusakan yang serius, terutama pada dinding sejumlah bangunan.

Guna menindaklanjuti penyelidikan meledaknya pabrik baja patungan antara Indonesia dengan Korea tersebut, Polisi Resort (Polres) Cilegon segera melakukan penyelidikan di lokasi kejadian, namun terhalang karena belum amannya lokasi ledakan.

Guna mengantisipasi hal yang tidak di inginkan, aparat kepolisian tetap berjaga di lokasi kejadian hingga benar-benar dirasa aman.
Corporate Secretary PT Krakatau-Posco, Christiawaty Ferani Kaseger mengatakan, ledakanterjadi di area Steel Making Plant (SMP), tempat proses pengolahan dari besi cair menjadi baja cair. Peristiwa itu berawal di areal SMP saat mesin pabrik tengah beroperasi menuangkan besi cair.

"Kejadian berawal pada saat penuangan besi cair dari ladle ke converter, tempat menaruh besi cair yang akan dituangkan ke converter. Biasanya nggak apa-apa," kata Corporate Secretary PT
Krakatau-Posco, Christiawaty Ferani Kaseger di Cilegon, Banten, Senin 15 Desember 2014. (Mut)
Akibat ledakan di pabrik pengolahan besi PT Krakatau Pohang Steel Company (K-Posco), Kota Cilegon, Senin (15/12), sekira pukul 13.15 WIB sudah  tujuh karyawan mengalami luka bakar serius dan harus menjalani perawatan.
Manajemen PT Krakatau Posco menyebutkan peristiwa  di areal Steel Making Plant (SMP) ini disebabkan pengolahan besi cair menjadi baja air terkena tumpahan air yang belum diketahui asal usulnya.
“Kejadian berawal pada saat penuangan besi cair dari ladle ke converter, tempat menaruh besi cair yang akan dituangkan ke converter. Biasanya gak apa-apa,” ungkap Corporate Secretary PT Krakatau Posco, Christiawaty Ferania Kaseger kepada wartawan.
Akibat dari peristiwa yang sempat menimbulkan ledakan keras disertai kabut asap tebal berwarna pekat itu, kata dia, tujuh orang pegawai mengalami luka serius. “Tidak ada korban jiwa. Dua orang mengalami luka bakar, yang parah itu langsung kami rujuk ke RSKM (Rumah Sakit Krakatau Medika-red). Sementara yang luka ringan, seperti kena percikan, sesak, shock, itu ditangani di klinik kita,” tambahnya.
Penyidik Ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon, Rachmatullah, menyebutkan pada saat kejadian ketujuh korban itu tengah berada di dalam areal pabrik pada saat ledakan itu terjadi.
“Dari ketujuh korban itu, dua diantaranya adalah pekerja sub kontraktor dari Krakatau Posco, sedangkan lima orang lainnya adalah operator converter, pegawai Krakatau Posco,” ungkapnya. (haryono)
Ledakan di PT Krakatau Posco pada 15 Desember, menambah daftar korban akibat kecelakaan kerja di perusahaan tersebut. Selama 2014, sudah 34 karyawan yang menjadi korban.

Ledakan pada 15 Desember, terjadi di area Steel Making Plant, menyebabkan tujuh orang mengalami luka bakar.
Sementara itu, Penyidik Ketenagakerjaan Disnaker Pemerintah Kota Cilegon, Rachmatullah mengatakan, pihaknya tidak mencatat secara detail setiap peristiwa yang terjadi di PT. Krakatau Posko.

"Jumlah itu adalah data kasus yang berdampak pada korban tenaga kerja saja, karena itu yang kami tangani," kata Rachmatullah, saat dihubungi, Kamis (18/12/2014).

Menurutnya, pegawai sub kontraktor PT Krakatau Posco juga banyak yang jadi korban kecelakaan kerja. "Yang terjadi pada sub kontraktornya juga banyak. Kami harus memilahnya dulu," ujar dia.
Berikut daftar 7 korban yang mengalami luka akibat ledakan PT Krakatau-Posco yang dikeluarkan pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon: M Rejeki Febriansyah (24), Chairul Jaman (20), Endi Rohendi (20), Heri Kriswanto (20), Yudha (20), Delani (28), dan Sofyan (25).


3.2 

Pendapatan Neto Perseroan tahun 2013 mengalami penurunan menjadi US$2.084,45 juta atau turun sebesar 8,87% dibanding tahun sebelumnya yaitu US$2.287,45 juta. Penurunan pendapatan ini diikuti oleh turunnya beban pokok pendapatan dalam jumlah yang lebih rendah yaitu turun sebesar 8,14% dari US$2.165,02 juta menjadi US$1.988,83 juta, sehingga laba bruto yang dihasilkan turun sebesar 21,89% menjadi US$95,62 juta. Beban penjualan turun 5,12% dari US$42,46 juta pada tahun 2012 menjadi US$40,29 juta pada tahun 2013 dan beban umum dan administrasi turun 9,67% dari US$105,41 juta pada tahun 2012 menjadi US$95,22 juta pada tahun 2013, sementara beban lain-lain naik sebesar US$1,01 juta menjadi US$5,10 juta. Penurunan beban-beban adalah dampak dari tindakan-tindakan efisiensi yang dilakukan Perseroan. Sedangkan pendapatan lain yang terdiri dari penjualan limbah produksi, laba pengalihan aset tetap dan pendapatan lainnya, secara keseluruhan turun 3,43% dibanding tahun 2012 menjadi US$43,92 juta yang terutama disebabkan oleh turunnya penjualan limbah produksi sebesar 62,54% menjadi US$3,61 juta. Sedangkan untuk laba pengalihan aset tetap dan pendapatan lainnya masing-masing naik 75,03% dan 0,53% menjadi US$12,22 juta dan US$28,09 juta. Laba/(rugi) operasi yang dihasilkan pada tahun ini mengalami penurunan, dari Laba US$15,9 juta pada tahun 2012 menjadi rugi US$(1,07) juta pada tahun 2013, dan Rugi sebelum beban (manfaat) pajak turun dari rugi US$15,47 juta menjadi rugi US$14,75 juta. Kerugian sebelum beban (manfaat) pajak pada tahun ini terjadi karena kenaikan bagian rugi dari entitas asosiasi dari semula US$5,43 juta pada tahun 2012, meningkat menjadi US$12,29 juta. Kerugian terbesar yaitu sebesar US$11,49 juta berasal dari kerugian PT Krakatau Posco yang masih berada pada tahap pra operasi. Rugi tahun berjalan adalah sebesar US$13,6 juta, turun dari kerugian tahun lalu sebesar US$19,56 juta. Selain oleh rugi sebelum beban (manfaat) pajak yang mengecil, penurunan pada pajak kini dan pajak tangguhan menyebabkan rugi tahun berjalan lebih rendah dari tahun sebelumnya. Dengan memperhitungkan adanya selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan entitas anak, maka total rugi komprehensif tahun berjalan mencapai US$63,92 juta.



Sebagai Kerangka Kerja (Framework) penerapan manajemen risiko, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. telah menetapkan manual implementasi manajemen risiko yang disusun mengacu pada standar Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission (COSO) dan saat ini diupayakan untuk implementasi Manajemen Risiko sesuai standar ISO31000. Tahap sosialisasi telah dilakukan terhadap karyawan level manajerial melalui pelatihan in house, seminar internal, mentoring implementasi, sosialisasi melalui media intranet dan lainnya. Untuk melengkapi implementasinya di lapangan, telah disusun buku saku penerapan manajemen risiko yang didistribusikan kepada jajaran pimpinan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. mulai tingkat Superintendent ke atas atau Key Person yang diberikan wewenang untuk mengelola Manajemen Risiko di unit kerja. Risik adalah suatu potensi kejadian yang berpengaruh negatif terhadap pencapaian visi, misi, sasaran dan target Perseroan maupun unit organisasi. Manajemen Risiko adalah upaya untuk meminimalkan pengaruh negatif dari berbagai sumber risiko yang dihadapi dalam kegiatan bisnis agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal. Divisi GCG & Manajemen Risiko Perseroan bertanggung jawab untuk memfasilitasi penerapan analisis dan pengendalian risiko yang dilakukan di seluruh unit organisasi serta memantau bahwa analisis dan pengendalian risiko di masing-masing unit kerja telah dilakukan dengan efektif, efisien dan konsisten. Agar pelaksanaan implementasi manajemen Risiko di Perseroan berjalan sesuai standard kebijakan Divisi GCG&RM, maka telah diatur dalam Work Instruction (WI) yakni: WI Analisis dan Pengendalian Risiko, WI Monitoring dan WI Pelaporan Risiko. Untuk mendukung pelaksanaan manajemen Risiko di seluruh unit kerja, maka Divisi GCG & RM sebagai unit pengelola risiko perusahaan telah menyediakan infrastruktur sebagai sarana bimbingan/pelatihan, sosialisasi serta mentoring dengan kompetensi Instruktur yang cukup memadai. Sampai saat ini, telah teridentifikasi sebanyak 617 risiko yang teregistrasi di seluruh unit kerja. Seluruh risiko yang teridentifikasi tersebut telah tersistem dalam database risiko yang ada dalam Sistem Informasi Manajemen Risiko (SIMARIS) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Pada tahun 2009, Perseroan menggabungkan fungsi GCG dan Risk Management ke dalam satu divisi struktural, yaitu Divisi GCG & Risk Management. Penggabungan kedua fungsi tersebut semakin mengintegrasikan penerapan manajemen risiko sebagai salah satu pilar penting praktik Good Corporate Governance Perseroan. Penerapan manajemen risiko di Perseroan antara lain melalui kegiatan:
• Sosialisasi penerapan manajemen risiko telah dilakukan baik di Internal Perseroan, ataupun di anak perusahaan Grup PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Dengan tujuan dapat lebih bersinergi dalam penerapan manajemen risiko di lingkungan Grup PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Untuk itu, secara berkala dilakukan pertemuan bulanan forum GCG Risk Management FMR-KSG.

• Analisis risiko unit kerja yang terintegrasi menjadi representasi pelaporan Risiko Perseroan dan sebagai dasar pengambilan keputusan strategis bagi Jajaran Manajemen yang dituangkan dalam materi RKAP tahunan.

 • Mentoring penyusunan analisis risiko dengan prioritas pada kegiatan utama proses bisnis Perseroan.

• Pembuatan database risiko Perseroan (Sistem Informasi Manajemen Risiko PTKS – SIMARIS) Berbasis Web dan telah di resmikan pada tgl.19 Nov 2013 oleh Direktur SDM & Umum di Hotel Permata Cilegon.

• Analisis risiko pada proyek-proyek strategis perusahaan dan anak perusahaan.

• Analisis risiko spot terkait dengan kondisi aktual di unit unit kerja antara lain Revitalisasi dll.

• Analisis risiko mengenai aspek lingkungan, kesehatan dan kesehatan kerja.

 • Menerapkan Integrated Management System (IMS) dengan cara melengkapi Key Performance Indikator (KPI) Sasaran Kerja Unit dengan Key Risk Indicator (KRI) dalam rangka memitigasi pencapaian kinerja.

Risiko bisnis yang dihadapi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. sebagai perusahaan baja terpadu diklasifikasikan ke dalam empat jenis risiko, yaitu:

1. Risiko Strategis, yaitu risiko-risiko yang bersifat strategis bagi pengembangan perusahaan, seperti: pengembangan teknologi, kebijakan pemerintah, rencana investasi, pengembangan produk baru, dan lain-lain.

2. Risiko Operasional, yaitu risiko yang terjadi akibat kegagalan atau tidak memadainya proses pengendalian mutu proses bisnis.

3. Risiko Finansial, yaitu risiko yang secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan kerugian dalam bidang keuangan.

 4. Risiko Lingkungan, yaitu risiko yang berdampak pada kerusakan lingkungan, pencemaran lingkungan, gangguan sosial kemasyarakatan, reputasi perusahaan, dan lain-lain.



3.4


PT.Krakatau Steel  Merupakan perusahaan BUMN yang bergerak didalam bidang pengolahan baja, terletak di di Kota Cilegon, dimana sebelah utara terdapat pelabuhan Merak yang mana memudahkan akses penyaluran baja dan penerimaan bahan baku baik dari dalam negeri  maupun luar. berdiri pada tanggal 31 gustus 1970 .




























Pengendalian Risiko Penilaian risiko K3 ditetapkan berdasarkan perhitungan (Konsekuensi X Sifat pemajanan X Kemungkinan terjadi bahaya) tetapi hasil penilaian risiko tersebut tidak dapat ditampilkan. Pengendalian risiko faktor dan potensi bahaya dalam tabel 1. dibaca sesuai dengan nomor urut sebagai berikut :
1. Pembinaan Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)
2. Alat Pelindung Diri (APD)
 3. Prosedur (SMKS, SOP/ WI/ TSE, Manual Operasi, MSDS)
 4. Inspeksi/ Pengawasan K3
5. Gizi kerja (makanan tambahan, Air minum)
6. Pengujian Kesehatan (GCU, Audiometri, Spirometri dan pemeriksaan kesehatan khusus lainnya)
7. Fasilitas P3K Bersambung Sambungan xciii
8. Higiena dan Sanitasi lingkungan
 9. APAR/ APK, Hydrant, Instalasi pemadam kebakaran
10. Rambu K3 (Safety Sign)
 11. Monitoring Lingkungan
12. Danger Tag (Tag Out)
13. Ergonomi
14. Pengaturan Kerja & Istirahat , isolasi pekerja di Control Room/ ruangan
15. Breathing Apparatus (BA) dan fasilitas evakuasi
16. Pelatihan (SMK3, TTD, Sertifikasi, Kesehatan Kerja)
17. Pembatasan Akses
18. Pengendalian teknis (Eliminasi, Subtitusi, Ventilasi, Automatisasi, Perbaikan lingkungan kerja/ Sarana Kerja dll)

3. Program Perbaikan K3 dan Lingkungan Dalam pembuatan program K3 Staf Divisi K3LH mempersiapkan bahan program perbaikan K3 sesuai prosedur TLC-03. Bahan program perbaikan lingkungan disusun dengan mengevaluasi kesesuaian antara dokumen registrasi K3 dengan:
a. Program tahun sebelumnya yang belum selesai.
b. Kebijakan perusahaan.
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundangan.
d. Hasil proper dan kepatuhan peraturan perundangan. xciv Rencana perbaikan K3 akan digabungkan dengan rencana perbaikan lingkungan menjadi dokumen rencana perbaikan K3 dan lingkungan setelah melalui pengesahan oleh Direktur Utama PT Krakatau Steel.
Berikut ini adalah program perbaikan K3 di SSP II pada tahun 2008:
 a. Perlengkapan penunjang keselamatan kerja Program perbaikan ini dibuat berdasarkan hasil identifikasi potensi bahaya di CCM yaitu adanya potensi bahaya terkena percikan baja cair. Program perbaikan yang dibuat adalah sebagai berikut: Distribusi Sasaran Jangka Pendek: Pembuatan pagar pengaman untuk plateform di area kerja CCM, karena sering dibuka bila mesin problem.

 2. Program Pembuatan Pagar Pengaman. (Sumber: Data Sekunder) Program Detai Program Batas Waktu Penanggung Jawab

1 Pengadaan material, slab, plate & billet (60%) April 2008 Dinas Pengecoran
1         Pemasangan pagar pengaman (30%) Juni 2008 Kasie Pengecoran
2         3 Evaluasi hasil (10%) Juli 2008 Plant Inspector & Kasie Pengecoran Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap program perbaikan.
3         . Kesehatan kerja Program perbaikan kesehatan kerja dibuat berdasarkan identifikasi faktor bahaya ditempat kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja serta potensi bahaya yang menimbulkan kecelakaan kerja dan dapat meningkatkan xcv angka mangkir kerja dan absenteisme. Program kerja yang dibuat sebagai berikut:

1) Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term obyektif Description: Mengendalikan Angka Mangkir Sakit Karyawan
 2) Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term Target Description: Pengendalian Kinerja Mangkir Sakit Karyawan Dengan Tren Tahun 2007 diatas Control Line Tabel 3. Program Pengendalian Kinerja Mangkir Sakit Karyawan. (Sumber: Data Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil Batas Waktu/ Deadline Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (5%) Januari 2008 Dinas Hyperkes 2 Identifikasi Karyawan Mangkir Sakit & Sakit Berkepanjangan (5%) Januari 2008 Dinas Hyperkes 3 Anamnesa & Observasi (10%) Pebruari-April 2008 Dinas Hyperkes 4 Evaluasi Kesehatan Berkala (24%) April-Nopember 2008 Dinas Hyperkes 5 Promosi Kesehatan (27%) April-Desember 2008 Dinas Hyperkes 6 Monitoring Kesehatan & Absensi Sakit (24%) Januari-Desember 2008 Dinas Hyperkes 7 Evaluasi ( 5%) Desember 2008 Dinas Hyperkes Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap program perbaikan.

c. Kebisingan Program perbaikan lingkungan kerja dibuat berdasarkan identifikasi faktor bahaya ditempat kerja yaitu kebisingan yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja (ketulian). Program kerja yang dibuat sebagai berikut: xcvi

1) Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term obyektif Description: Perlindungan Resiko Ketulian Akibat Kerja
2) Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term Target Description: Program Konservasi Pendengaran III Program Perlindungan Resiko Ketulian Akibat Kerja (Sumber: Data Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil Batas Waktu/ Deadline Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (5 %) Pebruari 2008 Dinas Hyperkes 2 Observasi dan Pengukuran Kebisingan & Pemajanan (20%) Maret-Juni 2008 Dinas Hyperkes & Plant Inspektor 3 Analiasa SPL, Dose, TWA, Leq Pemajanan Bising (20 %) Juli-Agustus 2008 Dinas Hyperkes 4 Promosi Kesehatan (40 %) April-Nopember 2008 Dinas Hyperkes & Training Koordinator 5 Pembuatan Baseline Audiometri (10%) NopemberDesember 2008 Dinas Hyperkes 6 Evaluasi ( 5 %) Desember 2008 Dinas Hyperkes Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap program perbaikan. d. Ergonomi Program perbaikan lingkungan kerja dibuat berdasarkan identifikasi faktor bahaya di tempat kerja yaitu ergonomi yang dapat menimbulkan kelelahan kerja dan penurunan produktivitas kerja. Program kerja yang dibuat sebagai berikut:
 1) Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term obyektif Description: xcvii Perbaikan Ergonomi Fisik Crane
2) Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term Target Description: Profil Ergonomi Fisik Kabin Crane. Program Perbaikan Ergonomi Fisik Crane (Sumber: Data Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil Batas Waktu/ Deadline Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (10%) Pebruari 2008 Dinas Hyperkes 2 Observasi & Pengukuran Fisik Kabin Crane (15%) Maret - Mei 2008 Plant & Dinas Hyperkes 3 Pengukuran Antrophometri (15 %) Maret – Mei 2008 Plant & Dinas Hyperkes 4 Observasi, Anamnesa & Pemeriksaan Kesehatan Operator Crane (45%) Maret - Nopember 2008 Dinas Hyperkes 5 Evaluasi Hasil Observasi dan Pemeriksaan Kesehatan (15%) Desember 2008 Dinas Hyperkes Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap program perbaikan. xcviii BAB IV PEMBAHASAN A. Keselamatan Kerja Sistem pengelolaan keselamatan kerja di PT Krakatau Steel dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yaitu sebagai berikut:

1. Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman Kegiatan ini dilaksanakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif bagi tenaga kerja. Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No. 1 ahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat a yaitu mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Pengawasan, pengujian dan perizinan peralatan berbahaya: a. Crane, lift dan conveyor Pengawasan pesawat angkat-angkut merupakan tanggung jawab ahli K3 pesawat angkat-angkut, sehingga pengawasan dapat dilakukan secara optimal. Pengawasan dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang terkait. Pesawat angkat-angkut yang digunakan di PT Krakatau Steel sudah melalui sertifikasi oleh DEPNAKER (Departemen Tenaga Kerja). Pemeriksaan dan pengujian crane serta tahap sertifikasi pesawat angkatangkut dilaksanakan berdasarkan Permenaker No.5 tahun 1985 tentang Pesawat Angkat-Angkut, pada pasal 135 tentang pengesahan atau serifikasi pesawat angkat-angkut serta pasal 138 tentang pemeriksaan dan


pengujian pesawat angkat-angkut. Seluruh operator pesawat angkat-angkut telah memiliki Surat Izin Operator (SIO) dari DEPNAKER atau DISNAKER (Dinas Tenaga Kerja) setempat. b. Boiler Pengawasan boiler merupakan tanggung jawab ahli K3 boiler, sehingga pengawasan boiler dapat dilaksanakan secara optimal karena ditangani oleh ahlinya. Pengawasan dilakukan berdasarkan Peraturan Uap tahun 1930 dan Undang-Undang Uap tahun 1930. Didalam Peraturan Uap tahun 1930 disebutkan bahwa pemeriksaan dan pengujian sekurang-kurangnya 2 tahun sekali, sedangkan pemeriksaan boiler di PT Krakatau Steel dilakukan setahun sekali. Hal ini dilakukan agar perubahan-perubahan pada bagian ketel uap (pipa) serta adanya zat-zat di dalam ketel uap dapat diketahui secara lebih dini. c. Bejana Tekan Pengawasan bejana tekan juga merupakan tanggung jawab ahli K3 boiler. Pengawasan dilakukan berdasarkan Permenaker No. 1 tahun 1982 tentang Bejana Tekan. Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan bejana tekan sekurang-kurangnya dilakukan 5 tahun sekali, sedangkan di PT Krakatau Steel pemeriksaan bejana tekan dilakukan 3 tahun sekali sebagai tindakan preventif serta bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan struktur bejana tekan. c d. Pemanfaatan zat radioaktif Pengawasan dan pemantauan merupakan tanggung jawab ahli K3 radiasi, segala yang berkaitan dengan K3 radiasi dapat ditangani oleh ahlinya. Selain itu pemanfaatan sumber radiasi juga mendapat pengawasan dari Badan Pengawasa Tenaga Nuklir (BAPETEN). Pengawasan dan pemantauan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan sesuai UndangUndang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Sedangkan perijinan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 64 tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir. 3. Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja dilaksanakan sebagai perwujudan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 9 ayat 3 bahwa “Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan”. 4. Pengadaan APD Penerapan K3 yang telah berjalan dengan baik dapat dilihat dari penyediaan APD secara cuma-cuma bagi karyawan PT Krakatau Steel. Pengadaan APD bagi tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan SK Direksi No. 64/Ci/DU-KS/Kpts/2003 tentang Pemberian dan Penggunaan Alat dan ci Keselamatan Kerja. Pengadaan alat pelindung diri bagi tenaga kerja PT. Krakatau steel juga berdasarkan pada pelaksanaan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pada pasal 9 ayat 1 sub b dinyatakan bahwa “Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang semua pengaman dan lat perlindungan yang diharuskan di tempat kerja”. Sedangkan pada pasal 9 ayat 1 huruf c menyatakan bahwa “Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan tentang alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan”. Dan pada pasal 14 huruf c bahwa “Pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja”. Selain menggunakan peraturan perundangan sebagai parameter kinerjanya, Dinas Keselamatan Kerja juga menggunakan nilai IFR (Injury Frequency Rate) dan ISR (Injury Saferety Rate). Nilai IFR dan ISR pada tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, hal ini menunjukkan kinerja Dinas Keselamatan Kerja mengalami peningkatan dan penerapan keselamatan kerja sudah berjalan dengan baik. B. Kesehatan Kerja Penyelenggaraan perlindungan kesehatan kerja merupakan tanggung jawab Dinas Hiperkes yang dilakukan secara promotif, preventif, kuratif dan cii rehabilitatif. Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Hiperkes dibantu oleh paramedis yaitu 4 perawat yang bekerja secara shift sehingga dinas hiperkes mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Kegiatan pelayanan kesehatan di PT Krakatau Steel telah mengacu pada norma-norma perundangan sebagai berikut: 1. UU No 1 Tahun 1970 pasal 8 ayat 1 dan 2 a) Ayat 1 : Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipndahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan upadanya. b) Ayat 2 : Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur. 2. Permenakertrans No 2/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja sesuai dengan pasal 3,4, dan 5. 3. Permenakertrans No 3/MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan kepada tenaga kerja, sesuai dengan pasal 2, yaitu :
a) Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala, dan pemeriksaan khusus.
 b) Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja.
 c) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.
 d) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan seni-tair.
e) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja.
f) Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja.
 g) Pertolongan pada kecelakaan.
h) Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk pengurus P3K.
 i) Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja.
j) Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
k) Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam kesehatannya.
l) Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus. 4. Permenakertrans No 01/MEN/1981 tentang kewajiban lapor penyakit akibat kerja. Perbaikan sanitasi lingkungan dilakukan dengan monitoring lingkungan (industrial higiene) yang dilakukan setiap 1 bulan sekali oleh Dinas Hiperkes. Monitoring lingkungan meliputi sanitasi toilet, kantin dan air minum. Hasil dari monitoring ini dijadikan sebagai acuan untuk penyusunan program perbaikan sanitasi lingkungan. Perbaikan lingkungan kerja dilakukan berdasarkan pemantauan lingkungan kerja dan pengukuran-pengukuran faktor bahaya di lingkungan kerja yang civ dilaksanakan oleh dinas hiperkes. Perbaikan lingkungan kerja juga dilakukan dengan diterapkannya 5R yaitu resik, ringkas, rapi, rawat, rajin. Penerapan 5R di PT Krakatau Steel sudah berjalan dengan baik. Salah satu cara untuk meningkatkan penerapan 5R, PT Krakatau Steel mengadakan lomba 5R setiap bulan K3 sehingga tiap-tiap divisi berlomba-lomba untuk meningkatkan penerapan 5R. Pemenuhan gizi karyawan dinyatakan dengan pengadaan kantin perusahaan. Setiap divisi di PT. Krakatau Steel juga telah menyediakan menu berimbang 4 sehat 5 sempurna, serta tempat yang bersih pada lantai, langit-langit, perlatan memasak dan makan maupun dapur yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Lampiran III tentang persyaratan higene dan sanitasi lokasi, bangunan dan fasilitas. Sumber air bersih yang digunakan untuk memasak dan mencuci perabotan menggunakan air dari PT Krakatau Tirta yang telah memenuhi baku mutu air bersih. Sedangkan air minum untuk karyawan disediakan oleh perusahaan yang bekerjasama dengan PT Quelle. Air minum ini telah diuji kemurniannya oleh Dinas Hiperkes dan aman untuk dikonsumsi. Parameter kinerja Dinas Hiperkes adalah nilai FRS (Frequency Rate of Spells) dan FRD (Frequency Rate of Day). Nilai FRS dan FRD pada tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa kinerja Dinas Hiperkes mengalami peningkatan dan penerapannya sudah baik. cv C. Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan lingkungan di PT Krakatau Steel merupakan tanggung jawab Dinas Laboratorium Lingkungan dan Dinas Pengendalian Lingkungan. Pengelolaan lingkungan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, antara lain: d. Pemantauan dan Penelitian Komponen Udara 3) Sistem Pemantauan Debu.
1) Debu Jatuh Pemantauan debu jatuh sudah dilaksanakan sesuai dengan SNI 13- 4703-1998 yaitu waktu pengambilan botol sample kurang lebih 30 hari.
2) Debu Ambient Pemantauan debu ambient dilakukan berdasarkan Peraturan pemerintah RI No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, khususnya pada BAB III pasal 16 dan 28 yaitu: Pasal 16 : “Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan mutu udara ambient, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat.” Pasal 28 : “Penanggulangan pencemaran udara sumber tidak bergerak meliputi pengawasan terhadap penataan baku mutu emisi yang telah ditetapkan, pemantauan emisi yang keluar dari kegiatan dan mutu cvi udara ambient di sekitar lokasi kegiatan dan pemeriksaan penataan terhadap ketentuan persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara.”
4) Sistem Pemantauan dan Pengendalian Gas Pemantauan dan pengendalian gas telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Pasal 21 : ”Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dan atau gangguan ke udara ambient wajib:

 1) Mentaati baku mutu udara ambient, baku mutu udara emisi, dan baku tingkat gangguan yang ditetapkan untuk usaha dan atau kegiatan yang dilakukannya, melakukan pencegahan dan atau penanggulangan pencemaran uadara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya.
2) Memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran dalam lingkup usaha dan/atau kegiatannya. Pasal 30 ayat 1 : “Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dari sumber tidak bergerak yang mengeluarkan emisi wajib mentaati ketentuan baku mutu udara ambient, baku mutu emisi dan baku tingkat gangguan”. cvii e. Pemantauan dan Penelitian Komponen Air Pemantauan dan penelitian komponen air berdasarkan PP No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden RI. f. Pemantauan dan Penelitian Lingkungan Kerja a. Tekanan Panas Untuk tekanan panas dilakukan pemantauan secara rutin dengan NAB disesuaikan dengan Kepmenaker tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja pasal 2 yaitu NAB iklim kerja menggunakan parameter ISBB. b. Kebisingan Untuk pemantauan kebisingan berdasarkan KepmenLH No. 48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan Pasal 6 ayat 1 yaitu:
1) Mentaati baku mutu kebisingan yang telah dipersyaratkan
 2) Memasang alat pencegahan terjadinya kebisingan 3) Menyampaikan laporan hasil pemantauan tingkat kebisingan sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur, Menteri, instansi yang bertanggung jawab dibidang pengendalian dampak lingkungan dan instansi teknis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan serta instansi lain yang dipandang perlu.
c. Penerangan Untuk penerangan dilakukan pemantauan secara rutin dengan NAB disesuaikan dengan Peraturan Menteri Perburuhan No.7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan di Tempat Kerja khususnya pada pasal 14.
D. Pengendalian Risiko di SSP II

1. Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat megganggu kondisi fungsi pendengaran. Intensintas kebisingan pada angka yang melebihi 85 NAB dalam bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu, hal ini telah diatur dalam Kepmenaker No.51/Men/1999, maka perlu adanya pengendalian dalam rangka melindungi tenaga kerja dari faktor kebisingan. Kebisingan yang terjadi terutama bersumber dari dedusting plant , conveyorfeeding system (CFS), peleburan (EAF 9 & 10) control room eaf, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine preheating tundish dan lainlain. Faktor bahaya kebisingan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja (ketulian). Oleh sebab itu perusahaan melakukan pengendalian seperti inspeksi atau pengawaan K3, pengaturan kerja dan istirahat, isolasi pekerja di control room, pengujian kesehatan dan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD).

2. Debu Debu adalah partikel yang terjadi karena aktivitas fisik yang terjadi di udara pada area kerja. Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No: SE01/Men/1997 berat debu tidak boleh melebihi NAB 10 mg/M3 apabila cix melebihi NAB dapat mengganggu pernafasan bahkan dapat terjadi pneumokoniosis. Sumber debu di area pabrik antara lain di area dedusting plant, peleburan (EAF 9 dan 10) control room EAF, RH vacum degushing, area casting ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine, maintenance, refractory ladle tundish, atap pabrik SSP I. Pada area berdebu yang nilai beratnya melebihi NAB dilakukan penanggulangan dengan setiap mesin atau instalasi yang menghasilkan debu dipasang alat–alat penyedot debu, seperti dedusting yang dilengkapi dengan bag house filter dan canopy hood, pengaturan shift, control room, monitoring lingkungan, pengujian kesehatan, pengawasan K3, pembinaan K3. Selain itu pada area yang berdebu tersebut para tenaga kerja dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti masker debu, capucon, dan kaca mata anti debu.

3. Tekanan Panas Tekanan panas adalah kombinasi antara suhu udara, kelembapan udara percepatan udara, dan suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang terjadi pada tenaga kerja (Suma’mur,1988). Suhu nikmat kerja adalah 240 – 260 C. Menurut Kep Men Tenaga Kerja No.Kep– 51/MEN/1999. Tekanan panas dapat menyebabkan heat stroke atau dehidrasi yang dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Area–area pabrik yang mempunyai tekanan panas terdapat pada area dedusting plant, conveyor feeding system (CFS), peleburan (EAF 9 & 10) control room EAF, slag pot casting bay, ladle furnace, RH vacum degushing, cx area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine, preheating tundish, finishing slab, refractory ladle & tundish boiler room. Untuk melindungi tenaga kerja yang bekerja pada area tekanan panas mengadakan pengendalian antara lain pembinaan keselamatan & kesehatan kerja (K3), inspeksi atau pengawasan K3, gizi kerja, pengujian kesehatan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

4. Radiasi Infra Merah Radiasi sinar infra merah terutama terjadi pada pekerjaan–pekerjaan yang melakukan kontak langsung dengan baja cair. Seperti pada area RH vacum degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine, finishing slab, peleburan. Untuk menanggulangi pengaruh dari radiasi infra merah ini telah disediakan kacamata furnace (cobalt) yang diharapkan dapat mengurangi kesilauan yang diterima tenaga kerja. Menurut Surat Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 pasal 5 tentang NAB radiasi frekwensi radio dan gelombang mikro di tempat kerja adalah 30 kHz-100kHz per 6 menit (Direktorat Pengawasan Norma K3, 2003). Bila tenaga kerja ter papar gelombang mikro (radiasi infra merah) yang melebihi NAB, akan mengakibatkan katarak pada lensa mata.

5. Gas dan Asap Potensi bahaya gas dan asap yaitu berada pada area dedusting plant, peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace, RH vacum cxi degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine, finishing slab, refractory ladle & tundish. Untuk melindungi tenaga kerja yang bekerja pada area yang terdapat faktor bahaya gas dan asap maka dilakukan tindakan pengendalian yaitu dengan pembuatan cerobong asap yang tinggi sehingga dapat dinetralisasi oleh udara bebas.
6. Ergonomi Faktor bahaya yang ditimbulkan oleh cara kerja dan posisi kerja yang tidak aman atau tidak sesuai dengan ukuran tubuh tenaga kerja dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan cenderung lebih cepat lelah. Khususnya di SSP II pada area dedusting plant, conveyor feeding system (CFS), peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine, mekanik shop CCM, finishing slab, refractory ladle & tundish, water treatment plant (WTP II). Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja maka perlu dilakukan tindakan pengendalian yaitu dengan mendesign tempat kerja sesuai dengan ukuran tubuh tenaga kerja tersebut, atau pekerjaan dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri secara bergantian.

7. Tergelincir dan terjatuh Tegelincir dan terjatuh dapat terjadi jika terdapat tempat kerja yang licin. Potensi bahaya ini dapat terjadi pada substation, dedusting plant, gudang kapur, peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace, RH vacum cxii degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine, finishing slab, maintenance crane, atap pabrik SSP I, water treatment plant (WTP II), boiler room, gedung SSP. Untuk mengurangi potensi bahaya tergelincir dan terjatuh dilakukan program 5R.

8. Percikan baja cair Percikan baja timbul terjadi di area peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, slag pot, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine Upaya yang dilakukan PT Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya percikan baja cair sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan.

9. Kebakaran dan peledakan Kebakaran dan peledakan merupakan potensi bahaya terbesar yang kemungkinan terjadi PT Krakatau Steel. Sumber utama suatu kebakaran dan peledakan yaitu boiler, refractory ladle & tundish, finishing slab mekanik shop CCM, area casting ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine, RH vacum degushing, ladle furnace, mekanik & elektrik EAF, peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, conveyor feeding system (CFS).

Tindakan pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi kebakaran dan peledakan antara lain inspeksi atau pengawasan K3, higiene dan sanitasi lingkungan, APAR/APK, Hydrant, Instalasi pemadam kebakaran, pembatasan akses. Upaya yang dilakukan PT Krakatau Steel ini sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub c) tentang mencegah dan mengurangi peledakan. Untuk itu harus dilakukan pengendalian atau pencegahan terjadinya kebakaran dan peledakan dengan cara menghindari bertemunya segitiga api.

10. Tertimpa dan terjepit Tertimpa merupakan potensi bahaya yang sering terjadi. Penyediaan helm bagi tenaga kerja merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahaya tertimpa benda jatuh. Selain itu di setiap area pabrik juga dibuat jalur hijau yang merupakan jalur aman bagi tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja. Untuk menghindari kejatuhan dari beban yang sedang diangkat, setiap crane yang beroperasi dengan atau tanpa membawa beban disertai dengan bunyi sirene. Upaya yang dilakukan PT Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya tertimpa ini sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan dan mengamankan serta memperlancar pengangkutan barang.

11. Tertabrak forklift Tertabrak benda bergerak memiliki potensi bahaya yang tidak terlalu besar, tetapi hal ini dapat terjadi jika pekerjaan dilakukan tanpa pemenuhan peraturan perundangan yang berlaku. Potensi bahaya ini dapat terjadi di peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan maka dilakukan tindakan pengendalian yaitu dengan membuat pembatasan akses.

12. Confine space Pekerjaan ditempat terbatas dan tertutup sangat berbahaya, oleh karena itu diperlukan surat izin pekerjaan berbahaya. Faktor bahaya pada confined space terdapat pada area peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, RH vacum degushing. Maka tindakan pengendalian seperti diatas dengan adanya surat izin pekerjaan berbahaya dan tenaga kerja yang terlatih serta memakai breating aparatus jika diketahui tempat terbatas tersebut jumlah O2 rendah atau sudah diketahui terdapat gas beracun.

13. Iritasi bahan kimia Iritasi bahan kimia dapat terjadi di mekanik & elektrik EAF, RH vacum degushing, hydraulic room CCM, water treatment plant (WTP II). Sebagai pengendalian bahaya dari zat kimia maka sifat bahan-bahan kimia tersebut harus diketahui terlebih dahulu oleh tenaga kerja sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya iritasi. Sesuai SE MENAKER No. SE.01/men/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara cxv Lingkungan Kerja. Tidakan pengendalian yang dilakukan yaitu dengan memakai perlengkapan yang digunakan untuk melindungi tenaga kerja dari bahaya lingkungan kerja berupa: tutup hidung, mulut, respirator, kacamata, pakaian kerja khusus termasuk sepatu, sarung tangan, tutup kepala, jika tenaga kerja secara langsung berhubungan dengan bahan kimia berbahaya. E. Implementasi SMK3 di Pabrik SSP II Implementasi SMK3 di SSP II diterapkan sesuai dengan model SMK3 yang telah ditetapkan. Penerapan SMK3 diterapkan berdasarkan Kebijakan SMKS, yang kemudian dilakukan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran, peninjauan dan evaluasi sehingga terjadi peningkatan yang berkelanjutan. Dalam pelaksanaan SMK3 terlebih dahulu dilakukan perencanaan kemudian dilakukan tindakan identifikasi bahaya dan penilaian risiko. Hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko tersebut didokumentasikan oleh perusahaan. Setelah dilakukan tindakan identifikasi bahaya dan penilaian risiko di SSP II salah satunya di area CCM diketahui bahwa terdapat bahaya bising, radiasi sinar infra merah, tekanan panas, debu, percikan baja cair dan kebakaran serta peledakan. Dari hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko, kemudian dilakukan tindakan pengendalian risiko tetapi jika pengendalian risiko tersebut belum dapat mengurangi bahaya di tempat kerja maka dilakukan perbaikan K3. Program perbaikan K3 di area CCM pada tahun 2008 yaitu pembuatan pagar pengaman di area kerja CCM. Program tersebut dilakukan berdasarkan identifikasi bahaya di CCM yaitu adanya bahaya terkena percikan baja cair. Program perbaikan cxvi dimonitoring secara rutin untuk mengetahui efektifitas perbaikan serta sebagai peninjauan ulang manajemen SMK3. Berdasarkan hasil data sekunder (data tidak dilampirkan ) diperoleh tingkat keberhasilan perbaikan K3 di SSP II untuk periode tahun 2008 mencapai 100%. Jadi secara umum di SSP II sudah menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) sesuai dengan Permenaker No. 5 tahun 1996 tentang SMK3.




 BAB III

PEMBAHASAN PERMASALAHAN

3.1 kejadian dan penyebab kejadiannya

Pabrik baja patungan Indonesia dan Korea, PT Krakatau Steel-Posco(KP) di Jalan Raya Anyer, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Banten meledak pada Senin 15 Desember pukul 13.00 WIB. Akibat ledakan tersebut, 7 karyawan mengalami luka bakar.
 
Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Cilegon, terdapat korban luka bakar hingga 90 persen dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta.

"Yudha terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Pertamina, ia mengalami luka bakar hingga 90 persen. Saat ini yang tersisa 3 orang di Rumah Sakit Krakatau Medika," kata penyidik dari Disnaker Cilegon Rachmatullah, Selasa (16/12/2014).

Yudha mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya, mulai dari muka, lengan, dan badan. Sedangkan yang mendapatkan perawatan di klinik perusahaan, adalah mereka yang sesak napas menghirup asap kimia ledakan perusahaan baja patungan yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013 itu.
Rachmatullah mengatakan, luka bakar yang dialami karyawan karena mereka terkena percikan baja cair sehingga menghanguskan pakaian kerja dan membakar kulit.

"Korban mengalami luka serius akibat percikan baja cair sehingga mengalami luka bakar di kaki dan tangan," kata Rachmatullah.
Berikut daftar 7 korban yang mengalami luka akibat ledakan PT Krakatau-Posco yang dikeluarkan pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon: M Rejeki Febriansyah (24), Chairul Jaman (20), Endi Rohendi (20), Heri Kriswanto (20), Yudha (20), Delani (28), dan Sofyan (25).

Akibat ledakan yang suara nya terdengar hingga Pelabuhan Merak, Kota Cilegon tersebut, membuat kerusakan serius pada bangunan areal Steel Making Plant (SMP) mengalami kerusakan yang serius, terutama pada dinding sejumlah bangunan.

Guna menindaklanjuti penyelidikan meledaknya pabrik baja patungan antara Indonesia dengan Korea tersebut, Polisi Resort (Polres) Cilegon segera melakukan penyelidikan di lokasi kejadian, namun terhalang karena belum amannya lokasi ledakan.

Guna mengantisipasi hal yang tidak di inginkan, aparat kepolisian tetap berjaga di lokasi kejadian hingga benar-benar dirasa aman.
Corporate Secretary PT Krakatau-Posco, Christiawaty Ferani Kaseger mengatakan, ledakanterjadi di area Steel Making Plant (SMP), tempat proses pengolahan dari besi cair menjadi baja cair. Peristiwa itu berawal di areal SMP saat mesin pabrik tengah beroperasi menuangkan besi cair.

"Kejadian berawal pada saat penuangan besi cair dari ladle ke converter, tempat menaruh besi cair yang akan dituangkan ke converter. Biasanya nggak apa-apa," kata Corporate Secretary PT
Krakatau-Posco, Christiawaty Ferani Kaseger di Cilegon, Banten, Senin 15 Desember 2014. (Mut)
Akibat ledakan di pabrik pengolahan besi PT Krakatau Pohang Steel Company (K-Posco), Kota Cilegon, Senin (15/12), sekira pukul 13.15 WIB sudah  tujuh karyawan mengalami luka bakar serius dan harus menjalani perawatan.
Manajemen PT Krakatau Posco menyebutkan peristiwa  di areal Steel Making Plant (SMP) ini disebabkan pengolahan besi cair menjadi baja air terkena tumpahan air yang belum diketahui asal usulnya.
“Kejadian berawal pada saat penuangan besi cair dari ladle ke converter, tempat menaruh besi cair yang akan dituangkan ke converter. Biasanya gak apa-apa,” ungkap Corporate Secretary PT Krakatau Posco, Christiawaty Ferania Kaseger kepada wartawan.
Akibat dari peristiwa yang sempat menimbulkan ledakan keras disertai kabut asap tebal berwarna pekat itu, kata dia, tujuh orang pegawai mengalami luka serius. “Tidak ada korban jiwa. Dua orang mengalami luka bakar, yang parah itu langsung kami rujuk ke RSKM (Rumah Sakit Krakatau Medika-red). Sementara yang luka ringan, seperti kena percikan, sesak, shock, itu ditangani di klinik kita,” tambahnya.
Penyidik Ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon, Rachmatullah, menyebutkan pada saat kejadian ketujuh korban itu tengah berada di dalam areal pabrik pada saat ledakan itu terjadi.
“Dari ketujuh korban itu, dua diantaranya adalah pekerja sub kontraktor dari Krakatau Posco, sedangkan lima orang lainnya adalah operator converter, pegawai Krakatau Posco,” ungkapnya. (haryono)
Ledakan di PT Krakatau Posco pada 15 Desember, menambah daftar korban akibat kecelakaan kerja di perusahaan tersebut. Selama 2014, sudah 34 karyawan yang menjadi korban.

Ledakan pada 15 Desember, terjadi di area Steel Making Plant, menyebabkan tujuh orang mengalami luka bakar.
Sementara itu, Penyidik Ketenagakerjaan Disnaker Pemerintah Kota Cilegon, Rachmatullah mengatakan, pihaknya tidak mencatat secara detail setiap peristiwa yang terjadi di PT. Krakatau Posko.

"Jumlah itu adalah data kasus yang berdampak pada korban tenaga kerja saja, karena itu yang kami tangani," kata Rachmatullah, saat dihubungi, Kamis (18/12/2014).

Menurutnya, pegawai sub kontraktor PT Krakatau Posco juga banyak yang jadi korban kecelakaan kerja. "Yang terjadi pada sub kontraktornya juga banyak. Kami harus memilahnya dulu," ujar dia.
Berikut daftar 7 korban yang mengalami luka akibat ledakan PT Krakatau-Posco yang dikeluarkan pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon: M Rejeki Febriansyah (24), Chairul Jaman (20), Endi Rohendi (20), Heri Kriswanto (20), Yudha (20), Delani (28), dan Sofyan (25).


3.2 

Pendapatan Neto Perseroan tahun 2013 mengalami penurunan menjadi US$2.084,45 juta atau turun sebesar 8,87% dibanding tahun sebelumnya yaitu US$2.287,45 juta. Penurunan pendapatan ini diikuti oleh turunnya beban pokok pendapatan dalam jumlah yang lebih rendah yaitu turun sebesar 8,14% dari US$2.165,02 juta menjadi US$1.988,83 juta, sehingga laba bruto yang dihasilkan turun sebesar 21,89% menjadi US$95,62 juta. Beban penjualan turun 5,12% dari US$42,46 juta pada tahun 2012 menjadi US$40,29 juta pada tahun 2013 dan beban umum dan administrasi turun 9,67% dari US$105,41 juta pada tahun 2012 menjadi US$95,22 juta pada tahun 2013, sementara beban lain-lain naik sebesar US$1,01 juta menjadi US$5,10 juta. Penurunan beban-beban adalah dampak dari tindakan-tindakan efisiensi yang dilakukan Perseroan. Sedangkan pendapatan lain yang terdiri dari penjualan limbah produksi, laba pengalihan aset tetap dan pendapatan lainnya, secara keseluruhan turun 3,43% dibanding tahun 2012 menjadi US$43,92 juta yang terutama disebabkan oleh turunnya penjualan limbah produksi sebesar 62,54% menjadi US$3,61 juta. Sedangkan untuk laba pengalihan aset tetap dan pendapatan lainnya masing-masing naik 75,03% dan 0,53% menjadi US$12,22 juta dan US$28,09 juta. Laba/(rugi) operasi yang dihasilkan pada tahun ini mengalami penurunan, dari Laba US$15,9 juta pada tahun 2012 menjadi rugi US$(1,07) juta pada tahun 2013, dan Rugi sebelum beban (manfaat) pajak turun dari rugi US$15,47 juta menjadi rugi US$14,75 juta. Kerugian sebelum beban (manfaat) pajak pada tahun ini terjadi karena kenaikan bagian rugi dari entitas asosiasi dari semula US$5,43 juta pada tahun 2012, meningkat menjadi US$12,29 juta. Kerugian terbesar yaitu sebesar US$11,49 juta berasal dari kerugian PT Krakatau Posco yang masih berada pada tahap pra operasi. Rugi tahun berjalan adalah sebesar US$13,6 juta, turun dari kerugian tahun lalu sebesar US$19,56 juta. Selain oleh rugi sebelum beban (manfaat) pajak yang mengecil, penurunan pada pajak kini dan pajak tangguhan menyebabkan rugi tahun berjalan lebih rendah dari tahun sebelumnya. Dengan memperhitungkan adanya selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan entitas anak, maka total rugi komprehensif tahun berjalan mencapai US$63,92 juta.



Sebagai Kerangka Kerja (Framework) penerapan manajemen risiko, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. telah menetapkan manual implementasi manajemen risiko yang disusun mengacu pada standar Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission (COSO) dan saat ini diupayakan untuk implementasi Manajemen Risiko sesuai standar ISO31000. Tahap sosialisasi telah dilakukan terhadap karyawan level manajerial melalui pelatihan in house, seminar internal, mentoring implementasi, sosialisasi melalui media intranet dan lainnya. Untuk melengkapi implementasinya di lapangan, telah disusun buku saku penerapan manajemen risiko yang didistribusikan kepada jajaran pimpinan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. mulai tingkat Superintendent ke atas atau Key Person yang diberikan wewenang untuk mengelola Manajemen Risiko di unit kerja. Risik adalah suatu potensi kejadian yang berpengaruh negatif terhadap pencapaian visi, misi, sasaran dan target Perseroan maupun unit organisasi. Manajemen Risiko adalah upaya untuk meminimalkan pengaruh negatif dari berbagai sumber risiko yang dihadapi dalam kegiatan bisnis agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal. Divisi GCG & Manajemen Risiko Perseroan bertanggung jawab untuk memfasilitasi penerapan analisis dan pengendalian risiko yang dilakukan di seluruh unit organisasi serta memantau bahwa analisis dan pengendalian risiko di masing-masing unit kerja telah dilakukan dengan efektif, efisien dan konsisten. Agar pelaksanaan implementasi manajemen Risiko di Perseroan berjalan sesuai standard kebijakan Divisi GCG&RM, maka telah diatur dalam Work Instruction (WI) yakni: WI Analisis dan Pengendalian Risiko, WI Monitoring dan WI Pelaporan Risiko. Untuk mendukung pelaksanaan manajemen Risiko di seluruh unit kerja, maka Divisi GCG & RM sebagai unit pengelola risiko perusahaan telah menyediakan infrastruktur sebagai sarana bimbingan/pelatihan, sosialisasi serta mentoring dengan kompetensi Instruktur yang cukup memadai. Sampai saat ini, telah teridentifikasi sebanyak 617 risiko yang teregistrasi di seluruh unit kerja. Seluruh risiko yang teridentifikasi tersebut telah tersistem dalam database risiko yang ada dalam Sistem Informasi Manajemen Risiko (SIMARIS) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Pada tahun 2009, Perseroan menggabungkan fungsi GCG dan Risk Management ke dalam satu divisi struktural, yaitu Divisi GCG & Risk Management. Penggabungan kedua fungsi tersebut semakin mengintegrasikan penerapan manajemen risiko sebagai salah satu pilar penting praktik Good Corporate Governance Perseroan. Penerapan manajemen risiko di Perseroan antara lain melalui kegiatan:
• Sosialisasi penerapan manajemen risiko telah dilakukan baik di Internal Perseroan, ataupun di anak perusahaan Grup PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Dengan tujuan dapat lebih bersinergi dalam penerapan manajemen risiko di lingkungan Grup PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Untuk itu, secara berkala dilakukan pertemuan bulanan forum GCG Risk Management FMR-KSG.

• Analisis risiko unit kerja yang terintegrasi menjadi representasi pelaporan Risiko Perseroan dan sebagai dasar pengambilan keputusan strategis bagi Jajaran Manajemen yang dituangkan dalam materi RKAP tahunan.

 • Mentoring penyusunan analisis risiko dengan prioritas pada kegiatan utama proses bisnis Perseroan.

• Pembuatan database risiko Perseroan (Sistem Informasi Manajemen Risiko PTKS – SIMARIS) Berbasis Web dan telah di resmikan pada tgl.19 Nov 2013 oleh Direktur SDM & Umum di Hotel Permata Cilegon.

• Analisis risiko pada proyek-proyek strategis perusahaan dan anak perusahaan.

• Analisis risiko spot terkait dengan kondisi aktual di unit unit kerja antara lain Revitalisasi dll.

• Analisis risiko mengenai aspek lingkungan, kesehatan dan kesehatan kerja.

 • Menerapkan Integrated Management System (IMS) dengan cara melengkapi Key Performance Indikator (KPI) Sasaran Kerja Unit dengan Key Risk Indicator (KRI) dalam rangka memitigasi pencapaian kinerja.

Risiko bisnis yang dihadapi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. sebagai perusahaan baja terpadu diklasifikasikan ke dalam empat jenis risiko, yaitu:

1. Risiko Strategis, yaitu risiko-risiko yang bersifat strategis bagi pengembangan perusahaan, seperti: pengembangan teknologi, kebijakan pemerintah, rencana investasi, pengembangan produk baru, dan lain-lain.

2. Risiko Operasional, yaitu risiko yang terjadi akibat kegagalan atau tidak memadainya proses pengendalian mutu proses bisnis.

3. Risiko Finansial, yaitu risiko yang secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan kerugian dalam bidang keuangan.

 4. Risiko Lingkungan, yaitu risiko yang berdampak pada kerusakan lingkungan, pencemaran lingkungan, gangguan sosial kemasyarakatan, reputasi perusahaan, dan lain-lain.



3.4


PT.Krakatau Steel  Merupakan perusahaan BUMN yang bergerak didalam bidang pengolahan baja, terletak di di Kota Cilegon, dimana sebelah utara terdapat pelabuhan Merak yang mana memudahkan akses penyaluran baja dan penerimaan bahan baku baik dari dalam negeri  maupun luar. berdiri pada tanggal 31 gustus 1970 .




























Pengendalian Risiko Penilaian risiko K3 ditetapkan berdasarkan perhitungan (Konsekuensi X Sifat pemajanan X Kemungkinan terjadi bahaya) tetapi hasil penilaian risiko tersebut tidak dapat ditampilkan. Pengendalian risiko faktor dan potensi bahaya dalam tabel 1. dibaca sesuai dengan nomor urut sebagai berikut :
1. Pembinaan Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)
2. Alat Pelindung Diri (APD)
 3. Prosedur (SMKS, SOP/ WI/ TSE, Manual Operasi, MSDS)
 4. Inspeksi/ Pengawasan K3
5. Gizi kerja (makanan tambahan, Air minum)
6. Pengujian Kesehatan (GCU, Audiometri, Spirometri dan pemeriksaan kesehatan khusus lainnya)
7. Fasilitas P3K Bersambung Sambungan xciii
8. Higiena dan Sanitasi lingkungan
 9. APAR/ APK, Hydrant, Instalasi pemadam kebakaran
10. Rambu K3 (Safety Sign)
 11. Monitoring Lingkungan
12. Danger Tag (Tag Out)
13. Ergonomi
14. Pengaturan Kerja & Istirahat , isolasi pekerja di Control Room/ ruangan
15. Breathing Apparatus (BA) dan fasilitas evakuasi
16. Pelatihan (SMK3, TTD, Sertifikasi, Kesehatan Kerja)
17. Pembatasan Akses
18. Pengendalian teknis (Eliminasi, Subtitusi, Ventilasi, Automatisasi, Perbaikan lingkungan kerja/ Sarana Kerja dll)

3. Program Perbaikan K3 dan Lingkungan Dalam pembuatan program K3 Staf Divisi K3LH mempersiapkan bahan program perbaikan K3 sesuai prosedur TLC-03. Bahan program perbaikan lingkungan disusun dengan mengevaluasi kesesuaian antara dokumen registrasi K3 dengan:
a. Program tahun sebelumnya yang belum selesai.
b. Kebijakan perusahaan.
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundangan.
d. Hasil proper dan kepatuhan peraturan perundangan. xciv Rencana perbaikan K3 akan digabungkan dengan rencana perbaikan lingkungan menjadi dokumen rencana perbaikan K3 dan lingkungan setelah melalui pengesahan oleh Direktur Utama PT Krakatau Steel.
Berikut ini adalah program perbaikan K3 di SSP II pada tahun 2008:
 a. Perlengkapan penunjang keselamatan kerja Program perbaikan ini dibuat berdasarkan hasil identifikasi potensi bahaya di CCM yaitu adanya potensi bahaya terkena percikan baja cair. Program perbaikan yang dibuat adalah sebagai berikut: Distribusi Sasaran Jangka Pendek: Pembuatan pagar pengaman untuk plateform di area kerja CCM, karena sering dibuka bila mesin problem.

 2. Program Pembuatan Pagar Pengaman. (Sumber: Data Sekunder) Program Detai Program Batas Waktu Penanggung Jawab

1 Pengadaan material, slab, plate & billet (60%) April 2008 Dinas Pengecoran
1         Pemasangan pagar pengaman (30%) Juni 2008 Kasie Pengecoran
2         3 Evaluasi hasil (10%) Juli 2008 Plant Inspector & Kasie Pengecoran Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap program perbaikan.
3         . Kesehatan kerja Program perbaikan kesehatan kerja dibuat berdasarkan identifikasi faktor bahaya ditempat kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja serta potensi bahaya yang menimbulkan kecelakaan kerja dan dapat meningkatkan xcv angka mangkir kerja dan absenteisme. Program kerja yang dibuat sebagai berikut:

1) Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term obyektif Description: Mengendalikan Angka Mangkir Sakit Karyawan
 2) Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term Target Description: Pengendalian Kinerja Mangkir Sakit Karyawan Dengan Tren Tahun 2007 diatas Control Line Tabel 3. Program Pengendalian Kinerja Mangkir Sakit Karyawan. (Sumber: Data Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil Batas Waktu/ Deadline Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (5%) Januari 2008 Dinas Hyperkes 2 Identifikasi Karyawan Mangkir Sakit & Sakit Berkepanjangan (5%) Januari 2008 Dinas Hyperkes 3 Anamnesa & Observasi (10%) Pebruari-April 2008 Dinas Hyperkes 4 Evaluasi Kesehatan Berkala (24%) April-Nopember 2008 Dinas Hyperkes 5 Promosi Kesehatan (27%) April-Desember 2008 Dinas Hyperkes 6 Monitoring Kesehatan & Absensi Sakit (24%) Januari-Desember 2008 Dinas Hyperkes 7 Evaluasi ( 5%) Desember 2008 Dinas Hyperkes Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap program perbaikan.

c. Kebisingan Program perbaikan lingkungan kerja dibuat berdasarkan identifikasi faktor bahaya ditempat kerja yaitu kebisingan yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja (ketulian). Program kerja yang dibuat sebagai berikut: xcvi

1) Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term obyektif Description: Perlindungan Resiko Ketulian Akibat Kerja
2) Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term Target Description: Program Konservasi Pendengaran III Program Perlindungan Resiko Ketulian Akibat Kerja (Sumber: Data Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil Batas Waktu/ Deadline Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (5 %) Pebruari 2008 Dinas Hyperkes 2 Observasi dan Pengukuran Kebisingan & Pemajanan (20%) Maret-Juni 2008 Dinas Hyperkes & Plant Inspektor 3 Analiasa SPL, Dose, TWA, Leq Pemajanan Bising (20 %) Juli-Agustus 2008 Dinas Hyperkes 4 Promosi Kesehatan (40 %) April-Nopember 2008 Dinas Hyperkes & Training Koordinator 5 Pembuatan Baseline Audiometri (10%) NopemberDesember 2008 Dinas Hyperkes 6 Evaluasi ( 5 %) Desember 2008 Dinas Hyperkes Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap program perbaikan. d. Ergonomi Program perbaikan lingkungan kerja dibuat berdasarkan identifikasi faktor bahaya di tempat kerja yaitu ergonomi yang dapat menimbulkan kelelahan kerja dan penurunan produktivitas kerja. Program kerja yang dibuat sebagai berikut:
 1) Distribusi Tujuan jangka Panjang/Long Term obyektif Description: xcvii Perbaikan Ergonomi Fisik Crane
2) Diskripsi Sasaran Jangka Pendek/Short Term Target Description: Profil Ergonomi Fisik Kabin Crane. Program Perbaikan Ergonomi Fisik Crane (Sumber: Data Sekunder) Program Detail Program/ Program Detil Batas Waktu/ Deadline Penanggung Jawab/ Responsibility 1 Persiapan (10%) Pebruari 2008 Dinas Hyperkes 2 Observasi & Pengukuran Fisik Kabin Crane (15%) Maret - Mei 2008 Plant & Dinas Hyperkes 3 Pengukuran Antrophometri (15 %) Maret – Mei 2008 Plant & Dinas Hyperkes 4 Observasi, Anamnesa & Pemeriksaan Kesehatan Operator Crane (45%) Maret - Nopember 2008 Dinas Hyperkes 5 Evaluasi Hasil Observasi dan Pemeriksaan Kesehatan (15%) Desember 2008 Dinas Hyperkes Keterangan : untuk prosentase pada kolom detail program merupakan bobot dari masing-masing tahap program perbaikan. xcviii BAB IV PEMBAHASAN A. Keselamatan Kerja Sistem pengelolaan keselamatan kerja di PT Krakatau Steel dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yaitu sebagai berikut:

1. Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman Kegiatan ini dilaksanakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif bagi tenaga kerja. Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No. 1 ahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat a yaitu mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Pengawasan, pengujian dan perizinan peralatan berbahaya: a. Crane, lift dan conveyor Pengawasan pesawat angkat-angkut merupakan tanggung jawab ahli K3 pesawat angkat-angkut, sehingga pengawasan dapat dilakukan secara optimal. Pengawasan dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang terkait. Pesawat angkat-angkut yang digunakan di PT Krakatau Steel sudah melalui sertifikasi oleh DEPNAKER (Departemen Tenaga Kerja). Pemeriksaan dan pengujian crane serta tahap sertifikasi pesawat angkatangkut dilaksanakan berdasarkan Permenaker No.5 tahun 1985 tentang Pesawat Angkat-Angkut, pada pasal 135 tentang pengesahan atau serifikasi pesawat angkat-angkut serta pasal 138 tentang pemeriksaan dan


pengujian pesawat angkat-angkut. Seluruh operator pesawat angkat-angkut telah memiliki Surat Izin Operator (SIO) dari DEPNAKER atau DISNAKER (Dinas Tenaga Kerja) setempat. b. Boiler Pengawasan boiler merupakan tanggung jawab ahli K3 boiler, sehingga pengawasan boiler dapat dilaksanakan secara optimal karena ditangani oleh ahlinya. Pengawasan dilakukan berdasarkan Peraturan Uap tahun 1930 dan Undang-Undang Uap tahun 1930. Didalam Peraturan Uap tahun 1930 disebutkan bahwa pemeriksaan dan pengujian sekurang-kurangnya 2 tahun sekali, sedangkan pemeriksaan boiler di PT Krakatau Steel dilakukan setahun sekali. Hal ini dilakukan agar perubahan-perubahan pada bagian ketel uap (pipa) serta adanya zat-zat di dalam ketel uap dapat diketahui secara lebih dini. c. Bejana Tekan Pengawasan bejana tekan juga merupakan tanggung jawab ahli K3 boiler. Pengawasan dilakukan berdasarkan Permenaker No. 1 tahun 1982 tentang Bejana Tekan. Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan bejana tekan sekurang-kurangnya dilakukan 5 tahun sekali, sedangkan di PT Krakatau Steel pemeriksaan bejana tekan dilakukan 3 tahun sekali sebagai tindakan preventif serta bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan struktur bejana tekan. c d. Pemanfaatan zat radioaktif Pengawasan dan pemantauan merupakan tanggung jawab ahli K3 radiasi, segala yang berkaitan dengan K3 radiasi dapat ditangani oleh ahlinya. Selain itu pemanfaatan sumber radiasi juga mendapat pengawasan dari Badan Pengawasa Tenaga Nuklir (BAPETEN). Pengawasan dan pemantauan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan sesuai UndangUndang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Sedangkan perijinan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 64 tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir. 3. Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja dilaksanakan sebagai perwujudan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 9 ayat 3 bahwa “Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan”. 4. Pengadaan APD Penerapan K3 yang telah berjalan dengan baik dapat dilihat dari penyediaan APD secara cuma-cuma bagi karyawan PT Krakatau Steel. Pengadaan APD bagi tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan SK Direksi No. 64/Ci/DU-KS/Kpts/2003 tentang Pemberian dan Penggunaan Alat dan ci Keselamatan Kerja. Pengadaan alat pelindung diri bagi tenaga kerja PT. Krakatau steel juga berdasarkan pada pelaksanaan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pada pasal 9 ayat 1 sub b dinyatakan bahwa “Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang semua pengaman dan lat perlindungan yang diharuskan di tempat kerja”. Sedangkan pada pasal 9 ayat 1 huruf c menyatakan bahwa “Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan tentang alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan”. Dan pada pasal 14 huruf c bahwa “Pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja”. Selain menggunakan peraturan perundangan sebagai parameter kinerjanya, Dinas Keselamatan Kerja juga menggunakan nilai IFR (Injury Frequency Rate) dan ISR (Injury Saferety Rate). Nilai IFR dan ISR pada tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, hal ini menunjukkan kinerja Dinas Keselamatan Kerja mengalami peningkatan dan penerapan keselamatan kerja sudah berjalan dengan baik. B. Kesehatan Kerja Penyelenggaraan perlindungan kesehatan kerja merupakan tanggung jawab Dinas Hiperkes yang dilakukan secara promotif, preventif, kuratif dan cii rehabilitatif. Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Hiperkes dibantu oleh paramedis yaitu 4 perawat yang bekerja secara shift sehingga dinas hiperkes mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Kegiatan pelayanan kesehatan di PT Krakatau Steel telah mengacu pada norma-norma perundangan sebagai berikut: 1. UU No 1 Tahun 1970 pasal 8 ayat 1 dan 2 a) Ayat 1 : Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipndahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan upadanya. b) Ayat 2 : Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur. 2. Permenakertrans No 2/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja sesuai dengan pasal 3,4, dan 5. 3. Permenakertrans No 3/MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan kepada tenaga kerja, sesuai dengan pasal 2, yaitu :
a) Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala, dan pemeriksaan khusus.
 b) Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja.
 c) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.
 d) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan seni-tair.
e) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja.
f) Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja.
 g) Pertolongan pada kecelakaan.
h) Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk pengurus P3K.
 i) Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja.
j) Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
k) Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam kesehatannya.
l) Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus. 4. Permenakertrans No 01/MEN/1981 tentang kewajiban lapor penyakit akibat kerja. Perbaikan sanitasi lingkungan dilakukan dengan monitoring lingkungan (industrial higiene) yang dilakukan setiap 1 bulan sekali oleh Dinas Hiperkes. Monitoring lingkungan meliputi sanitasi toilet, kantin dan air minum. Hasil dari monitoring ini dijadikan sebagai acuan untuk penyusunan program perbaikan sanitasi lingkungan. Perbaikan lingkungan kerja dilakukan berdasarkan pemantauan lingkungan kerja dan pengukuran-pengukuran faktor bahaya di lingkungan kerja yang civ dilaksanakan oleh dinas hiperkes. Perbaikan lingkungan kerja juga dilakukan dengan diterapkannya 5R yaitu resik, ringkas, rapi, rawat, rajin. Penerapan 5R di PT Krakatau Steel sudah berjalan dengan baik. Salah satu cara untuk meningkatkan penerapan 5R, PT Krakatau Steel mengadakan lomba 5R setiap bulan K3 sehingga tiap-tiap divisi berlomba-lomba untuk meningkatkan penerapan 5R. Pemenuhan gizi karyawan dinyatakan dengan pengadaan kantin perusahaan. Setiap divisi di PT. Krakatau Steel juga telah menyediakan menu berimbang 4 sehat 5 sempurna, serta tempat yang bersih pada lantai, langit-langit, perlatan memasak dan makan maupun dapur yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Lampiran III tentang persyaratan higene dan sanitasi lokasi, bangunan dan fasilitas. Sumber air bersih yang digunakan untuk memasak dan mencuci perabotan menggunakan air dari PT Krakatau Tirta yang telah memenuhi baku mutu air bersih. Sedangkan air minum untuk karyawan disediakan oleh perusahaan yang bekerjasama dengan PT Quelle. Air minum ini telah diuji kemurniannya oleh Dinas Hiperkes dan aman untuk dikonsumsi. Parameter kinerja Dinas Hiperkes adalah nilai FRS (Frequency Rate of Spells) dan FRD (Frequency Rate of Day). Nilai FRS dan FRD pada tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa kinerja Dinas Hiperkes mengalami peningkatan dan penerapannya sudah baik. cv C. Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan lingkungan di PT Krakatau Steel merupakan tanggung jawab Dinas Laboratorium Lingkungan dan Dinas Pengendalian Lingkungan. Pengelolaan lingkungan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, antara lain: d. Pemantauan dan Penelitian Komponen Udara 3) Sistem Pemantauan Debu.
1) Debu Jatuh Pemantauan debu jatuh sudah dilaksanakan sesuai dengan SNI 13- 4703-1998 yaitu waktu pengambilan botol sample kurang lebih 30 hari.
2) Debu Ambient Pemantauan debu ambient dilakukan berdasarkan Peraturan pemerintah RI No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, khususnya pada BAB III pasal 16 dan 28 yaitu: Pasal 16 : “Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan mutu udara ambient, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat.” Pasal 28 : “Penanggulangan pencemaran udara sumber tidak bergerak meliputi pengawasan terhadap penataan baku mutu emisi yang telah ditetapkan, pemantauan emisi yang keluar dari kegiatan dan mutu cvi udara ambient di sekitar lokasi kegiatan dan pemeriksaan penataan terhadap ketentuan persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara.”
4) Sistem Pemantauan dan Pengendalian Gas Pemantauan dan pengendalian gas telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Pasal 21 : ”Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dan atau gangguan ke udara ambient wajib:

 1) Mentaati baku mutu udara ambient, baku mutu udara emisi, dan baku tingkat gangguan yang ditetapkan untuk usaha dan atau kegiatan yang dilakukannya, melakukan pencegahan dan atau penanggulangan pencemaran uadara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya.
2) Memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran dalam lingkup usaha dan/atau kegiatannya. Pasal 30 ayat 1 : “Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dari sumber tidak bergerak yang mengeluarkan emisi wajib mentaati ketentuan baku mutu udara ambient, baku mutu emisi dan baku tingkat gangguan”. cvii e. Pemantauan dan Penelitian Komponen Air Pemantauan dan penelitian komponen air berdasarkan PP No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden RI. f. Pemantauan dan Penelitian Lingkungan Kerja a. Tekanan Panas Untuk tekanan panas dilakukan pemantauan secara rutin dengan NAB disesuaikan dengan Kepmenaker tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja pasal 2 yaitu NAB iklim kerja menggunakan parameter ISBB. b. Kebisingan Untuk pemantauan kebisingan berdasarkan KepmenLH No. 48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan Pasal 6 ayat 1 yaitu:
1) Mentaati baku mutu kebisingan yang telah dipersyaratkan
 2) Memasang alat pencegahan terjadinya kebisingan 3) Menyampaikan laporan hasil pemantauan tingkat kebisingan sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur, Menteri, instansi yang bertanggung jawab dibidang pengendalian dampak lingkungan dan instansi teknis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan serta instansi lain yang dipandang perlu.
c. Penerangan Untuk penerangan dilakukan pemantauan secara rutin dengan NAB disesuaikan dengan Peraturan Menteri Perburuhan No.7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan di Tempat Kerja khususnya pada pasal 14.
D. Pengendalian Risiko di SSP II

1. Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat megganggu kondisi fungsi pendengaran. Intensintas kebisingan pada angka yang melebihi 85 NAB dalam bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu, hal ini telah diatur dalam Kepmenaker No.51/Men/1999, maka perlu adanya pengendalian dalam rangka melindungi tenaga kerja dari faktor kebisingan. Kebisingan yang terjadi terutama bersumber dari dedusting plant , conveyorfeeding system (CFS), peleburan (EAF 9 & 10) control room eaf, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine preheating tundish dan lainlain. Faktor bahaya kebisingan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja (ketulian). Oleh sebab itu perusahaan melakukan pengendalian seperti inspeksi atau pengawaan K3, pengaturan kerja dan istirahat, isolasi pekerja di control room, pengujian kesehatan dan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD).

2. Debu Debu adalah partikel yang terjadi karena aktivitas fisik yang terjadi di udara pada area kerja. Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No: SE01/Men/1997 berat debu tidak boleh melebihi NAB 10 mg/M3 apabila cix melebihi NAB dapat mengganggu pernafasan bahkan dapat terjadi pneumokoniosis. Sumber debu di area pabrik antara lain di area dedusting plant, peleburan (EAF 9 dan 10) control room EAF, RH vacum degushing, area casting ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine, maintenance, refractory ladle tundish, atap pabrik SSP I. Pada area berdebu yang nilai beratnya melebihi NAB dilakukan penanggulangan dengan setiap mesin atau instalasi yang menghasilkan debu dipasang alat–alat penyedot debu, seperti dedusting yang dilengkapi dengan bag house filter dan canopy hood, pengaturan shift, control room, monitoring lingkungan, pengujian kesehatan, pengawasan K3, pembinaan K3. Selain itu pada area yang berdebu tersebut para tenaga kerja dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti masker debu, capucon, dan kaca mata anti debu.

3. Tekanan Panas Tekanan panas adalah kombinasi antara suhu udara, kelembapan udara percepatan udara, dan suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang terjadi pada tenaga kerja (Suma’mur,1988). Suhu nikmat kerja adalah 240 – 260 C. Menurut Kep Men Tenaga Kerja No.Kep– 51/MEN/1999. Tekanan panas dapat menyebabkan heat stroke atau dehidrasi yang dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Area–area pabrik yang mempunyai tekanan panas terdapat pada area dedusting plant, conveyor feeding system (CFS), peleburan (EAF 9 & 10) control room EAF, slag pot casting bay, ladle furnace, RH vacum degushing, cx area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine, preheating tundish, finishing slab, refractory ladle & tundish boiler room. Untuk melindungi tenaga kerja yang bekerja pada area tekanan panas mengadakan pengendalian antara lain pembinaan keselamatan & kesehatan kerja (K3), inspeksi atau pengawasan K3, gizi kerja, pengujian kesehatan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

4. Radiasi Infra Merah Radiasi sinar infra merah terutama terjadi pada pekerjaan–pekerjaan yang melakukan kontak langsung dengan baja cair. Seperti pada area RH vacum degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine, finishing slab, peleburan. Untuk menanggulangi pengaruh dari radiasi infra merah ini telah disediakan kacamata furnace (cobalt) yang diharapkan dapat mengurangi kesilauan yang diterima tenaga kerja. Menurut Surat Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 pasal 5 tentang NAB radiasi frekwensi radio dan gelombang mikro di tempat kerja adalah 30 kHz-100kHz per 6 menit (Direktorat Pengawasan Norma K3, 2003). Bila tenaga kerja ter papar gelombang mikro (radiasi infra merah) yang melebihi NAB, akan mengakibatkan katarak pada lensa mata.

5. Gas dan Asap Potensi bahaya gas dan asap yaitu berada pada area dedusting plant, peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace, RH vacum cxi degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine, finishing slab, refractory ladle & tundish. Untuk melindungi tenaga kerja yang bekerja pada area yang terdapat faktor bahaya gas dan asap maka dilakukan tindakan pengendalian yaitu dengan pembuatan cerobong asap yang tinggi sehingga dapat dinetralisasi oleh udara bebas.
6. Ergonomi Faktor bahaya yang ditimbulkan oleh cara kerja dan posisi kerja yang tidak aman atau tidak sesuai dengan ukuran tubuh tenaga kerja dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan cenderung lebih cepat lelah. Khususnya di SSP II pada area dedusting plant, conveyor feeding system (CFS), peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine, mekanik shop CCM, finishing slab, refractory ladle & tundish, water treatment plant (WTP II). Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja maka perlu dilakukan tindakan pengendalian yaitu dengan mendesign tempat kerja sesuai dengan ukuran tubuh tenaga kerja tersebut, atau pekerjaan dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri secara bergantian.

7. Tergelincir dan terjatuh Tegelincir dan terjatuh dapat terjadi jika terdapat tempat kerja yang licin. Potensi bahaya ini dapat terjadi pada substation, dedusting plant, gudang kapur, peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace, RH vacum cxii degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine, finishing slab, maintenance crane, atap pabrik SSP I, water treatment plant (WTP II), boiler room, gedung SSP. Untuk mengurangi potensi bahaya tergelincir dan terjatuh dilakukan program 5R.

8. Percikan baja cair Percikan baja timbul terjadi di area peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, slag pot, ladle furnace, RH vacum degushing, area casting, ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross, transfer machine Upaya yang dilakukan PT Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya percikan baja cair sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan.

9. Kebakaran dan peledakan Kebakaran dan peledakan merupakan potensi bahaya terbesar yang kemungkinan terjadi PT Krakatau Steel. Sumber utama suatu kebakaran dan peledakan yaitu boiler, refractory ladle & tundish, finishing slab mekanik shop CCM, area casting ladle turret, tundish car, mould torch cuting dan cross transfer machine, RH vacum degushing, ladle furnace, mekanik & elektrik EAF, peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, conveyor feeding system (CFS).

Tindakan pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi kebakaran dan peledakan antara lain inspeksi atau pengawasan K3, higiene dan sanitasi lingkungan, APAR/APK, Hydrant, Instalasi pemadam kebakaran, pembatasan akses. Upaya yang dilakukan PT Krakatau Steel ini sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub c) tentang mencegah dan mengurangi peledakan. Untuk itu harus dilakukan pengendalian atau pencegahan terjadinya kebakaran dan peledakan dengan cara menghindari bertemunya segitiga api.

10. Tertimpa dan terjepit Tertimpa merupakan potensi bahaya yang sering terjadi. Penyediaan helm bagi tenaga kerja merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahaya tertimpa benda jatuh. Selain itu di setiap area pabrik juga dibuat jalur hijau yang merupakan jalur aman bagi tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja. Untuk menghindari kejatuhan dari beban yang sedang diangkat, setiap crane yang beroperasi dengan atau tanpa membawa beban disertai dengan bunyi sirene. Upaya yang dilakukan PT Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya tertimpa ini sudah mencerminkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan dan mengamankan serta memperlancar pengangkutan barang.

11. Tertabrak forklift Tertabrak benda bergerak memiliki potensi bahaya yang tidak terlalu besar, tetapi hal ini dapat terjadi jika pekerjaan dilakukan tanpa pemenuhan peraturan perundangan yang berlaku. Potensi bahaya ini dapat terjadi di peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, ladle furnace. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan maka dilakukan tindakan pengendalian yaitu dengan membuat pembatasan akses.

12. Confine space Pekerjaan ditempat terbatas dan tertutup sangat berbahaya, oleh karena itu diperlukan surat izin pekerjaan berbahaya. Faktor bahaya pada confined space terdapat pada area peleburan (EAF 9 & 10), control room EAF, RH vacum degushing. Maka tindakan pengendalian seperti diatas dengan adanya surat izin pekerjaan berbahaya dan tenaga kerja yang terlatih serta memakai breating aparatus jika diketahui tempat terbatas tersebut jumlah O2 rendah atau sudah diketahui terdapat gas beracun.

13. Iritasi bahan kimia Iritasi bahan kimia dapat terjadi di mekanik & elektrik EAF, RH vacum degushing, hydraulic room CCM, water treatment plant (WTP II). Sebagai pengendalian bahaya dari zat kimia maka sifat bahan-bahan kimia tersebut harus diketahui terlebih dahulu oleh tenaga kerja sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya iritasi. Sesuai SE MENAKER No. SE.01/men/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara cxv Lingkungan Kerja. Tidakan pengendalian yang dilakukan yaitu dengan memakai perlengkapan yang digunakan untuk melindungi tenaga kerja dari bahaya lingkungan kerja berupa: tutup hidung, mulut, respirator, kacamata, pakaian kerja khusus termasuk sepatu, sarung tangan, tutup kepala, jika tenaga kerja secara langsung berhubungan dengan bahan kimia berbahaya. E. Implementasi SMK3 di Pabrik SSP II Implementasi SMK3 di SSP II diterapkan sesuai dengan model SMK3 yang telah ditetapkan. Penerapan SMK3 diterapkan berdasarkan Kebijakan SMKS, yang kemudian dilakukan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran, peninjauan dan evaluasi sehingga terjadi peningkatan yang berkelanjutan. Dalam pelaksanaan SMK3 terlebih dahulu dilakukan perencanaan kemudian dilakukan tindakan identifikasi bahaya dan penilaian risiko. Hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko tersebut didokumentasikan oleh perusahaan. Setelah dilakukan tindakan identifikasi bahaya dan penilaian risiko di SSP II salah satunya di area CCM diketahui bahwa terdapat bahaya bising, radiasi sinar infra merah, tekanan panas, debu, percikan baja cair dan kebakaran serta peledakan. Dari hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko, kemudian dilakukan tindakan pengendalian risiko tetapi jika pengendalian risiko tersebut belum dapat mengurangi bahaya di tempat kerja maka dilakukan perbaikan K3. Program perbaikan K3 di area CCM pada tahun 2008 yaitu pembuatan pagar pengaman di area kerja CCM. Program tersebut dilakukan berdasarkan identifikasi bahaya di CCM yaitu adanya bahaya terkena percikan baja cair. Program perbaikan cxvi dimonitoring secara rutin untuk mengetahui efektifitas perbaikan serta sebagai peninjauan ulang manajemen SMK3. Berdasarkan hasil data sekunder (data tidak dilampirkan ) diperoleh tingkat keberhasilan perbaikan K3 di SSP II untuk periode tahun 2008 mencapai 100%. Jadi secara umum di SSP II sudah menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) sesuai dengan Permenaker No. 5 tahun 1996 tentang SMK3.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar