Senin, 25 Maret 2019

Persatuan Insinyur Indonesia


PERSATUAN INSINYUR INDONESIA

       Persatuan Insinyur Indonesia atau disingkat PII (dalam bahasa Inggris The Institution of Engineers Indonesia – IEI) adalah organisasi profesi yang didirikan di Kota Bandung pada tanggal 23 Mei 1952 untuk menghimpun para insinyur, termasuk sarjana teknik dan sarjana sains yang bekerja di bidang keteknikan di seluruh Indonesia.
Sejarah
      Sejarah Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dimulai pada tanggal 23 Mei 1952 ketika Ir. H. Djoeanda Kartawidjaja dan Prof. Ir. R. Roosseno Soerjohadikoesoemo berkumpul bersama kawan-kawannya sesama insinyur Indonesia di Aula Barat, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang menjadi ITB) di Jl. Ganesha 10, Bandung. Pada saat itu jumlah insinyur Indonesia baru sekitar 75 orang. Sementara tanggung jawab yang harus dipikul sangat besar. Untuk itu disepakati untuk membuat Persatuan Insinyur Indonesia dengan tujuan untuk mempererat kerja sama para insinyur agar dapat menjadi kekuatan yang nyata untuk membangun negara dan bangsa Indonesia. Pada tahun 1957, PII juga menjadi salah satu motor utama berdirinya Institut Teknologi Bandung (ITB). PII adalah organisasi profesi tertua kedua di Indonesia setelah IDI.
Dalam sejarahnya PII telah banyak menelurkan cendekiawan-cendekiawan dan profesional-profesional yang memegang peranan penting di tanah air kita dalam beberapa dekade ini. PII di dalam menjalankan proses kaderisasi insinyur melalui continuous development program (CPD) yang isi programnya selain berisikan pengetahuan keinsinyuran (sains dan teknologi) juga menitikberatkan pada pengenalan dan pemantapan pembahasan mengenai ‘etika profesi Insinyur’. Sarjana Teknik diharapkan setelah menjadi Anggota PII diwajibkan memegang teguh etika profesi keinsinyuran yang dituliskan dalam Kode Etik Insinyur Indonesia, Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia*.

Catur karsa adalah 4 prinsip dasar yang wajib dimiliki oleh Insinyur Indonesia antara lain:
(1) mengutamakan keluhuran budi
(2) menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, (3) bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dan
(4) meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran.
4 prinsip dasar ini menyimpulkan Insinyur Indonesia dituntut menjadi insan yang memiliki integritas (budi pekerti luhur) dan semata-mata bekerja mendahulukan kepentingan masyarakat dan umat manusia dari kepentingan pribadi dengan senantiasa mengembangkan kompetensi dan keahlian engineeringnya.   
Sapta Dharma adalah 7 tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yang merupakan pengejawantahan dari catur karsa tadi antara lain:
(1) mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,
(2) bekerja sesuai dengan kompetensinya,
(3) hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan,
(4) menghindari pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya,
(5) membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing,
(6) memegang teguh kehormatan dan martabat profesi dan
(7) mengembangkan kemampuan profesional.
Apabila kita baca lagi lebih seksama, sapta dharma substansinya adalah sama dan seiring dengan catur karsa, bahwa Insinyur Indonesia dituntut untuk memegang teguh etika dan integritas di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di mana pun dia bekerja sehingga dia bisa tetap mempertahankan reputasi profesinya dari waktu ke waktu. Substansi utama kode etik Insinyur menurut saya tidak lain adalah etika dan integritas. Apa pun yang Insinyur lakukan entah itu dalam rangka pengembangan kompetensi keinsinyuran atau pun dalam rangka membangun hasil karya keinsinyuran tetap saja selalu mengacu pada prinsip etika dan integritas.
Salah satu tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yakni membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing. Beberapa uraian dari sikap dan perilaku ini adalah antara lain: memprakarsai pemberantasan praktek-praktek kecurangan dan penipuan; tidak menawarkan, memberi, meminta atau menerima segala macam bentuk perlakuan yang menyalahi ketentuan dan prosedur yang berlaku, baik dalam rangka mendapatkan kontrak atau untuk mempengaruhi proses evaluasi penyelesaian pekerjaan. Dua uraian ini memaparkan betapa perlunya seorang Insinyur di dalam menjalankan praktek-praktek keinsinyuran mengikuti etika dan aturan hukum yang berlaku, on how the engineers should act. Insinyur dituntut untuk tidak tergoda dengan segala bentuk penyuapan atau gratifikasi atau bribe dalam istilah Inggris. Bahkan Insinyur dituntut untuk memkampanyekan anti-kecurangan, anti-penipuan termasuk anti-penyuapan dan berbagai bentuk korupsi dalam ruang lingkup organisasi di mana dia berada,  ruang lingkup masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam ruang lingkup proyek-proyek internasional yang melibatkan banyak negara.
Kode etik profesi keinsinyuran yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur  Indonesia adalah sangat relevan dengan cita-cita Pancasila dan UUD 1945, seiring sejalan dengan program-program yang dicanangkan oleh lembaga -lembaga anti-korupsi di dalam mengurangi bahkan memberantas praktek-praktek korupsi di bumi nusantara. Korupsi, suap dan segala bentuk lainnya bukan hanya mengganggu keberlanjutan pembangunan nasional Indonesia tetapi juga bisa menjadi contoh buruk dan tidak terpuji yang akan kita tularkan ke generasi penerus selanjutnya, sehingga menjadi tugas kita bersama, korupsi dan segala bentuknya ini harus diberantas dan dibumihanguskan dari tanah air tercinta. Kode etik Insinyur ini memang hanya berlaku untuk Insinyur Indonesia saja tetapi apabila semua anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang selanjutnya diberi gelar sebagai Insinyur bisa memberikan keteladanan kepada profesi-profesi lainnya di Indonesia saya yakin ini bisa menjadi preseden positif di dalam menggiring bangsa ini menuju bangsa yang lebih sejahtera dan bermartabat.
Tahun 2011 lalu Pemerintah mencanangkan program MP3EI dengan tujuan mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi melalui pengembangan delapan (8) program utama meliputi sektor industri manufaktur, pertambangan, pertanian, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, energi dan pengembangan kawasan strategis nasional. Target yang ingin diraih bukanlah main-main. Tahun 2011 PDB kita US$846 miliar dengan PDB per kapita US$3.495 dan menjadikan Indonesia peringkat ke-16 dunia, maka pada 2025 PDB Indonesia diperkirakan akan mencapai US$4.000 miliar dengan PDB per kapita US$14.250 dan berada di peringkat ke-11 dunia. Prediksi yang lebih jauh lagi pada 2045, saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia, PDB ditargetkan akan mencapai US$15.000 atau berada di peringkat ke-6 dunia dengan PDB per kapita US$44.500. Untuk mengarah kesana ada beberapa hal yang bisa menjadi pendorong percepatan, yakni: (1) investasi berbagai kegiatan ekonomi di 6 koridor ekonomi: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara dan Papua-Kepulauan Maluku, semuanya senilai Rp2.226 triliun; (2) konektivitas yang sejatinya adalah pelengkapan infrastruktur senilai Rp1.786 triliun; dan (3) penyiapan SDM nasional dan penguasaan Iptek.

Insinyur dalam kerangka MP3EI adalah sebagai aktor utama pembangunan, menjalankan profesi keinsinyuran pada proyek-proyek infrastruktur mulai terlibat dari fase inisiasi, fase perencanaan, fase eksekusi dan monitoring dan fase project close-out dan ini tidak main-main, pemerintah membutuhkan insinyur-insinyur handal yang mengedepankan profesionalisme, etika dan integritas dengan menjunjung tinggi dan menjalankan kode etik profesi Insinyur. “Insinyur-insinyur Indonesia diharapkan menjamin kehandalan serta keunggulan mutu, biaya dan waktu penyerahan hasil dari setiap pekerjaan dan karyanya”, salah satu uraian dari tuntunan sikap dan perilaku Insinyur. Output dari proyek-proyek MP3EI ini sangat bergantung pada kualitas Insinyur-insinyur kita, semakin mature mereka (from technical and attitudes stand point) maka semakin bagus pula product deliverables proyek-proyek yang terselesaikan. Ini juga menjawab betapa pentingnya eksistensi organisasi PII di dalam mendidik dan membina Insinyur-insinyur pembangunan yang juga pastinya akan memegang peranan strategis pada segala lini kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Muncul satu pertanyaan pamungkas seorang mahasiswa kepada saya beberapa waktu lalu “Bagaimana dengan Insinyur-insinyur yang bekerja pada suatu lembaga kementerian atau lembaga pemerintahan misalnya, walaupun sudah tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan proyek di lapangan apakah mereka masih diikat oleh kode etik Insinyur tadi?”. Jawabannya iya, di mana pun mereka berada, apa pun posisi dan jabatannya, sekali insinyur dia tetap adalah Insinyur dan akan tetap memegang teguh kode etiknya sebagai insinyur bahkan ketika menduduki posisi strategis di negeri ini mereka harusnya diharapkan lebih leluasa mengkampanyekan program pemberantasan praktek-praktek kecurangan, penipuan, bahkan praktek korupsi. Mereka harus menjadi leader yang memberikan keteladanan tentang bagaimana Insinyur bersikap dan berperilaku sesuai dengan catur karsa sapta dharma Insinyur Indonesia.
“Insinyur bersertifikasi? Maksudnya ijasah sarjana teknik?” Itulah beberapa pertanyaan saya setelah mengetahui adanya idiom “insinyur sertifikasi”. Sebelum menjawab pertanyaan itu, saya sedikit terkejut setelah mengetahui sebuah fakta bahwa ternyata Insinyur dan S.T itu dua gelar yang berbeda. Tidak sama seperti yang sudah menjadi mindset saya dan orang-orang awam. Memang benar, dari hasil investigasi saya di beberapa sumber, saya menemukan bahwa insinyur dan sarjana teknik benar-benar berbeda! Pikiran kolot yang sudah lama tinggal di otak saya seketika juga langsung runtuh. Ya, pikiran kolot saya mengatakan bahwa S.T adalah Insinyur. Hahaha.


Sebelum berbicara mengenai sertifikasi, sepertinya saya perlu membeberkan hasil investigasi saya mengenai perbedaan antara Insinyur dan Sarjana Teknik. Semuanya ini diawali dengan diselenggarakannya Program Pengembangan dan Pembinaan Keprofesionalan Indonesia oleh PII (Persatuan Insinyur Indonesia). Tujuan program itu ada dua :
                
1. Sebutan (gelar) profesi baru : Insinyur
2. Sertifikat keprofesionalan baru : Insinyur Profesional

Anda pasti bertanya-tanya, mengapa Insinyur disebut sebagai profesi baru? Memang seperti yang kita ketahui semua bahwa gelar Insinyur sudah ada sejak negeri ini merdeka, dimana gelar ini diberikan kepada mahasiswa teknik yang sudah menyelesaikan pendidikan tekniknya. Sejak S.T menggantikan peran Ir., di tahun 1993, praktis gelar insinyur seolah-olah ‘hilang’ karena penyebutan insinyur sudah tidak berlaku lagi. Namun masyarakat awam dan mayoritas  lulusan jurusan teknik tahun 1993 sampai sekarang tetap mengganggap bahwa semua penyandang S.T memiliki nama lain yang disebut insinyur. PII menganggap mindset seperti ini salah. Sarjana Teknik tidak bisa disebut sebagai Insinyur. Why?

Di Indonesia, ada perbedaan antara gelar akademis dan gelar profesi :

- Gelar Akademis : gelar yang diperoleh setelah menyelesaikan pendidikan akademis, misalnya Sarjana Hukum (SH), Sarjana Farmasi (SF), yang lazim disebut gelar S-1  serta gelar akademis lanjutan seperti S-2 (Magister) dan S-3 (Doktor) yang menunjukkan tingkat kemampuan akademis dan penelitian

- Gelar Profesi : misalnya Pengacara, Apoteker, Dokter, Notaris, Jaksa, Hakim atau Akuntan, yaitu sebutan bagi para penyandang gelar akademis yang telah mempraktekkan hasil pendidikan akademisnya itu sebagai profesinya sehari-hari dan mendapatkan pengakuan/sertifikasi keprofesian dari badan profesi tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pemerintah, penetapan suatu  profesi dilakukan oleh Menteri Pendidikan cq. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi. Nah, PII sebagai wadah penyatu para Sarjana Teknik dan Sarjana Pertanian, meluncurkan sebutan profesi Insinyur bagi para anggotanya. Nantinya sebutan profesi Insinyur ini akan disingkat Ir.,  dan dicantumkan oleh penyandangnya di depan nama, sama persis seperti ‘insinyur’ lulusan PT tahun 40-80an. Pemberian gelar Insinyur ini tidak mudah. Anda diharuskan mengikuti Program Profesi yang memberi mereka kemampuan lebih teknis dan detail untuk memasuki profesi engineering yang sebelumnya tidak diperolehnya di pendidikan akademisnya.

Langkah selanjutnya, PII memberikan pula sertifikat keprofesionalan Insinyur Profesional (IP) yang disertifikasikan kepada penyandang sebutan profesi Insinyur. Sertifikasi keprofesionalan IP ini dapat dicantumkan di belakang nama penyandang. Sertifikasi keprofesionalan IP mempunyai 3 jenjang yang terdiri dari Insinyur Profesional Pratama (IPP), Insinyur Profesional Madya (IPM) dan Insinyur Profesional Utama. 

Untuk mendapatkan sertifikasi IP, syarat dan ketentuan berlaku. Ketentuan lengkapnya dan penjabaran lebih lanjut mengenai jenjang IP tidak akan saya bahas disini. Teman-teman dapat melihat di situs resmi PII : pii.or.id. Dan perlu kita ketahui bersama bahwa Sertifikat professional IP ini berbeda dengan berbagai sertifikat keahlian yang biasanya dikeluarkan oleh berbagai asosiasi profesi insinyur spesialis baik dalam dan luar negeri, untuk program pelatihan spesialisasi.

Melihat proses tersebut, bisa dikatakan bahwa jalan untuk mendapatkan gelar dan pengakuan profesi Insinyur cukup rumit. Bayangkan, pasca mendapatkan gelar akademis S.T, kita harus bergabung dengan PII dan harus mengikuti Program Profesi mereka untuk mendapatkan gelar profesi Insinyur dan setelah itu harus berjuang untuk mendapatkan Sertifikat Keprofesionalan Insinyur Profesional. Ada beberapa latar belakang utama bagi PII mengapa mereka meluncurkan sebutan profesi Ir., dan sertifikasi keprofesionalan IP.

Yang pertama adalah tentang gelar Insinyur. Dalam kurun waktu 40-50 tahun terakhir, dalam ijazah tamatan Perguruan Tinggi jurusan Teknik dan Pertanian tidak disebutkan adanya gelar profesi Insinyur sehingga Ir., pada jaman itu adalah gelar kesarjanaan akademis yang ‘liar’ dan ‘ambigu’. Jika ada pihak yang kurang sepakat dengan pendapat seperti itu dan mengatakan bahwa Ir., adalah suatu sebutan profesi, maka Ir., merupakan sebutan profesi yang sangat heterogen karena belum pernah ditetapkan kualifikasinya. 

Orang pada jaman itu bisa saja mengaku berprofesi sebagai Insinyur, entah mesin, sipil, kimia, computer, pertanian, kehutanan, peternakan, perminyakan, dll. Situasi seperti ini sangat mirip dengan gelar doktorandus. Coba bandingkan dengan sebutan profesi lain seperti Akuntan, Dokter, Notaris, Apoteker, Hakim, dll, sebutan profesi Insinyur sangat jauh tertinggal dalam hal keabsahan statusnya, klasifikasinya, tanggungjawab perdatanya (legal liability) dan proteksi keprofesiannya. 

Di dunia internasional, sebutan Ir., Indonesia belum memiliki kesetaraan dengan Negara lain. Beberapa negara di ASEAN, Australia dan Selandia Baru telah mempunyai sebutan profesi keinsinyuran yang jelas keabsahannya serta saling diakui antara satu Negara dengan Negara lainnya. Kesimpulannya, gelar Ir., era orde lama dan orde baru benar-benar merupakan murni gelar sarjana akademik. BUKAN gelar profesi.

Dari sisi historis, PII telah lama tumbuh sebagai ‘ormas’, bukan sebagai badan organisasi keprofesian. Di masa lalu, semua lulusan Perguruan Tinggi jurusan Teknik langsung menjadi anggota PII. Selain itu, kegiatan-kegiatan PII lebih bersifat paguyuban seperti olahraga, halal-bihalal, peringatan HUT dan semacamnya. Kegiatan pembinaan keprofesian sangat minim dilakukan. Sejak perubahan gelar sarjana keteknikan dari Ir., menjadi S.T, kondisi dunia keinsinyuran semakin tidak jelas lagi.

Tingkat profesionalisme para Insinyur Indonesia yang rendah dan era persaingan global yang semakin ketat membuat perlu adanya lembaga khusus di bidang keinsiyuran yang mapan dan terstruktur untuk melaksanakan kegiatan rekrutmen, sertifikasi dan kaderisasi keprofesian sesuai bidang masing-masing. Jika lembaga mapan seperti ini mampu meningkatkan keprofesionalan para Insinyur Indonesia, bisa dipastikan bahwa kinerja Insinyur kita semakin baik. Ciri-ciri seorang Insinyur professional adalah tanggungjawabnya yang penuh akan hasil karyanya sehingga jika dikemudian hari proyek atau produk buatannya mengalami kerusakan dan kesalahan, dia siap bertanggung jawab secara perdata. Di lain pihak, keprofesionalan insinyur juga memberikan kemudahan baginya dalam hal finansial dan jaminan hari tua.

Latar belakang seperti itulah yang membuat PII mengubah orientasi kegiatan dan arah gerak organisasi. Adanya sertifikasi dan system yang mengatur keprofesian serta program-program penunjang ketrampilan insinyur

Kode Etik
         Etik atau etika mempunyai pengertian sebagai baku perilaku yang diterima secara bersama sekelompok orang “peer” dalam organisasi (profesi) tertentu. Pelanggaran terhadap etika berakibat di keluarkannya pelanggar dari organisasi. Etika tidak mudah diubah dan dirancang untuk jangka panjang. Sebagai engineer, kode etik ditetapkan oleh sebuah organisasi profesi yang terdiri atas sekumpulan engineer. Organisasi profesi biasanya mewakili suatu regional tertentu, seperti organisasi profesi se-Indonesia, organisasi profesi se-Asia-Pasifik, dan sebagainya. Organisasi profesi electrical engineering yang sudah umum di dunia adalah Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE).
Organisasi engineer di Indonesia bernama Persatuan Insinyur Indonesia (PII). PII berdiri pada tanggal 23 Mei 1952 di Bandung. PII didirikan oleh Ir. Djuanda Kartawidjaja dan Dr. Rooseno Soeryohadikoesoemo. PII memiliki jumlah anggota sekitar dua puluh ribu insinyur. Sebagai organisasi engineer di Indonesia, PII memiliki kode etik yang bernama Kode Etik Insinyur Indonesia “Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia”. Isi dari “Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia” adalah :
1. Prinsip-prinsip Dasar :
·         Mengutamakan keluhuran budi.
·         Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia.
·         Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
·         Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran.
2. Tujuh Tuntutan Sikap
·         Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan Masyarakat.
·         Insinyur Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kempetensinya.
·         Insinyur Indonesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan.
·         Insinyur Indonesia senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya.
·         Insinyur Indonesia senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing.
·         Insinyur Indonesia senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi.
·         Insinyur Indonesia senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalnya.

Organisasi Dalam Persatuan Insinyur Indonesia (PII)
      Adapun organisasi dalam Persatuan Insinyur Indonesia yaitu :
·         Ketua Umum.
·         Dewan Pakar.
·         Dewan Penasehat.
·         Majelis Penilai IP.
·         Bendahara Umum.
·         Sekretaris Jendral.
·         Koordinator Serifikasi & Profesi.
·         Koordinator Kebijakan / Regulasi.
·         Koordinator Pelatihan & PKB.
·         Koordinator Konsultansi, Kerjasama & Pengabdian Masyarakat.
·         Ketua Cabang.
·         Koordinator Sektor.










Struktur Organisasi Persatuan Insinyur Indonesia (PII) BKM Masa Bakti 2014-2017

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8kSUvLXVA15bXREdc45GR143JEQMQN2IkihnRoKFCWFgIY730JWqqDMXco8ke0vbUHOc4Erb5mDD7dm-Kh0oQL6SXThMXi6eSYDqFUIjs-dIsePeiA5TPXW1PW7qqJ_dEme3-vvT86FoK/s400/Diagram+Struktur+PP+BKM+2014-2017.jpg
Yang dimaksud dengan Insinyur adalah Sebutan/Gelar Profesi bagi seorang yang telah memiliki gelar akademik sebagai sarjana teknik, sarjana pertanian dan atau sarjana teknik terapan, lulusan Program Studi Teknik terkait yang telah terakreditasi oleh lembaga akreditasi perguruan tinggi yang berwenang, dan telah terdaftar sebagai Anggota Persatuan Insinyur Indonesia. Persatuan Insinyur Indonesia atau disingkat PII (dalam bahasa Inggris The Institution of Engineers Indonesia – IEI) adalah organisasi profesi yang didirikan di Kota Bandung pada tanggal 23 Mei 1952[1] untuk menghimpun para insinyur atau sarjana teknik di seluruh Indonesia.
Sejarah Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dimulai pada tanggal 23 Mei 1952 ketika Ir. H. Djoeanda Kartawidjaja dan Prof. Ir. R. Roosseno Soerjohadikoesoemo berkumpul bersama kawan-kawannya sesama insinyur Indonesia di Aula Barat, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang menjadi ITB) di Jl. Ganesha 10, Bandung. Pada saat itu jumlah insinyur Indonesia baru sekitar 75 orang. Sementara tanggung jawab yang harus dipikul sangat besar. Untuk itu disepakati untuk membuat Persatuan Insinyur Indonesia dengan tujuan untuk mempererat kerja sama para insinyur agar dapat menjadi kekuatan yang nyata untuk membangun negara dan bangsa Indonesia. Pada tahun 1957, PII juga menjadi salah satu motor utama berdirinya Institut Teknologi Bandung (ITB). PII adalah organisasi profesi tertua kedua di Indonesia setelah IDI.
Tempat kedudukan PII adalah :
  1. Pengurus Pusat berkedudukan di ibukota Republik Indonesia
  2. Pengurus Wilayah berkedudukan di ibukota Propinsi
  3. Pengurus Cabang berkedudukan di kota yang terdapat konsentrasi anggota PII dalam jumlah yang cukup, baik di dalam atau di luar negeri; dan
  4. Pengurus Badan Kejuruan, selanjutnya disingkat BK, dan atau Badan Kejuruan Teknologi, selanjutnya disingkat BKT, tingkat nasional berkedudukan di ibukota Republik Indonesia.
Tujuan PII adalah :
  1. Menjadi organisasi profesi keinsinyuran secara nasional yang memiliki kesetaraan dan diakui internasional.
  2. Memupuk profesionalisme korsa Insinyur Indonesia, meningkatkan jiwa serta semangat persatuan nasional dalam mendarma baktikan kompetensinya kepada kepentingan bangsa dan negara melalui peningkatan nilai tambah perwujudan cita-cita bangsa
  3. Meningkatkan kepedulian dan tanggap profesional terhadap permasalahan, tantangan, serta peluang pembangunan daerah/nasional melalui optimasi pemberdayaan kompetensi professional secara integratif.
  4. Mendorong profesionalisme dalam penguasaan, pengembangan, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya dan khususnya rakyat Indonesia.
Fungsi PII adalah organisasi profesi yang merupakan wadah berhimpunnya para Insinyur Indonesia, untuk secara bersama meningkatkan kemanfaatannya bagi bangsa dan negara, serta penguasaan, pengembangan serta pemberdayaan iptek dan kompetensi, untuk nilai tambah kesejahteraan umat manusia pada umumnya, khususnya rakyat Indonesia dengan tugas pokok :
  1. Meningkatkan peran dan tanggung jawab profesional profesi Insinyur Indonesia dalam
  2.  pembangunan daerah, nasional, regional dan internasional.
  3. Meningkatkan kompetensi professional Insinyur Indonesia berdaya saing internasional yang mampu menjawab tantangan dalam kancah lokal, nasional, regional dan internasional.
  4. Menyelenggarakan kegiatan advokasi dan edukasi profesi keinsinyuran.
  5. Membina dan mengembangkan kegiatan yang dapat mendorong terciptanya iklim untuk tumbuh dan berkembangnya profesi insinyur Indonesia.
  6. Membangun wahana pengembangan dan Pembinaan Kompetensi Profesi Keinsinyuran Indonesia yang diakui dunia internasional dengan menyelenggarakan Program Pengembangan kompetensi Profesi Insinyur secara konsisten dan berkelanjutan.
1) Warga PII terdiri dari :
  1. Anggota, yaitu perorangan warganegara Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai anggota.
  2. Mitra Profesi, yaitu perorangan warganegara asing yang memenuhi persyaratan sebagai mitra profesi.
  3. Organisasi mitra, yaitu organisasi atau badan usaha yang berkaitan erat dengan profesi insinyur.
  4. Warga Kehormatan, yaitu perorangan warganegara Indonesia ataupun asing yang memenuhi persyaratan sebagai warga kehormatan.

2) Anggota PII terdiri dari :
  1. Anggota Biasa.
  2. Anggota Luar Biasa.
  3. Anggota Mahasiswa

Kewajiban Setiap Warga PII :
  1. Berkewajiban mentaati dan melaksanakan ketentuan dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan dan Keputusan yang sah yang dikeluarkan oleh PII.
  2. Berkewajiban memelihara rasa kebersamaan dan solidaritas sesama anggota PII.
  3. Menjaga Nama baik PII dan menjunjung tinggi Kode Etik PII.
  4. Berhak untuk mengikuti semua program kegiatan PII, yang secara resmi diselenggarakan di lingkungan PII.
  5. Berhak untuk menyampaikan pendapat,usulan dan saran dalam musyawarah dan forum PII/pengurus PII.
  6. Berhak untuk mendapatkan Advokasi dalam mengembangkan kompetensi profesi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar