Sabtu, 21 Juli 2018

perawatan prefentif


Perawatan prefentif( pengertian dan sistemnya)


   Pengertian perawatan maintenance sebagai konsepsi dari semua aktivitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas fasilitas/mesin agar dapat berfungsi dengan baik seperti kondisi awalnya (Ansori dan Mustajib, 2013).
Dari pengertian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, bahwa:

• Fungsi perawatan sangat berhubungan erat dengan proses produksi.                                           • Aktivitas perawatan banyak berhubungan erat dengan pemakaian peralatan, bahan pekerjaan, cara penanganan dan lain-lain. Perawatan dilakukan untuk perbaikan yang bersifat kualitas, meningkatkan suatu kondisi lain yang lebih baik. Banyaknya pekerjaan perawatan yang dilakukan tergantung pada :
• Batas kualitas terendah yang diizinkan dari suatu komponen sedangkan batas kualitas yang lebih tinggi dapat dicapai dari hasil perawatan mesin.                                                                                        
• Waktu pemakaian mesin yang berlebihan yang dapat menyebabkan berkurangnya kualitas peralatan.                                                                                                                                                        

1. Mengatasi segala permasalahan, yang berkenaan dengan kontinuitas aktivitas kerja. Tujuan dilakukannya kegiatan perawatan (maintenance) adalah sebagai berikut (Kurniawan, 2013) :                                    2. Memperpanjang umur pengoprasian peralatan dan fasilitas industri.                                                    3. Meminimasi Downtime, yaitu waktu selama proses produksi terhenti (waktu menunggu) yang dapat menggangu kontinuitas proses.                                                                                                               4. Meningkatkan efisiensi suber daya produksi.                                                                                                    5. Peningkatan profesionalisme personil departemen perawatan industri.                                                                6. Meningkatkan nilai tambah produk, sehingga perusahaan dapat bersaing di pasar global.                          7. Membantu para pengamil keputusan, sehingga dapat memilih solusi optimal terhadap kebijakan perawatan fasilitas industri.                                                                                                                                   8. Melakukan perencanaan terhadap perawatan preventif, sehingga memudahkan dalam proses pengontrolan aktivitas perawatan.                                                                                                                                 9. Mereduksi biaya perbaikan dan biaya yang timbul dari terhentinya proses karena permasalahan keandalan mesin.                                                                                                                       

Pemahaman Istilah Perawatan
     Pelaksanaan perawatan industri, membutuhkan komunikasi yang jelas diantara konseptor dengan pelaksana perawatan. Terdapat beberapa istilah perawatan, yang seringkali kita dengar, dan perlu kiranya dipahami secara detail, antara lain (Kurniawan, 2013) :

 1. Inspection (Inspeksi)

Inspeksi adalah aktivitas pengecekan untuk mengetahui keberadaan atau kondisi dari fasilitas produksi. Inspeksi biasanya berupa aktivitas yang membutuhkan panca indra dan analisis yang kuat dari setiap pelaksanaan, bahkan ada pula yang melakukannya dengan menggunakan alat bantu, sehingga kesimpulan yang dihasilkan dapat lebih mendekati kondisi nyata (akurat).
 2. Repair (perbaikan)

Repair adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi mesin yang mengalami gangguan tersebut, sehingga dapat beroprasi seperti sebelum terjadi gangguan tersebut, dimana prosesnya hanya dilakukan untuk perbaikan yang sifatnya kecil. Biasanya Repair tidak terlalu banyak menggangu kontinuitas proses produksi.
3. Overhaul (perbaikan menyeluruh)
    Adalah aktivitas meneluruh. Aktivitas ini memiliki makna yang sama dengan Repair, hanya saja ruang lingkupnya lebih besar. Perawatan ini dilakukan apabaila kondisi mesin berada dalam keadaan rusak parah, 6 sementara kemampuan untuk menggati dengan yang baru tidak ada. Overhaul biasanya dapat mengganggu kegiatan produksi dan membutuhkan biaya yang besar.

4. Replacement (penggatian)
    Adalah aktivitas penggantian mesin. Biasanya mesin memiliki mkondisi yang lebih baik akan menggantikan mesin sebelumnya. Replacement dilakukan jika kondisi alat sudah tidak memungkinkan lagi untuk beroprasi, atau sudah melewati umur ekonomis penggunaan. Replacement membutuhkan investasi yang besar bagi perusahaan, sehingga alternatif ini biasanya menjadi pilihan terakhir setelah repair dan overhaul.

Total Productive Maintenance

    Total Productive Maintanance (TPM) adalah suatu konsep program tentang pemeliharaan yang melibatkan seluruh pekerja malalui aktivitas grub kecil (Nakajima,1988). Lebih lanjut Roberts dalam Ansori dan Mustajid (2013) mengatakan bahwa TPM adalah suatu program pemeliharaan yang melibatkan suatu gambaran konsep pemelihaan untuk pemeliharaan peralatan dan pabrik deangan tujuan untuk meningkatkan produktivitas serta pada waktu yang sama dapat meningkatkan kepuasan kerja dan moril karyawan. Total Productive Mantenance (TPM) adalah suatu metode yang bertujan untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan peralatan, dan memantapkan sistem perawatan preventif yang dirancang untuk keseluruhan peralatan dengan mengimplementasikan suatu aturan dan memberikan motivasi kebada seluruh bagian yang berada dalam suatu perusahaan tersebut, melalui peningkatan dari seluruh anggota yang terlibat melai dari manajemen puncak sampai kepada level terendah (Kurniawan, 2013).
Ada pencapaian tujuan TPM menurut Nakajima (1988) dalam Ansori dan Mustajib (2013) dilakukan melalui:
  • Perbaikan effektivitas perlengkapan : dimana pekerja mampu memahami dan memeriksa efektivitas dari fasilitas melalui identifikasi dan pemeriksaan
7 semua kerugian-kerugian yang mungkin terjadi, seperti akibat kerugian downtime, kerugian karena peralatan tidak beroprasi pada keadaan optimal dan kerugian akibat cacat.
  • Pencapaian pemeliharaan individu : memungkinkan pekerja yang mengoprasikan suatu peralatan untuk bertanggung jawab atas beberapa tugas pemeliharaan, seperti : tugas reparasi, tugas pencegahan, dan tugas perbaikan keseluruhan.
  • Perencanaan pemeliharaan : pendekatan sistematik terhadap semua kegiatan pemelihaan. Perencanaan ini melibatkan identifikasi keadaan dan tingkat pelaksanaan preventive maintenance yang diperlukan untuk tiap perlengkapan, membuat standar kkondisi untuk pemeliharaa, menentukan tanggung jawab untuk masing-masing staf operasi dan staf pemeliharaan sehingga peran masing-masing staf operasi dan staf pemeliharaan terjadi lebih jelas.
  • Melatih semua staf dengan keahlian pemeliharaan yang memedai dan sesuai. Tanggung jawab yang telah dibebankan kepada staf operasi dan staf pemelihaan masing-masing memerlukan pemeliharaan yang sesuai untuk melaksanakannya, untuk itu TPM memberi penekanan terhadap pelatihan yang tepat dan terus menerus
  • Mencapai secepat-cepatnya “zero maintenance” melalui maintenance prevention (MP). Maintenance prevention mengikut sertakan pertimbangan sebab-sebab kegagalan dan kemampuan pemeliharaan selama tahap disain, tahap manufaktur, tahap pemasangan termasuk tahap penyimpanannya. Sebagai bagian dari suatu proses secara keseluruhan, TPM mencoba melacak masalah pemeliharaan yang ptensial timbul untuk dikembalikan ke akar permasalahan, sehingga masalah tersebut dapat dihilangkan pada titik penyebab awal permasalahan.TPM mempunyai dasar–dasar atau elemen-elemen dalam pengimplementasiannya. Bila digambarkan sebuah bangunan, TPM terdiri dari 8 pilar yang terdiri dari Autonomous Maintenance, Focused Maintenance, Planed Maintenance, Quality Maintenance, Education & Training, HSE (Health, Safety & Environment), Office TPM dan Development Management. Semua elemen menuntut keterlibatan individu menuju keberhasilan TPM. Hal penting yang mendasar lainnya adalah pondasi paling bawah dari semua elemen adalah 5S. dimana tiap individu harus paham standar dan melakukannya dalam kegiatan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1 8 Pilar Total Productive Maintenance
Hal penting yang mendasari pondasi paling bawah dari semua elemen adalah 5S. Menurut Nakajima dalam Ansori dan Mustajib (2013) 5S antara lain yaitu :9
                     1. Seiri, yang berarti ringkas 2. Seiton, yang berarti rapi 3. Seiso, yang berarti bersih
                     4. Seiketsu yang berarti rawat
                     5. Shitsuke, yang berarti rajin

Kegiatan memisah-memisahkan segala sesuatu yang benar-benar diperlukan dan kemudian menyingkirkan yang tidak diperlukan dari tempat kerja.
Merupakan penetapan tata letak peralatan dan perlengkapan sehingga segalanya selalu siap pada saat diperlukan
Memeriksa secara hati-hati untuk kemudian menyingkirkan segala sesuatu yang tidak semestinya di tempat kerja sehingga kondisi tempat kerja sehingga kondisi tempat kerja selalu dalam keadaan bersih.
Memepertahankan hasil-hasil yang telah dicapai pada 3-s sebelumnya dengan membakukannya (standarisasi) dalam suatu pengendalian.
Membina disiplin atau kebiasaan pribadi karyawan
Pengertian 8 pilar Total Productive Maintenance (Ansori dan Mustajib, 2013) sebagai berikut :
1. Autonomus maintenance

Pemeliharaan otonomi merupakan kegiatan yang dirancang untuk melibatakan operator dengan sasaran utama untuk mengembangkan pola hubungan antara manusia, mesin, dan tempat kerja yang bermutu. Pemeliharaan otonomi dirancang untuk melibatkan operator dalam merawat mesin sendiri. Kegiatan tersebut meliputi pembersihan, pelumasan, pengencangan mur/baut, pengecekan harian, pendeteksian penyimpangan dan reparasi sederhana.
2. Kaizen

Kaizen adalah perbaikan kecil (small improvements), tetapi dilaksanakan pada suatu basis berkesinambungan dan melibatkan semua orang didalam organisasi dengan tujuan untuk kepuasan pelanggan.


3. Planned maintenance (Pemeliharaan Terencana)

Planned maintenance adalah pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran jauh ke depan, yang menyangkut juga masalah pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan yang diharapkan dapat menjamin ketelitian peralatan produksi, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai
4. Quality Maintenance (Pemeliharaan Berkualitas)

Aktivitas quality maintenance ditujukan untuk merencanakan sistem pemeliharaan yang menyediakan produk berkualitas tinggi dan bebas dari cacat. Nilai-nilai yang didapatkan dari quality maintenance adalah dapat mereamalkan beberbagai kemungkinan cacat yang terjadi dan selanjutnya memperbaiki untuk mencegah kemungkinan tersebut. Target yang ingin dicapai dalam quality maintenance ini adalah mengurangi keluhan konsumen, mengurangi kerusakan proses, dan mengurangi biaya kualitas.
5. Early equipment management

Early Equipment Management merupakan pilar TPM yang menggunakan kumpulan pengalaman dari kegiatan perbaikan dan perawatan sebelumnya untuk memastikan mesin baru dapat mencapai kinerja yang optimal. Tujuan dari pilar ini adalah agar mesin atau peralatan produksi baru dapat mencapai kinerja yang optimal pada waktu yang sesingkat-singkatnya.
6. Training (Pelatihan)

Komponen ini mendukung semua komponen TPM lain dengan memastikan bahwa pegawai memiliki pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas terkait TPM. Selain itu diarahkan untuk mempunyai karyawan dengan berbagai kemampuan dan memiliki moral yang tinggi, yang mempunyai semangat untuk dating bekerja dan melaksanakan semua fungsi yang diperlukan secara efektif.
7. Safety, Health, and Environment

Keamanan, kesehatan, dan keselamayan kerja merupakan salah satu komponen dari TPM. Target yang ingin dicapai dalam elemen ini adalah : zero accident, zero health damage, dan zero fires.
8. Office TPM (Kantor TPM)

Komponen ini dilakukan setelah menjalankan empat komponen TPM yang lain (Autonomous Maintenance, Kaizen, Planned Maintenance, Quality Maintenance). Pada dasarnya kantor TPM dilakukan guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi didalam kegiatan administratif yag berfungsi mengidentifikasi dan menghapuskan kerugian untuk mendukung kegiatan operasi manufaktur.
2.3 Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan metode yang digunakan sebagi alat ukur (metrik) dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan Six Big Losses pelaratan. Selain itu, untuk mengukur kinerja dari sutu sistem produktif. Kemampuan mengidentifikasi secara jelas akar permasalahan dan factor penyebab sehingga membuat usaha pebaikan menjadi terfokus merupakan factor utama metode ini diaplikasikan secara menyeluruh oleh perusahaan dunia (Ansori dan Mustajib, 2013).
Menurut Nakajima (1988) dalam Rinawati (2014), OEE merupakan nilai yang dinyatakan sebagai rasio antara output aktual dibagi output maksimum dari peralatan pada kondisi kinerja yang terbaik. Tujuan dari OEE adalah sebagai alat ukur performa dari suatu sistem maintenance, dengan menggunakan metode ini maka dapat diketahui ketersediaan mesin/peralatan (availability), efisiensi produksi (performance), dan kualitas output mesin/peralatan. Untuk itu hubungan antara ketiga elemen produktifitas tersebut dapat dilihat pada rumus dibawah ini.
Text Box: OEE(%) = Avalability(%) x Performance(%) x Quality(%)12 
   

     OEE(%) = Avalability(%) x Performance(%) x Quality(%)12
     
Availability merupakan ketersediaan mesin/peralatan merupakan perbandingan antara waktu operasi (operation time) terhadap waktu persiapan (loading time) dari suatu mesin/peralatan. Maka availibility dapat dihitung sebagai berikut.
Performance adalah tolak ukur dari efisiensi suatu kinerja mesin menjalankan proses produksi. Perfomance rate merupakan hasil perkalian dari operating speed rate dengan net operating speed. Net operating speed berguna untuk menghitung menurunnya kecepatan produksi. Tiga faktor yang penting untuk menghitung peformance rate adalah ideal cycle time (waktu siklus ideal/waktu standar), processed amount (Jumlah produk yang diproses) dan operation time (waktu proses mesin). Maka performance dapat dihitung sebagai berikut :
Quality rate adalah perbandingan jumlah produk yang baik terhadap jumlah produk yang diproses. Jadi quality merupakan hasil perhitungan dengan faktor processed amount dan defect amount. Formula ini sangat membantu untuk mengungkapkan masalah kualitas proses produksi.
Hasil dari formulasi tersebut berupa angka persentase yang menggambarkan tingkat efektifitas penggunaan peralatan. Pada penerapannya angka ini akan berbeda – beda untuk tiap perusahaan. OEE memiliki nilai minimal sebesar 85%, dengan komposisi sebagai berikut (Nakajima, 1988) :
Availability rate > 90%
Performance rate > 95%
Quality rate lebih > 99 %
• OEE > 85 %
 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


Failure Mode and Effect Analysis merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi disain system dengan mempertimbangkan bermacam-macam jenis kegagalan dari system yang terdiri dari komponen-komponen, menganalisa pengaruh-pengaruh terhadap keandalan system dengan penelusuran pengaruh-pengaruh kegagalan komponen sesuai dengan level item-item khusus dari system yang keritis dapat dinilai dan tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki disain dan mengeliminasi atau mereduksi probabilitas dari metode-metode kegagalan yang kritis. Kimura (2002) dalam Ansori dan Mustajib (2013)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) pertama kali digunakan pada tahun 1960 dalam bidang penerbangan. Sejak saat itu penggunaan FMEA dierluas pada banyak sector industri.
FMEAbertujuan melakukan perbaikan dengan cara :
• Mengidetifikasi model-model kegagalan pada komponen, peralatan, dan sistem.
• Menntukan akibat yang potensial pada peralatan, system yang berhubungan pada setiap model kegagalan.
• Membuat rekomendasi untuk menambah keandalan komponen, peralatan dan sistem.





Terdapat empat langkah utama dalam kinerja FMEA, sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi sistem, fungsi-fungsi dan komponen-komponennya.
2. Mengidentifikasi penyebab kerusakan komponen.
3. Mempelajari akibat dari penyebab kerusakan komponen.
4. Kesimpulan dan saran.

   Pendefinisian Sistem, Fungsi, dan Komponen
 
   Menurut Ansori dan Mustajib (2013) Fungsi merupakan hal pertama yang harus didefinisikan. Beragam system operasi harus diidentifikasi. Informasi yang diperlukan pada tahap ini meliputi :
• Fungsi utama dari sistem.
• Keterbatasan fungsi yang utuh dalam system seperti komponen.
• Spesifikasi mengenai sistem operasi dan spesifikasi komponen menurut lingkungan sistem dan komponen pada tempatnya.

 Identifikasi Penyebab Kerusakan Komponen
Menurut Ansori dan Mustajib (2013) langkah-langkah untuk menemukan penyebab kerusakan komponen pada sistem diperlihatkan pada gambar 2.3 yang perlu kita perhatikan bahwa penyebab kerusakan komponen digambarkan sebagai akibat yang harus diamati terkait dengan kerusakannya.
Proses indentifikasi kerusakan dapat dilakukan dapat dilakukan dengan melakukan pertimbangan terhadap proses berupa :
• Jika komponen telah digunakan dalam fasilitas, ada penelitian operasinya, sangat baik apabila penelitian itu digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan.
• Jika berupa disain komponen baru, komponen-komponen lain dengan persamaan desain dan fungsi dapat dijadikan acuan untuk menganalisa kehandalan komponen yang digunakan.

-Analisa penelitaian operasi
-Test kehandalan
-PrediksiAnalisa dari keterkaiatan sitem
-Komponen Fungsi
-Potensi penyebab kerusakan
-Penyebab Kerusakan terdapat pada sistem
-Daftar pertama penyebab kerusakan
-Penyebab kerusakan internal dan eksternal
-Daftar akhir penyebab kerusakan

Klasifikasi dasar dari penyebab kegagalan yang digunakan terhadap fasilitas dapat disebabkan oleh :
• Pengoperasian yang belum waktunya.
• Kesalahan pengoperasian pada saat memberi perintah.
• Kerusakan pada saat operasi berhenti.
• Kerusakan selama operasi berjalan.






   Identifikasi Akibat dari Penyebab Kerusakan Komponen
   Akibat dari tiap-tiap pennyebab kegagalan dalam fungsi suatu sistem sepeti halnya dalam komponen dapat dipelajari secara sistematis dan dapat diperkirakan. Akibat yang dijelaskan dapat diasumsikan bahwa terdapat satu penyebab kesalahan dan komponen yang lain dapat beroperasi secara normal. Denagn mempelajari akibat dari suatu sistem dapat diketahui perbedaan dari akibat yang ain diluar sistem (Ansori dan Mustajb, 2013).
    Pengambilan Keputusan
Setelah melakukan seluruh langka diatas, Analisa akan menggambarkan kesimpulan dalam objek penelitian. Dengan hasil yang ditunjukkan sebagai berikut (Ansori dan Mustajib, 2013):

• Seluruh gambaran penyebab kegagalan dan akibat yang ditimbulkan dalam system operasi telah diperhitungkan dalam disain.
• Dapat mengidentifikasi satu kerusakan.
• Penyebab kegagalan diperhitungkan secara luas dari akibat yang ditimbukan dalam fungsi sistem.
• Mengidentifikasi kerusakan kedua dan kerusakan-kerusakan lainnya.
• Merancang prosedur perawatan yang berhubungan antara tiap-tiap penyebab kegagalan.

Adapun tahapan dari FMEA adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa.
2. Melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa.
3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan kesalahan pada proses.
4. Mengidentifikasikan potential cause penyebab dari kesalahan yang terjadi
5. Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan brainstorming) dalam poin:
• Keseriusan atau dampak akibat kesalahan terhadap proses, lanjutan (severity)
• Frekuensi terjadinya kesalahan (occurance)
• Alat control akibat potential cause (detection)
6. Mendapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan SOD (Severity, Occurance, Detection).
7. Memusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segeralakukan perbaikan terhadap potential cause dan efek yang diakibatkan.
▪ Severity

















2.3.5 Menentukan Severity, Occurance, Detection, dan RPN
Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang severity, detection, serta hasil akhirnya yang berupa risk priority number.
Severity yakni mengidentifikasikan dampak potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Dampak ini ditentukan berdasarkan tingkat cedera yang dialami personel, tingkat kerusakan peralatan, akibat pada produksi dan lama downtime yang terjadi dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tingkatan Severity Rangking
Akibat (Effect)
Kriteria verbal
Akibat pada produksi
1
Tidak ada akibat
Tidak mengakibatkan apa-apa (tidak ada akibat), penyesuaian yang diperlukan
Proses berada dalam pengendalian
2
Akibat sangat ringan
Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya terjadi sangat sedikit gangguan peralatan yang tidak berarti. Akibat hanya dapat diketahui oleh operator yang berpengalaman.
Proses berada dalam pengendalian, hanya membutuhkan sedikit penyesuaian
3
Akibat ringan
Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya sedikit terjadigangguan. Akibat diketahui oleh rata-rata operator.
Proses telah berada diluar pengendalian, membutuhkan beberapa penyesuaian.
4
Akibat minor
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun terdapat gangguan kecil,
Kurang dari 30 menit downtime atau tidak


Tidak ada komentar:

Posting Komentar